Pendahuluan Strongyloidiasis
Strongyloidiasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh Strongyloides stercoralis. Parasit ini dibedakan dari jenis infeksi cacing lainnya karena kemampuannya dalam menyebabkan hiperinfeksi pada orang dengan penurunan daya tahan tubuh. Strongyloides spp juga unik karena memiliki kemampuan sebagai organisme free-living dan bisa menyebabkan autoinfeksi.[1–3]
Strongyloidiasis termasuk penyakit infeksi akibat soil transmitted helminths (STH), sama seperti askariasis. Strongyloidiasis merupakan infeksi parasit yang masih termasuk dalam daftar Neglected Tropical Diseases (NTDs). Data epidemiologi menunjukkan sekitar 30 hingga 100 juta orang di seluruh dunia diperkirakan terinfeksi Strongyloides stercoralis, dengan prevalensi lebih tinggi di wilayah tropis dan subtropis.[4–6]
Larva Strongyloides stercoralis masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak kulit atau membran mukus dengan tanah yang terkontaminasi feses. Parasit ini bermigrasi melalui aliran darah dan limfatik menuju paru-paru, lalu menyebabkan batuk. Strongyloides stercoralis kemudian tertelan dan masuk saluran pencernaan, kemudian bereproduksi di usus halus. Larva dapat keluar melalui feses atau masuk ke aliran darah dan limfatik untuk mengulangi proses infeksi melalui saluran pernafasan.[1,6]
Diagnosis definitif strongyloidiasis adalah dengan menemukan larva Strongyloides stercoralis pada pemeriksaan tinja mikroskopik. Strongyloidiasis fase akut dapat ditandai dengan lesi kemerahan yang gatal pada kulit, serta batuk kering. Pada fase kronis, dapat muncul gejala gastrointestinal, misalnya nyeri abdomen, serta konstipasi atau diare. Lesi kulit patognomonik pada strongyloidiasis disebut larva currens.[1,2]
Strongyloidiasis harus diobati meskipun penderita asimptomatik, untuk menghindari diseminasi dan hiperinfeksi. Ivermectin merupakan drug of choice dalam tata laksana strongyloidiasis, dan terbukti lebih efektif dibandingkan albendazole. Komplikasi strongyloidiasis, antara lain peritonitis, perforasi usus, dan efusi pleura.[1,5]
Edukasi bagi pasien strongyloidiasis ditujukan untuk pengendalian faktor risiko. Edukasi meliputi cara-cara menjaga kebersihan perorangan, misalnya dengan menggunakan alas kaki saat berjalan di tanah, serta menjaga kebersihan lingkungan, misalnya berhenti buang air besar sembarangan. Upaya pengendalian penyakit dilakukan dengan pemberian pengobatan massal cacingan, sebanyak 2 kali setahun pada daerah dengan prevalensi cacingan 50% atau lebih.[7,8]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra