Pendahuluan Cegukan
Cegukan (hiccup) atau yang dikenal juga sebagai singultus adalah kontraksi involunter otot diafragma dan otot-otot interkostal, yang diikuti oleh penutupan spontan dari glotis. Umumnya, cegukan bersifat sementara dan dapat menghilang secara spontan dalam waktu <48 jam. Jika berlangsung >48 jam, kasus dapat dikategorikan sebagai cegukan persisten. Jika berlangsung >1 bulan, kasus disebut sebagai cegukan intraktabel.[1,2]
Cegukan dapat terjadi pada segala kelompok usia, mulai dari janin dalam uterus, bayi, anak-anak, hingga orang dewasa. Patofisiologi cegukan dilaporkan cukup kompleks karena melibatkan komponen jaras aferen, pusat pengaturan refleks cegukan, dan jaras eferen. Neurotransmiter gamma aminobutyric acid (GABA) dan dopamin juga berperan dalam patofisiologi cegukan. Cegukan sering kali merupakan gejala dari suatu penyakit yang mendasarinya.[1-3]
Penegakkan diagnosis cegukan berfokus pada anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengkaji faktor risiko dan kemungkinan etiologi. Pemeriksaan penunjang diindikasikan untuk menentukan etiologi, khususnya pada kasus cegukan persisten dan intraktabel.
Cegukan umumnya bersifat self-limited dan bisa ditata laksana secara nonfarmakologis, yaitu dengan manuver yang menginduksi hiperkapnia dan menstimulasi nasofaring, glotis, serta nervus vagus. Prinsip penatalaksanaan pada kasus yang persisten dan intraktabel adalah identifikasi etiologi yang mendasarinya. Bila etiologi spesifik sulit diidentifikasi, terapi simtomatik dengan chlorpromazine, metoklopramid, gabapentin, dan baclofen dapat diberikan.[1-3]