Diagnosis Gonorrhea
Diagnosis gonorrhea atau gonore dilakukan melalui penggalian riwayat hubungan seksual yang berisiko, gejala keluarnya cairan purulen dari kemaluan, dan pemeriksaan fisik pada regio genitalia. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan menguji spesimen urine, uretra untuk pria, endoserviks atau vagina untuk wanita, menggunakan pewarnaan Gram, kultur, dan tes amplifikasi asam nukleat.
Anamnesis
Masa inkubasi gonorrhea urogenital berkisar antara 2-7 hari setelah terpapar dengan pasangan seksual yang terinfeksi. Seperti penyakit menular seksual lainnya, penggalian anamnesis perlu menanyakan riwayat dan tata laksana penyakit menular seksual sebelumnya, riwayat hubungan seksual, gejala pada pasangan, dan penggunaan kontrasepsi. Pada wanita, juga perlu ditanyakan mengenai hari pertama haid terakhir, riwayat paritas, maupun riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.[2]
Pria
Manifestasi klinis gonorrhea bervariasi dan sangat berbeda pada pria dan wanita. Setidaknya 90% pria dengan uretritis gonokokal bergejala dengan gejala awal rasa terbakar saat berkemih dan keluarnya sekret purulen dari uretra. Epididimitis akut juga dapat terjadi, dengan presentasi klasik berupa nyeri unilateral dan pembengkakan yang terlokalisir di posterior dalam skrotum. Manifestasi lain dari gonorrhea pada pria seperti infeksi dubur, dapat muncul disertai dengan nyeri, pruritus, sekret, atau tenesmus.[2]
Wanita
Pada wanita, N. gonorrhoeae paling sering menginfeksi serviks, menyebabkan servisitis. Ketika pasien wanita dengan infeksi urogenital memiliki gejala, mereka mungkin mengeluh keputihan, disuria, atau nyeri panggul. Infeksi gonorrhea pada kelenjar Bartholin yang berdekatan dengan introitus vagina bisa menimbulkan manifestasi klinis pembengkakakn jaringan lunak labial, pembentukan abses, dan nyeri.
Jika servisitis tidak terdeteksi dan tidak diobati, infeksi gonokokal asenden dapat menyebabkan keterlibatan saluran reproduksi bagian atas, seperti salpingitis dan penyakit radang panggul.
Infeksi gonokokal pada kehamilan dapat menyebabkan bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah dan penularan ke bayi baru lahir yang mengakibatkan infeksi orofaringeal atau konjungtiva.[1]
Pemeriksaan Fisik
Infeksi gonorrhea dapat dikenali melalui tanda dan gejala khas penyakit. Tetapi perlu diingat bahwa, bila terdapat penyakit saluran reproduksi bagian atas atau diseminata, situs utama infeksi mukosa mungkin tampak normal, dan pasien mungkin tidak disertai dengan tanda atau gejala lokal. Dengan infeksi orofaringeal, faringitis juga dapat terjadi. Sedangkan apabila terdapat infeksi dubur, maka ditemukan sekret mukopurulen atau purulen.
Pemeriksaan fisik pada wanita perlu memperhatikan adanya sekret atau perdarahan dari jalan lahir, nyeri goyang serviks, nyeri pada adneksa unilateral atau bilateral seperti pada ovarium dan tuba falopi, dan nyeri tekan perut bawah. Pemeriksaan fisik pada pria perlu memperhatikan sekret mukopurulen atau purulen dari uretra yang bisa didapatkan dengan teknik milking pada batang penis, bengkak atau nyeri pada epididimis, dan striktur uretra.
Pada pasien dengan gejala diseminata perlu diperiksa adanya demam, lesi kulit, nyeri sendi, kelemahan otot, pemeriksaan sistem saraf, dan auskultasi jantung.[14]
Diagnosis Banding
Gejala urogenital yang disebabkan oleh gonorrhea dapat diamati pada penyakit menular seksual lainnya. Penyakit menular seksual yang dapat menyebabkan disuria, keputihan, keputihan abnormal dan nyeri panggul termasuk klamidia, trikomoniasis, dan sifilis. Gonorrhea juga bisa hadir sebagai koinfeksi dengan penyakit menular seksual lainnya.
Klamidia
Chlamydia trachomatis adalah bakteri Gram negatif yang menginfeksi epitel kolumnar serviks, uretra, dan rektum, serta area nongenital seperti paru dan mata. Infeksi klamidia bisa asimptomatik. Klamidia dibedakan dari gonorrhea melalui pemeriksaan dari sampel duh tubuh, baik dengan pewarnaan Gram maupun dengan Nucleic acid amplification tests (NAAT).
Trikomoniasis
Trikomoniasis terjadi akibat infeksi Trichomonas vaginalis. Trikomoniasis dapat asimtomatik atau menyebabkan uretritis, vaginitis, atau kadang-kadang sistitis, epididimitis, dan prostatitis. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, tes dipstick, NAAT, atau kultur.
Sifilis
Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis primer ditandai dengan munculnya chancres atau limfadenopati inguinalis yang tidak menimbulkan rasa sakit dan sembuh secara spontan. Sifilis sekunder ditandai dengan ruam makulopapular di bahu, lengan, dada, atau punggung, dan kondiloma lata di perianal.
Saat tanda dan gejala mereda, pasien memasuki fase laten yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Gejala sifilis tersier dapat terjadi 10-20 tahun setelah infeksi awal. Untuk membedakan dengan gonorrhea, dapat dilakukan pemeriksaan serologi, polymerase chain reaction (PCR), atau darkfield examination.
Bakterial Vaginosis
Bakterial vaginosis adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebih dari flora normal vagina. Pasien akan mengalami peningkatan keputihan yang memiliki bau amis, dengan konsistensi yang cair dan berwarna abu-abu atau putih. Kondisi ini dibedakan dari gonorrhea melalui pemeriksaan swab vagina.[1]
Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium diagnostik sangat penting untuk mengonfirmasi kecurigaan klinis gonorrhea. Konfirmasi laboratorium dilakukan dengan mendeteksi langsung patogen gonokokal pada spesimen swab urogenital, anorektal, faring, atau konjungtiva dan juga melalui uji tampung urine. Populasi yang melakukan hubungan seksual anogenital dan atau seks oral memerlukan skrining gonorrhea dari anus dan faring selain skrining urogenital.[1]
Pewarnaan Gram
Metode diagnostik yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan sampel dengan pewarnaan Gram dengan mikroskop cahaya. Sensitivitas dan spesifisitas pewarnaan Gram telah dilaporkan mencapai 89-98%. Pada pewarnaan Gram akan ditemukan bakteri diplokokus Gram negatif intraseluler.[3]
Kultur
Kultur dapat menegakkan diagnosis, serta dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan sensitivitas atau resistensi antibiotic. Pemeriksaan ini akan bermanfaat bagi pasien yang telah mendapat penanganan namun tidak terjadi perbaikan kondisi secara optimal.
Kinerja kultur tergantung pada faktor-faktor seperti lokasi anatomis sampel yang dikultur, metode pengumpulan spesimen, media, dan kondisi yang digunakan untuk mengangkut sampel ke pusat diagnostik. Kultur yang diperoleh terlalu cepat setelah paparan <48 jam dapat memberikan hasil negatif palsu. Kultur spesimen urogenital biasanya memiliki sensitivitas antara 72-95%.[3]
Nucleic Acid Amplification Tests (NAAT)
Seiring dengan perkembangan teknologi, di negara maju, konfirmasi kecurigaan klinis gonorrhea ditetapkan dengan deteksi N. gonorrhoeae atau tanda genetiknya pada sampel genital atau ekstragenital dengan mikroskop cahaya dari noda, kultur, atau Nucleic acid amplification tests (NAAT). NAAT telah dilaporkan memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 95% untuk gonorrhea.[1]
Penulisan pertama oleh: dr. Abi Noya
Direvisi oleh: dr. Qanita Andari