Diagnosis Fraktur Hidung
Diagnosis fraktur hidung perlu dipikirkan pada pasien trauma dengan gejala klinis meliputi deformitas hidung, epistaksis, edema, rasa nyeri, serta kesulitan bernapas. Pemeriksaan fisik dan radiologis, termasuk rontgen nasoalveolar, diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan menilai tingkat keparahan fraktur.[1,2,6]
Fraktur hidung dapat diklasifikasikan sesuai dengan tingkat keparahannya yang dilihat dari fraktur terbuka atau tertutup, displaced atau non-displaced, simpel atau comminuted:
- Tipe 1: trauma terjadi hanya pada jaringan lunak
- Tipe 2a: simpel, fraktur unilateral non-displaced
- Tipe 2b: simpel, bilateral non-displaced
- Tipe 3: simpel, fraktur displaced
- Tipe 4: fraktur closed comminuted
- Tipe 5: fraktur open comminuted atau fraktur komplikasi[1,6]
Anamnesis
Dalam anamnesis fraktur hidung, gali informasi terkait dengan kejadian atau trauma yang mungkin menjadi penyebab fraktur. Hal ini termasuk mekanisme trauma, seperti apakah terjadi benturan langsung pada hidung, kecelakaan, atau aktivitas olahraga yang terlibat. Pasien juga mungkin melaporkan gejala seperti nyeri hidung, epistaksis, kesulitan bernapas, deformitas hidung, dan pembengkakan.
Evaluasi pula mengenai riwayat medis pasien, termasuk apakah ada kondisi pre-existing yang dapat mempengaruhi penyembuhan fraktur, seperti osteoporosis atau kelainan darah. Selain itu, tanyakan apakah pasien menggunakan obat-obatan tertentu atau memiliki alergi yang relevan.[4,9,10]
Mekanisme Trauma
Gali informasi terkait dengan mekanisme cedera yang mungkin menjadi penyebab fraktur hidung, seperti apakah terjadi benturan langsung pada hidung, kecelakaan, atau aktivitas olahraga.[4,9,10]
Gejala
Pasien mungkin melaporkan gejala seperti nyeri hidung, epistaksis, kesulitan bernapas, deformitas hidung, dan edema.[4,9,10]
Riwayat Medis
Tanyakan mengenai riwayat medis, termasuk apakah ada kondisi komorbid yang dapat mempengaruhi penyembuhan fraktur, seperti osteoporosis atau kelainan darah. Tanyakan pula apakah pasien menggunakan obat-obatan tertentu atau memiliki alergi.[4,9,10]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kondisi yang dapat membahayakan nyawa terlebih dahulu, seperti memeriksa jalan napas, pernapasan, sirkulasi dan disabilitas. Setelah menyingkirkan kemungkinan kondisi yang membahayakan nyawa, maka pemeriksaan fisik lanjutan untuk memeriksa fraktur hidung dapat dilakukan.[2]
Inspeksi
Pada pemeriksaan fisik, bisa ditemukan deformitas atau deviasi pada struktur hidung. Selain itu, bisa juga tampak hematoma atau bengkak di sekitar mata, terutama di daerah periorbital.[1,2,6,11]
Palpasi
Temuan lain adalah adanya epistaksis dan nyeri tekan.[1,2,6,11]
Rinoskopi
Dengan menggunakan alat rinoskop, dapat dievaluasi adanya kelainan pada septum atau dinding hidung. Lakukan evaluasi hematoma septum.[1,2,6,11]
Pemeriksaan terhadap Mobilitas Hidung
Periksa mobilitas tulang hidung dengan memberikan tekanan ringan pada bagian hidung yang terkena dan menilai apakah terdapat gerakan yang tidak semestinya.[1,2,6,11]
Pengujian Fungsi Olfaktori
Tes penciuman dapat dilakukan untuk menilai apakah fraktur hidung berpotensi memengaruhi kemampuan penciuman pasien.[1,2,6,11]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada fraktur hidung dapat mencakup jenis cedera tulang pada kerangka wajah di sekitarnya.
Nasoorbitoethmoid (NOE) Complex Fracture
NOE complex fracture melibatkan fraktur pada tulang hidung, bagian dari tulang ethmoid, dan tulang orbital (bagian medial). NOE complex fracture dapat menyebabkan gangguan penglihatan, serta perubahan pada struktur wajah dan keseimbangan. Pemeriksaan oftalmologi dan evaluasi keseimbangan dapat membantu membedakan dari fraktur hidung biasa. Untuk memastikan bisa dilakukan pemeriksaan CT scan untuk memvisualisasikan kerusakan pada tulang hidung, ethmoid, dan orbita secara lebih rinci.[2,12]
Fraktur Orbital
Fraktur orbital melibatkan patah atau kerusakan pada salah satu atau beberapa tulang yang membentuk rongga mata. Fraktur orbital sering kali disertai dengan gejala seperti proptosis, gangguan penglihatan, atau nyeri pada gerakan bola mata. Pemeriksaan oftalmologi diperlukan untuk menilai kerusakan pada mata dan saraf optik. CT scan atau radiografi orbital dapat membantu memvisualisasikan fraktur pada tulang sekitar mata.[2]
Fraktur Kranium (Cranial Fracture)
Fraktur tengkorak atau kranium melibatkan kerusakan pada tulang-tulang tengkorak, yang melindungi otak. Fraktur kranium dapat menyebabkan gejala neurologis seperti kehilangan kesadaran, kejang, atau kelumpuhan. CT scan kepala adalah pilihan pemeriksaan utama untuk mendeteksi fraktur tengkorak.[2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat mengonfirmasi diagnosis fraktur hidung dan derajat keparahan fraktur.
Rontgen Nasoalveolar (Nasoalveolar X-ray)
Rontgen nasoalveolar dilakukan untuk mendeteksi fraktur pada tulang hidung dan menganalisis posisi serta kestabilan fragmen tulang. Pemeriksaan ini bisa memperlihatkan adanya fraktur pada tulang hidung, posisi dan deviasi fragmen, serta mungkin juga memperlihatkan fraktur pada bagian lain dari wajah.[1,2]
Computed Tomography (CT)
CT scan memberikan visualisasi yang lebih terperinci mengenai kerusakan pada tulang hidung dan struktur sekitarnya, serta dapat mendeteksi fraktur yang mungkin tidak terlihat pada rontgen biasa. CT scan juga memungkinkan identifikasi fraktur pada tulang ethmoid dan struktur orbital atau tengkorak yang terlibat.[1,2]
Endoskopi Hidung (Nasal Endoscopy)
Endoskopi hidung dapat dilakukan untuk memeriksa kondisi dalam hidung, khususnya septum hidung dan dinding lateral, serta memastikan apakah terdapat deviasi atau kerusakan. Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi langsung terhadap tulang hidung dan membran mukosa untuk menilai deviasi atau perubahan bentuk.[1,2]