Diagnosis Bronkitis Akut
Diagnosis bronkitis akut biasanya ditandai dengan gejala utama berupa batuk yang berlangsung lebih dari 5 hari, sering disertai dengan produksi sputum yang dapat berwarna kuning atau hijau. Pasien juga dapat mengalami sesak napas, nyeri dada ringan, demam, dan kelelahan. Pemeriksaan tambahan seperti tes sputum atau radiografi dada dapat dipertimbangkan, misalnya untuk mengecualikan pneumonia.[1,2]
Anamnesis
Saat anamnesis, selain gejala perlu ditanyakan informasi mengenai faktor risiko seperti paparan dengan orang yang kemungkinan terinfeksi, riwayat merokok, paparan alergen atau iritan, riwayat vaksinasi pertusis, dan riwayat asma.[2,3]
Batuk
Batuk adalah keluhan yang paling menonjol pada bronkitis akut. Pada sebagian besar kasus, batuk disertai dengan produksi sputum (batuk produktif), namun pada fase awal atau pada infeksi virus influenza, pasien dapat mengeluhkan batuk kering yang mengganggu. Sputum pada bronkitis akut bisa berwarna jernih, putih, purulen (hijau/kuning), atau terdapat sedikit darah.
Batuk pada bronkitis akut biasanya berlangsung selama 10-20 hari dengan rerata 18 hari. Namun, pada beberapa kasus bisa berlangsung hingga lebih dari 1 bulan.[1-3]
Gejala Non-Spesifik
Batuk dapat disertai gejala non-spesifik saluran pernapasan akut lain seperti rinorea, nyeri tenggorokan, suara serak, dispnea, wheezing, dan batuk malam hari. Selain itu, juga dapat muncul gejala demam ringan, kelelahan, nyeri kepala, dan mialgia. Gejala sistemik biasanya reda dalam beberapa hari, sedangkan batuk dan produksi sputum masih dapat berlangsung hingga 2-3 minggu.
Jika ada keterlibatan trakea (trakeobronkitis akut), dapat muncul gejala seperti rasa terbakar dan nyeri dada substernal saat bernapas atau batuk. Batuk paroksismal diikuti whoop inspirasi atau muntah setelah batuk perlu dicurigai sebagai infeksi B. pertussis.[1-4]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam ringan, takikardia, eritema faring, limfadenopati terlokalisir, dan rinorea. Pada pemeriksaan paru, dapat ditemukan ronki kasar di kedua lapang paru, wheezing, pemanjangan fase ekspirasi atau tanda obstruktif lainnya.
Ekspirasi maksimal dapat dilakukan untuk mendeteksi wheezing. Ronki dapat terdengar lebih keras saat batuk dan menghilang setelah batuk dimana hal ini menunjukkan bahwa sekret atau obstruksi saluran pernapasan penyebab bunyi ronki tersebut dapat berkurang dengan upaya batuk/dibatukkan. Wheezing pada area paru yang luas, bernada tinggi, disertai dengan penggunaan otot tambahan dapat ditemukan pada bronkitis akut berat.[1-4]
Kemungkinan progresi/komplikasi ke arah pneumonia perlu diwaspadai jika terjadi perburukan tanda vital, disertai temuan ronki, egofoni, atau fremitus pada pemeriksaan fisik paru. Pemantauan tanda vital lebih ketat diperlukan pada pasien dengan komorbid penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), penyakit kardiovaskular, imunodefisiensi, dan penyakit kronis lain.[1,2,4]
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit lain dengan gejala batuk akut perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, terutama jika batuk menetap hingga >3 minggu.[1,3]
Infeksi Saluran Pernapasan Atas Ringan
Pada fase awal infeksi, gejala infeksi saluran pernapasan atas ringan dan bronkitis akut dapat saling tumpang tindih sehingga sulit dibedakan. Pada infeksi saluran pernapasan atas ringan, batuk bukanlah gejala yang paling menonjol seperti pada bronkitis akut. Gejala dapat lebih jelas dibedakan seiring perjalanan penyakit atau perkembangan infeksi.
Pada infeksi saluran pernapasan atas ringan, gejala lebih dominan di saluran pernapasan atas dan umumnya sembuh dalam beberapa hari, sedangkan pada bronkitis akut, gejala lebih dominan di saluran pernapasan bawah dan berlangsung hingga 1-3 minggu.[1,2,5]
Asma
Bronkitis akut menyebabkan abnormalitas paru sementara sehingga temuan abnormalitas paru persisten setelah fase akut perlu dicurigai diagnosis banding asma. Asma juga perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding pada pasien dengan episode repetitif bronkitis akut.
Pada asma, dapat muncul gejala batuk, sesak napas, nyeri dada, dan wheezing seperti pada bronkitis akut. Namun, batuk pada asma tidak produktif dan tidak disertai demam. Selain itu, pada asma dapat terjadi manifestasi alergi di kulit seperti dermatitis atopik. Anamnesis riwayat dan pemeriksaan spirometri dengan bronkodilatasi atau tes provokasi dengan methacholine challenge test dapat membantu membedakan asma dari bronkitis akut.[2,6]
Pneumonia
Pada pneumonia dapat muncul gejala batuk produktif, sesak napas, nyeri dada, demam, dan Lelah atau lesu seperti pada bronkitis akut. Pneumonia perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding jika ditemukan perburukan tanda vital dan tanda konsolidasi paru fokal seperti egofoni atau fremitus pada pemeriksaan fisik paru.
Rontgen toraks dapat membedakan pneumonia dengan bronkitis akut dimana pada pneumonia akan nampak infiltrate pada parenkim paru.[2,7]
Pertusis
B. pertussis merupakan salah satu penyebab bronkitis akut meskipun jarang. Pertusis dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding pada pasien dengan gejala batuk melebihi 2-3 minggu. Pertusis lebih sering terjadi pada anak, sehingga perlu dicurigai pada pasien anak dengan batuk berat yang spasmodik, terutama jika diakhiri dengan muntah setiap habis batuk (post-tussive emesis) atau wajah memerah.
Pertusis juga perlu dicurigai jika terdapat riwayat paparan (wabah atau kontak dengan pasien pertusis). Pertusis umumnya muncul seperti bronkitis berat. Faktor yang membedakan pertusis dengan bronkitis akut adalah batuk pada pertusis umumnya tidak disertai produksi sputum, dan bersifat persisten hingga beberapa minggu-bulan. Selain itu, presentasi klinis yang muncul pada pertusis akan mengikuti 3 fase perjalanan penyakitnya (fase kataral, fase paroksismal, fase konvalesen).[2,8]
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
Pada COVID-19 dapat muncul gejala saluran pernapasan akut baik atas maupun bawah sehingga perlu dipertimbangkan juga sebagai diagnosis banding bronkitis akut. Pemeriksaan penunjang diagnostik COVID-19 diindikasikan pada pasien dengan gejala berat yang memerlukan rawat inap. Konfirmasi infeksi COVID-19 dilakukan dengan uji PCR atau tes antigen.[2,9]
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosis definitif bronkitis akut. Diagnosis bronkitis akut umumnya ditegakkan secara klinis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika tanda vital normal dan tidak ditemukan tanda pneumonia, pemeriksaan penunjang lanjutan umumnya tidak diperlukan, kecuali pada pasien usia >75 tahun atau pasien dengan gangguan neurokognitif.[1,2]
Rontgen Toraks
Temuan rontgen toraks pada bronkitis akut tidak spesifik dan seringkali normal. Pada beberapa kasus, dapat ditemukan peningkatan corakan interstisial yang menunjukkan penebalan dinding bronkus.
Rontgen toraks direkomendasikan jika temuan klinis menunjukkan tanda yang mengarah ke pneumonia dan tanda konsolidasi paru fokal seperti egofoni atau fremitus pada pemeriksaan fisik. Perlu diperhatikan bahwa gejala dan tanda pneumonia pada pasien lanjut usia tidak terlalu jelas, sehingga rontgen toraks perlu dilakukan pada pasien lanjut usia meskipun tidak ditemukan tanda klinis pneumonia.[1-3]
Spirometri
Pada 40% kasus, spirometri dapat menunjukkan reaksi hiperresponsif sementara pada bronkus (transient bronchial hyperresponsiveness), yaitu penurunan forced expiratory volume 1 detik (FEV1) karena terjadinya bronkospasme pada bronkitis akut. FEV1 akan kembali normal setelah 4-6 minggu, artinya obstruksi saluran pernapasan dan reaksi hiperresponsif bronkus pada bronkitis akut bersifat reversible.[1-3]
Pemeriksaan Darah dan Panel Kimia
Pemeriksaan darah lengkap dan panel kimia merupakan bagian dari penunjang diagnostik yang biasanya dilakukan pada pasien demam, tetapi pemeriksaan ini tidak bersifat spesifik untuk diagnosis bronkitis akut. Pada bronkitis akut, dapat ditemukan peningkatan ringan leukosit.[1,3]
Pemeriksaan kadar prokalsitonin dapat membantu membedakan penyebab bakterial atau non-bakterial dimana kadar prokalsitonin yang tinggi mendukung kecurigaan infeksi bakteri. Studi menunjukkan kadar prokalsitonin ≥0,25 mcg/L pada pasien non-intensive care unit (ICU) dan >0,5 mcg/L pada pasien ICU dapat menjadi indikator inisiasi terapi antibiotik. Selanjutnya, penurunan kadar prokalsitonin sebesar ≥80% dapat menjadi petunjuk untuk menghentikan terapi antibiotik.[1,3]
Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan kultur virus, serologi, dan analisis sputum tidak dilakukan rutin karena organisme patogen jarang teridentifikasi pada pemeriksaan tersebut.[2,3]
Pemeriksaan cepat (rapid test) influenza dapat dilakukan pada populasi spesifik yang berisiko tinggi terjadi komplikasi seperti populasi lanjut usia, anak-anak, wanita hamil, dan individu dengan penyakit kronis. Pemeriksaan cepat juga dapat dilakukan pada tenaga kesehatan dengan gejala saluran pernapasan untuk menilai adanya infeksi virus influenza dan menentukan terapi.[1,3]
Pewarnaan Gram dan kultur sputum bakterial umumnya tidak diperlukan karena bakteri jarang ditemukan sebagai penyebab bronkitis akut di mana sebagian besar kasus disebabkan oleh virus. Pewarnaan Gram dan kultur sputum seringkali negatif atau hanya menunjukkan flora normal saluran pernapasan, sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu menegakkan diagnosis. Kultur darah dilakukan jika terjadi komplikasi superinfeksi bakteri.[1,2,3]
Jika dicurigai penyebab bakterial, pemeriksaan multiplex polymerase-chain-reaction (PCR) swab atau aspirat nasofaring dapat dilakukan. Metode ini lebih sensitif dan spesifik dibandingkan metode kultur bakteri. Metode ini dapat mendeteksi bakteri saluran pernapasan seperti B. pertussis, M. pneumoniae, atau C. pneumoniae.[1,8]
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggita