Patofisiologi Gangguan Obsesif Kompulsif
Patofisiologi pasti gangguan obsesif kompulsif belum diketahui. Namun, diperkirakan melibatkan interaksi kompleks antara faktor neurobiologi, genetik, dan pengaruh lingkungan yang menimbulkan disrupsi pada sirkuit di otak.[5]
Faktor Neurobiologi
Patofisiologi neurobiologi gangguan obsesif kompulsif adalah akibat disregulasi neurotransmitter serotonin, dopamine, dan glutamate pada jaras cortico-striatal-thalamic-cortical (CSTC). Hal ini menyebabkan pasien mengalami disregulasi fungsi inhibisi, sehingga kesulitan untuk mengendalikan pikiran disruptif dan perilaku kompulsif.[6]
Hiperaktivasi korteks orbitofrontal pada jaras CSTC memediasi pikiran-pikiran berulang (yang umumnya bertema ancaman atau kecemasan), yang kemudian menimbulkan upaya-upaya untuk menetralisir ancaman atau kecemasan tersebut. Penelitian neuroimaging menunjukkan peningkatan aktivitas korteks orbitofrontal lateral dan medial pada anak-anak yang mengalami gangguan obsesif kompulsif.[7]
Tindakan kompulsif yang bersifat motorik adalah akibat disfungsi inhibisi pada ganglia basalis. Hal ini dibuktikan dengan adanya gerakan-gerakan berulang yang menyerupai kompulsi pada penyakit dengan kerusakan ganglia basalis, seperti sindrom Tourette, chorea Huntington, chorea Sydenham, dan pediatric autoimmune neuropsychiatric disorders associated with streptococcal infection (PANDAS).[8]
Faktor Genetik
Beberapa studi genetik telah menunjukkan berbagai gen kandidat potensial yang menyebabkan gangguan dalam serotonergik, katekolaminergik, dan glutamanergik. Meski demikian, studi-studi ini memiliki kualitas bukti yang lemah.
Studi genome-wide association yang lebih baru mengindikasikan bahwa gangguan obsesif kompulsif bersifat poligenik.[1]
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang telah teridentifikasi berperan dalam gangguan obsesif kompulsif meliputi komplikasi saat kelahiran dan kejadian traumatik atau menyebabkan stres.[1]