Diagnosis Mutisme Selektif
Diagnosis mutisme selektif ditegakkan berdasarkan kriteria dalam DSM 5 atau ICD 11. Umumnya anak dengan mutisme selektif memiliki kemampuan wicara yang baik, tetapi mereka menolak berbicara pada situasi sosial tertentu seperti sekolah. Anak bisa saja menggunakan metode komunikasi nonverbal sebagai gantinya, misalnya menggeram, menunjuk, atau menulis.[3,4,7] Diagnosis sebagian besar bisa ditegakkan berdasarkan wawancara dan observasi perilaku.[8]
Anamnesis
Keluhan utama anak dengan mutisme selektif biasanya adalah anak hanya diam saja selama di kelas, tidak merespon secara verbal pertanyaan atau perintah guru, atau tidak pernah mencoba berkomunikasi dengan teman-temannya. Meskipun begitu, perilaku anak di rumah biasanya normal. Sikap diam di lingkungan sosial tersebut dapat berdampak signifikan pada fungsi anak di sekolah, prestasi belajar, dan kehidupan sosial anak.[1,9]
Perkembangan bahasa anak dengan mutisme selektif umumnya normal. Tetapi, anak tidak mau memulai pembicaraan atau membalas ketika diajak berbicara orang dalam konteks interaksi sosial. Anak mungkin saja menggunakan cara komunikasi nonverbal dalam situasi-situasi sosial, atau memilih satu anggota keluarga atau teman sebagai penerjemah ucapannya. Kemudian, ketika berada di lingkungan yang lebih familiar, seperti di rumah, anak mau berbicara dengan nyaman.[1,3]
Selain menggali mengenai kondisi anak, anamnesis juga perlu berfokus pada faktor risiko yang diduga berkaitan. Hal ini mungkin mencakup riwayat gangguan cemas di keluarga, riwayat fobia sosial dan mutisme selektif, serta kemungkinan post traumatic stress disorder (PTSD). Anamnesis juga perlu menyelidiki bagaimana hubungan anak dengan orang tua, serta bagaimana dinamika internal di keluarga.[3]
Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik spesifik yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis mutisme selektif. Meski begitu, dalam pemeriksaan anak mungkin akan menampakkan tanda-tanda fisik dari kecemasan, seperti takikardia, peningkatan tekanan darah, dan tangan atau kaki berkeringat. Anak yang berusia lebih tua bisa menampilkan perilaku agresif ketika diperiksa, misalnya menolak diperiksa atau menunjukkan kemarahan ketika diperiksa.[10]
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang spesifik untuk mutisme selektif. Pemeriksaan audiometri umumnya tidak diperlukan karena biasanya pasien bisa berbicara normal dalam lingkungan yang familiar, seperti lingkungan rumah atau keluarga.
Untuk menunjang penegakan diagnosis, bisa dilakukan pemeriksaan dengan instrumen. Ada dua instrumen yang digunakan secara kombinasi, yaitu School Speech questionnaire (SSQ) dan Selective Mutism questionnaire (SMQ). SSQ berisi 6 pertanyaan dengan skala Likert yang diisi oleh guru di sekolah mengenai perilaku bicara anak di sekolah. SMQ berisi 32 pertanyaan dengan skala Likert yang diisi oleh orang tua mengenai perilaku bicara anak di rumah, sekolah, dan tempat umum.[2]
Kriteria Diagnosis Berdasarkan DSM 5
Kriteria diagnosis untuk mutisme selektif berdasarkan DSM 5 adalah sebagai berikut:
- Kegagalan yang konsisten untuk berbicara pada situasi-situasi sosial tertentu dimana pasien diharapkan berbicara (misalnya di sekolah) meskipun mampu berbicara normal pada situasi lainnya
- Gangguan yang terjadi menyebabkan masalah dalam pendidikan atau pekerjaan atau dengan komunikasi sosial
- Durasi gangguan ini minimal 1 bulan dan tidak pada bulan pertama sekolah
- Ketidakmampuan berbicara bukan disebabkan karena kurangnya pengetahuan atau ketidaknyamanan dengan bahasa atau ketentuan bahasa yang diperlukan dalam situasi tersebut
- Gangguan yang timbul tidak bisa dijelaskan oleh adanya gangguan komunikasi (misalnya gangguan kefasihan berbicara dengan awitan pada masa kanak) dan tidak muncul pada kondisi-kondisi seperti autisme spectrum disorder, schizophrenia, atau gangguan psikotik lain[1]
Kriteria Diagnosis Berdasarkan ICD 11
Mutisme selektif dalam ICD 11 digambarkan sebagai gangguan yang ditandai oleh adanya perilaku berbicara yang selektif secara konsisten, misalnya anak mampu menunjukkan kemampuan atau kompetensi bahasa yang memadai pada situasi sosial tertentu (seringkali di rumah), tapi gagal untuk berbicara pada situasi sosial lainnya (seringkali di sekolah).
Gangguan ini berlangsung setidaknya 1 bulan, tapi tidak pada bulan pertama sekolah, dan dengan tingkat keparahan yang menyebabkan gangguan pada prestasi sekolah atau komunikasi sosial. Kegagalan bicara bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan atau ketidaknyamanan dengan bahasa yang digunakan atau diperlukan dalam situasi sosial, misalnya pada kasus dimana bahasa yang digunakan di sekolah dan di rumah berbeda.[11]
Diagnosis Banding
Mutisme selektif perlu dibedakan dari gangguan komunikasi, gangguan psikotik, dan gangguan neurodevelopmental seperti autism spectrum disorder.
Gangguan Komunikasi
Mutisme selektif harus dibedakan dari gangguan komunikasi akibat gangguan wicara, gangguan bunyi bahasa, gagap, ataupun gangguan komunikasi sosial. Berbeda dengan mutisme selektif dimana pasien hanya menunjukkan gejala di keadaan tertentu (misal, sekolah) saja, sikap diam pada gangguan komunikasi tersebut tidak terbatas pada konteks sosial tertentu.
Gangguan Psikotik
Pasien dengan schizophrenia ataupun gangguan psikotik lain dapat memiliki keterbatasan kemampuan bicara. Berbeda dengan pasien psikosis, anak dengan mutisme selektif akan bersikap normal dalam situasi sosial yang familiar, misalnya lingkungan rumah.
Gangguan Neurodevelopmental
Pasien dengan autisme, sindrom Asperger ataupun disabilitas intelektual menunjukkan sikap diam sebagai manifestasi klinis dari defek yang dialami. Sikap diam akan tetap ada terlepas dari konteks sosial, sehingga akan berbeda dengan mutisme selektif. Pasien dengan gangguan neurodevelopmental juga akan menunjukkan fitur klinis yang khas sesuai diagnosis, seperti kurangnya kontak mata pada anak dengan autisme.[1,3-5]