Pendahuluan Gonorrhea
Gonorrhea atau gonore merupakan suatu penyakit menular seksual akibat infeksi bakteri diplococcus, gram negatif, obligat manusia, yaitu Neisseria gonorrhoeae. Selain menular melalui hubungan seksual, gonorrhea juga dapat ditularkan saat persalinan.[1,2]
Pada wanita, gejala gonorrhea meliputi rasa nyeri dan peningkatan frekuensi berkemih, nyeri panggul, keputihan, dan perdarahan abnormal di luar siklus menstruasi. Meskipun banyak wanita yang terinfeksi, lebih dari 50% kasus tidak menunjukkan gejala. Berbeda dengan pria, dimana lebih dari 90% kasus akan menunjukkan gejala gonorrhea urogenital. Manifestasi klinis paling umum dari penyakit gonorrhea pada pria adalah keluarnya nanah dari penis dan nyeri berkemih. Konfirmasi diagnosis gonorrhea memerlukan pewarnaan Gram, kultur bakteri, atau tes amplifikasi asam nukleat.[1]
Karena belum ada vaksin gonokokal yang tersedia, pencegahan bergantung pada promosi perilaku seksual yang aman dan mengurangi stigma terkait penyakit menular seksual. Stigma dapat menghambat diagnosis dan penatalaksanaan tepat waktu, yang akan meningkatkan penularan penyakit di masyarakat.
Tata laksana gonorrhea non komplikata yang direkomendasikan saat ini adalah dosis tunggal ceftriaxone 500 mg secara intramuskular. Jika kemungkinan koinfeksi dengan klamidia belum dapat disingkirkan, maka dapat diberikan doxycycline per oral dua kali 100 mg sehari selama 7 hari. Tata laksana perlu diberikan dengan pengawasan yang baik untuk mencegah peningkatan kejadian resistensi antibiotik. Selain itu, penatalaksanaan pada partner pasien juga diperlukan untuk mencegah penularan berulang.
Ibu hamil yang mengalami gonorrhea sebaiknya dirawat inap. Pasien hamil dengan gonorrhea telah dilaporkan memiliki risiko komplikasi kehamilan yang jauh lebih tinggi dibandingkan kontrol. Pengawasan dan pengobatan di rumah sakit diperlukan.[3,4]
Penulisan pertama oleh: dr. Abi Noya
Direvisi oleh: dr. Qanita Andari