Pendahuluan Benzodiazepine Use Disorder
Benzodiazepine use disorder atau penyalahgunaan benzodiazepine adalah pola penggunaan obat-obat sedatif, hipnotik, atau ansiolitik yang menyebabkan gangguan klinis atau distress yang signifikan selama setidaknya 12 bulan. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5 (DSM-5). Contoh obat golongan benzodiazepine adalah lorazepam, diazepam, dan alprazolam.[1]
Benzodiazepine adalah zat heterosiklik dengan dua cincin yang berisi cincin benzene yang tergabung dalam cincin diazepine. Obat ini awalnya digunakan sebagai hipnotik sedatif dan antiansietas. Banyak pasien yang menggunakan obat ini tanpa alasan terapeutik yang jelas dan menyalahgunakan untuk efek rekreasional, terutama karena harga yang murah dan mudah didapat.[1,2]
Benzodiazepine relatif aman untuk penggunaan jangka pendek, sekitar 2 sampai 4 minggu, tetapi keamanannya belum ditetapkan pada penggunaan yang lebih panjang. Ketergantungan benzodiazepine dilaporkan terjadi pada sekitar setengah dari pasien yang menggunakan benzodiazepine selama lebih dari 1 bulan.[3]
Gejala benzodiazepine use disorder sulit dibedakan dengan gangguan tidur dan gangguan cemas. Benzodiazepine use disorder perlu dicurigai pada pasien yang menunjukkan perilaku mencari resep dari beberapa dokter berbeda, memperoleh resep dari apotek yang berbeda, dan memiliki resep yang tumpang tindih.
Gejala putus obat setelah penggunaan benzodiazepine jangka panjang berkaitan dengan keadaan hipereksitabilitas otak dan dapat dibagi menjadi gejala fisik, psikologis, dan sensorik. Bentuk gejala putus obat paling ringan adalah gejala rebound yang umum ditemukan pada pasien yang menggunakan benzodiazepine untuk gangguan tidur. Gejala fisik putus obat yang paling umum adalah ketegangan otot, kelemahan, kejang, dan nyeri. Gejala psikologis putus obat yang paling umum adalah kecemasan dan gangguan panik. Gejala sensorik putus obat dapat berupa hiperakusis, fotofobia, dan disestesia.[1-3]
Pilihan pendekatan tata laksana benzodiazepine use disorder tergantung pada penilaian risiko bahaya dan kekambuhan. Pasien berisiko rendah dapat dikelola dalam praktik umum dan dapat dikelola dengan penurunan dosis perlahan. Pasien risiko tinggi sebaiknya menjalani stabilisasi awal dan terapi pemeliharaan di pusat rehabilitasi.
Pengurangan dosis bertahap benzodiazepine merupakan pendekatan yang disukai. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan atau menghindari gejala putus obat. Penghentian benzodiazepine secara tiba-tiba pada pasien yang menggunakan dosis tinggi dapat menyebabkan kejang.[3-5]
Penulisan pertama oleh: dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ