Pendahuluan Psikosomatis
Psikosomatis atau somatoform disorder adalah berbagai gangguan mental emosional yang bermanifestasi sebagai gejala fisik yang tidak bisa dijelaskan patofisiologinya.[1-3]
Gangguan ini dalam ICD 10 (international classification of diseases) sebagian besar masuk pada klasifikasi gangguan somatoform, gangguan disosiatif/konversi, neurasthenia, serta faktor psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan penyakit fisik. Sedangkan dalam DSM 5 (diagnostic and statistical manual of mental disorders), gangguan ini dimasukkan dalam kelompok somatic symptom and related disorders.[1–3]
Psikosomatis merupakan masalah serius di layanan primer, karena dokter harus menyingkirkan semua kemungkinan diagnosis fisik sebelum menegakkan diagnosis ini. Dokter juga harus bisa mengenali adanya gangguan mental lain, misalnya cemas atau depresi, yang mendasari timbulnya keluhan-keluhan fisik.[4]
Bila tidak segera dikenali dan diberi penanganan yang sesuai, seringkali menyebabkan pasien dengan gangguan somatoform berkonsultasi dengan banyak dokter/spesialis dan mengonsumsi sejumlah besar obat yang sebenarnya tidak diperlukan. Penelitian terdahulu menunjukkan hanya 33−60% pasien psikosomatis yang terdeteksi di layanan primer.[5,6,14]
Diagnosis psikosomatis ditegakkan berdasarkan kriteria ICD 10 atau DSM 5. Pasien dengan gangguan ini seringkali memanfaatkan fasilitas kesehatan secara berlebihan dan meminta pemeriksaan penunjang yang tidak diperlukan, sehingga menjadi beban biaya pelayanan kesehatan. Jika tidak mendapatkan penanganan dengan baik, gangguan ini menjadi kronis dan mengganggu kualitas hidup pasien.[1-3]
Manajemen psikosomatis menggunakan kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi, di antaranya antidepresan dan antiansietas. Pemberian psikoterapi bertujuan untuk memperbaiki distorsi pikiran dan tilikan diri pasien.[1-3]