Kriteria Diagnosis Psikosomatis
Kriteria diagnosis psikosomatis atau somatoform disorder terdapat sedikit perbedaan antara kriteria ICD 10 ICD 10 (international classification of diseases) dengan kriteria DSM 5 (diagnostic and statistical manual of mental disorders).[1,2]
Kriteria Diagnosis Berdasarkan ICD 10
Dalam ICD 10, psikosomatis masuk pada klasifikasi gangguan somatoform, gangguan disosiatif/konversi, neurasthenia, serta faktor psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan penyakit fisik.[1]
Gangguan Somatoform
Gangguan somatoform adalah gangguan mental dengan presentasi berupa keluhan gejala-gejala fisik, yang disertai dengan keinginan yang persisten untuk memeriksakan diri ke spesialis atau melakukan pemeriksaan penunjang. Keterangan dokter yang menyatakan dirinya sehat atau hasil pemeriksaan yang normal tidak dapat meyakinkan bahwa dia sebenarnya sehat.[1]
Dalam ICD 10, ada beberapa gangguan yang masuk dalam kelompok gangguan somatoform, yaitu gangguan somatisasi, gangguan somatoform tak terinci, gangguan hipokondrik, gangguan disfungsi otonom, dan gangguan nyeri menetap.[1]
Kriteria Diagnosis Gangguan Somatisasi:
- Keluhan selama dua tahun lebih, dan terdapat beberapa keluhan fisik pada sistem tubuh yang berbeda-beda yang tidak bisa dijelaskan penyebab organiknya.
- Penolakan terhadap penjelasan atau pernyataan dari beberapa dokter yang menyatakan bahwa tidak ada kelainan organik yang dapat menerangkan keluhan yang dialami, atau penjelasan bahwa keluhan bersifat psikologis.
- Terdapat gangguan dalam fungsi sosial dan keluarga akibat gejala-gejala yang dikeluhkan dan gangguan perilaku yang ditimbulkan[1]
Kriteria Diagnosis Gangguan Somatoform Tak Terinci:
- Keluhan fisik multipel atau meliputi berbagai sistem, tetapi intensitas lebih kurang daripada gangguan somatisasi, termasuk jumlah keluhan fisik, persistensi, dan durasi waktu.[1]
Kriteria Diagnosis Gangguan Hipokondrik:
- Kepercayaan bahwa ada satu penyakit berat yang mendasari berbagai keluhan yang dirasakan. Meskipun telah berulang kali melakukan pemeriksaan dokter dan pemeriksaan penunjang yang menunjukkan hasil normal.
- Preokupasi yang menetap tentang adanya deformitas atau kecacatan pada tubuhnya.
- Penolakan untuk menerima nasehat atau penjelasan dari berbagai dokter yang dikunjungi bahwa tidak ada penyakit atau abnormalitas fisik yang mendasari keluhan.[1]
Kriteria Diagnosis Gangguan Disfungsi Otonom:
- Gejala-gejala fisik yang dikeluhkan berhubungan dengan organ yang dikendalikan oleh sistem saraf otonom, yaitu kardiovaskular, respirasi, atau gastrointestinal. Gejala-gejala yang menunjukkan peningkatan tonus otonom misalnya palpitasi, napas cepat, banyak berkeringat, tremor, flushing, atau diare yang terus menerus dan mengganggu
- Terdapat gejala-gejala subjektif tambahan yang mengarah ke organ atau sistem tertentu.
- Preokupasi dan distress yang timbul akibat kemungkinan adanya penyakit berat yang tidak spesifik pada organ atau sistem di atas
- Tidak ada bukti yang menunjukkan adanya gangguan struktur atau fungsi pada organ dan sistem di atas.
- Penjelasan dan nasihat dari dokter tidak bisa menghilangkannya[1]
Kriteria Diagnosis Gangguan Nyeri Menetap:
- Keluhan utama berupa nyeri yang menetap, berat, dan menimbulkan distress, yang tidak bisa diterangkan secara fisiologis atau medis
- Nyeri timbul berhubungan dengan konflik emosional atau masalah psikososial yang cukup signifikan untuk dipertimbangkan sebagai penyebab nyeri
- Peningkatan dukungan dan perhatian seringkali didapatkan oleh pasien karena keluhannya[1]
Gangguan Disosiatif
Gejala utama gangguan disosiatif adalah adanya kehilangan integrasi normal, baik parsial maupun komplit. Integritas yang hilang diluar kendali kesadaran, termasuk memori, kesadaran akan identitas diri, fungsi sensorik, dan fungsi motorik.[1]
Dalam ICD 10, gangguan yang masuk dalam kelompok gangguan disosiatif adalah amnesia disosiatif, fugue disosiatif, stupor disosiatif, gangguan trans dan kesurupan, gangguan motorik disosiatif, konvulsi disosiatif, serta anestesia dan kehilangan sensorik disosiatif.[1]
Kriteria Diagnosis Amnesia Disosiatif:
Gejala utama adalah hilangnya daya ingat, yang biasanya mengenai kejadian penting yang baru terjadi (selektif). Amnesia bukan disebabkan oleh gangguan mental organik dan terlalu luas untuk dijelaskan atas dasar kelupaan yang umum terjadi akibat kelelahan. Diagnosis pasti harus ada faktor berikut:
- Amnesia total atau parsial mengenai kejadian stressfull atau traumatik yang baru terjadi
- Tidak ada gangguan mental organik, intoksikasi, atau kelelahan berlebihan[1]
Kriteria Diagnosis Fugue Disosiatif:
Untuk menegakkan diagnosis gangguan ini, harus ada ketiga gejala berikut:
- Gejala-gejala amnesia disosiatif
- Perjalanan tertentu yang melampaui hal umum yang dilakukannya sehari-hari
- Kemampuan dasar mengurus diri tetap baik, seperti makan dan mandi, serta masih dapat melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang-orang yang belum dikenal, misalnya membeli karcis atau bensin, menanyakan arah, dan memesan makanan[1]
Kriteria Diagnosis Stupor Disosiatif:
Tiga gejala yang harus ada untuk menegakkan diagnosis gangguan ini adalah:
- Stupor, yaitu respon atau gerakan volunteer yang sangat berkurang/hilang terhadap rangsangan luar, seperti cahaya, suara dan perabaan, sedangkan kesadaran tidak hilang
- Tidak ditemukan adanya gangguan fisik ataupun gangguan jiwa lain yang dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut
- Terdapat masalah atau kejadian baru yang stressful sebagai psychogenic causation[1]
Kriteria Diagnosis Gangguan Trans dan Kesurupan:
- Kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya. Dalam beberapa kejadian, individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat, atau kekuatan lain
- Bersifat involunter atau di luar kemauan individu, bukan merupakan aktivitas biasa, dan bukan merupakan kegiatan keagamaan atau budaya yang boleh dimasukkan dalam pengertian ini
- Tidak ada penyebab organik, misalnya epilepsi lobus temporalis, cedera kepala, atau intoksikasi zat psikoaktif, dan bukan bagian dari gangguan jiwa tertentu, misalnya skizofrenia atau gangguan kepribadian multipel[1]
Kriteria Diagnosis Gangguan Motorik Disosiatif:
- Bentuk yang paling umum adalah ketidakmampuan menggerakkan seluruh atau sebagaian anggota gerak, baik tangan, kaki, atau keduanya
- Konsep penderita mengenai gangguan fisik seringkali berbeda dengan prinsip fisiologi atau anatomi[1]
Kriteria Diagnosis Konvulsi Disosiatif (Pseudoseizures):
- Gerakan dapat sangat mirip dengan kejang epilepsi, tetapi sangat jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan, dan ngompol
- Tidak dijumpai kehilangan kesadaran, atau dapat diganti dengan keadaan stupor atau trans[1]
Kriteria Diagnosis Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif:
- Anestesi pada kulit seringkali mempunyai batas yang tegas, yang menggambarkan pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya dan bukan menggambarkan kondisi klinis sebenarnya
- Dapat terjadi perbedaan antara hilangnya perasaan pada berbagai jenis penginderaan yang tidak mungkin disebabkan oleh kerusakan neurologis, misalnya anestesi yang disertai parestesia
- Kehilangan penglihatan jarang bersifat total, lebih banyak berupa gangguan ketajaman penglihatan, penglihatan kabur, atau tunnel vision. Namun, gangguan penglihatan ini tidak dipengaruhi perubahan jarak mata dari titik fokus, dan tidak mempengaruhi mobilitas dan kemampuan motorik pasien
- Tuli dan anosmia disosiatif jauh lebih jarang jika dibandingkan dengan hilang rasa dan penglihatan disosiatif[1]
Neurastenia
Neurastenia adalah keluhan rasa lelah yang menetap dan mengganggu kegiatan sehari-hari. Badan terasa lelah atau kehabisan tenaga hanya setelah kegiatan ringan saja. Diagnosis pasti neurasthenia memerlukan paling sedikit dua kondisi di bawah ini:
- Rasa sakit dan nyeri otot-otot, serta pusing kepala (dizziness)
- Sakit kepala (tension headaches) hingga gangguan tidur
- Tidak dapat merasa rileks (inability to relax), sensitif atau mudah tersinggung (irritability), dan dispepsia[1]
Walau ditemukan gejala anatomi, keadaan tersebut tidak cukup menetap dan berat untuk dapat menyebabkan keluhan tersebut. Harus diusahakan terlebih dahulu menyingkirkan kemungkinan gangguan depresif atau gangguan anxietas.[1]
Faktor Psikologis dan Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan atau Penyakit Fisik
Kategori ini digunakan untuk mencatat adanya pengaruh psikologis atau perilaku yang diperhitungkan mempunyai peranan besar dalam etiologi terjadinya gangguan fisik yang diklasifikasi di bab lain pada ICD 10. Gangguan fisik di bab lain di antaranya asma, dermatitis/eczema, urtikaria, tukak lambung, kolitis ulseratif, atau kolitis mukus.[1]
Kriteria Diagnosis Berdasarkan DSM 5
Dalam DSM 5, psikosomatis atau somatoform disorders masuk dalam klasifikasi somatic symptoms and related disorders. Klasifikasi tersebut mencakup somatic symptoms disorders, illness anxiety disorder, gangguan konversi, dan faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis lainnya.[2,4]
Somatic Symptoms Disorders
Somatic symptoms disorders memiliki satu atau lebih gejala somatik yang menimbulkan distress atau gangguan yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Gejala somatik menyebabkan pikiran, perasaan, atau perilaku yang berlebihan sehingga bermanifestasi sebagai:
- Pikiran tidak proporsional dan persisten mengenai keseriusan gejala-gejala yang dialami
- Kecemasan tinggi yang persisten tentang kesehatan atau gejala
- Penggunaan waktu dan tenaga yang berlebihan terhadap gejala-gejala atau kekhawatiran ini[2,4]
Meskipun gejala seringkali hilang timbul, tetapi keyakinan akan kondisi medis yang dialami bersifat menetap lebih dari 6 bulan. Gangguan somatoform lain dapat menjadi gejala spesifik, misalnya somatic symptoms disorders dengan predominan nyeri.[2,4]
Illness Anxiety Disorder
Illness anxiety disorder merupakan preokupasi bahwa pasien mengalami atau mendapatkan masalah medis serius. Gejala-gejala somatik biasanya tidak ada, atau hanya dalam intensitas ringan. Bila ada masalah medis atau risiko timbul masalah medis, terjadi preokupasi yang jelas, sangat eksesif, dan tidak proporsional.[2,4]
Preokupasi terhadap penyakit sudah berlangsung setidaknya 6 bulan, tetapi penyakit yang dikhawatirkan bisa berubah seiring waktu. Preokupasi terkait penyakit tidak bisa dijelaskan oleh adanya gangguan mental lain.[2,4]
Pasien mengalami kecemasan tinggi atau mudah khawatir sehingga melakukan perilaku berlebih dalam upaya menjaga kesehatannya, misalnya berkali-kali memeriksa tubuhnya atau bahkan menghindar dari rumah sakit atau dokter (maladaptive).[2,4]
Gangguan Konversi
Gangguan konversi memiliki satu atau lebih gejala yang menunjukkan gangguan fungsi motorik atau sensorik volunteer. Namun, temuan klinis menunjukkan ketidaksesuaian antara keluhan dengan kondisi neurologis atau medis.[2,4]
Gejala atau defisit yang dialami tidak bisa dijelaskan oleh kondisi medis atau gangguan mental lainnya. Kondisi yang dialami menimbulkan distress atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi lain secara signifikan.[2,4]
Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Kondisi Medis Lainnya
Pada pasien ini terdapat kondisi atau gejala medis yang nyata. Namun, faktor psikologis dan perilaku yang dimaksud tidak bisa dijelaskan oleh adanya kondisi mental lain. Faktor psikologis atau perilaku yang mempengaruhi kondisi medis secara negatif dapat terjadi melalui salah satu mekanisme berikut:
- Terjadi hubungan sementara antara faktor psikologis dengan eksaserbasi atau perlambatan proses pemulihan dari kondisi medis
- Mengganggu manajemen atau terapi kondisi medis
- Menambah faktor risiko terhadap kesehatan individu
- Mempengaruhi proses patofisiologi, yaitu memicu atau memperberat gejala sehingga menyebabkan individu membutuhkan penanganan medis[2,4]