Pendahuluan Spondilitis Tuberkulosis
Spondilitis tuberkulosis (TB), atau dikenal juga sebagai Pott’s Disease, merupakan infeksi pada tulang belakang yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Spondilitis TB terjadi sebagai akibat penyebaran hematogen bakteri M. tuberculosis ke pembuluh darah tulang belakang.
Spondilitis TB merupakan tuberkulosis ekstra paru. Insiden tuberkulosis ekstra paru di dunia adalah sebesar 3%, yang mana 10% kasus adalah TB tulang. Kasus TB tulang belakang merupakan 50% dari infeksi TB tulang.[1,2]
Gambar 1. Spondilitis TB.
Pasien dengan spondilitis TB biasanya mengeluhkan nyeri pada tulang belakang, gibbus atau deformitas, instabilitas, dan defisit neurologis. Keluhan sistemik yang dapat dialami adalah malaise, penurunan nafsu makan, dan keringat di malam hari meskipun lebih jarang terjadi dibandingkan tuberkulosis paru. Untuk mengonfirmasi diagnosis, diperlukan pemeriksaan mikrobiologis dan pencitraan.[1-3]
Penatalaksanaan spondilitis TB dapat dilakukan dengan pendekatan konservatif dan pembedahan. Regimen antituberkulosis diberikan rutin selama 6-12 bulan. Obat antituberkulosis yang dapat digunakan adalah rifampicin, isoniazid, ethambutol, dan pyrazinamide.
Tindakan bedah mungkin diperlukan untuk drainase abses atau koreksi instabilitas spinal. Indikasi pembedahan antara lain adanya defisit neurologis, abses paravertebral, instabilitas spinal karena kifosis, resistensi terhadap obat antituberkulosis, dan untuk mencegah komplikasi seperti paraplegia onset lambat.[1,2]
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha