Pendahuluan Laringitis
Laringitis adalah inflamasi pada mukosa laring yang kebanyakan disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan. Laringitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Pada laringitis akut, onset penyakit mendadak dan umumnya self limited. Pada laringitis kronik, perlu dipikirkan penyakit yang mendasari, misalnya alergi atau gastroesophageal reflux disease.
Epiglotitis akut merupakan bagian dari laringitis akibat infeksi bakteri, biasanya disebabkan oleh Streptococcus beta hemoliticus atau Haemophilus influenzae tipe B. Sementara croup merupakan laringotrakeobronkitis akibat infeksi virus pada anak. Etiologi lain yang dapat menyebabkan laringitis adalah trauma dan kondisi inflamasi kronik. Risiko meningkat pada overuse plika vokalis (contoh : berteriak atau bernyanyi), merokok, sleep apnea, dan imunokompromais.[1,2]
Laringitis dapat diketahui dengan adanya tanda dan gejala berupa disfonia, disfagia, odinofagia, tenggorokan kering dan gatal, globus faringeus, batuk kering kronik, edema laring, dan pada kondisi yang berat dapat timbul stridor. Pemeriksaan fisik pada laringitis difokuskan untuk menilai patensi saluran napas, adanya perubahan mukosa, adanya sekresi, dan massa pada laring.[1]
Pemeriksaan penunjang seperti laringoskopi dapat dilakukan jika gejala tidak membaik setelah 3 minggu dan ditemukan adanya indikasi lain, seperti stridor, riwayat pembedahan pada daerah leher, dan riwayat intubasi endotrakea. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pencitraan dan biopsi.[1,3]
Tata laksana laringitis dibagi berdasarkan laringitis akut dan kronik. Pada laringitis akut perlu diperhatikan apakah inflamasi yang terjadi menyebabkan obstruksi saluran napas. Jika terjadi obstruksi, maka tindakan intubasi atau trakeostomi diperlukan. Tata laksana lain pada laringitis akut bersifat konservatif seperti menjaga higienitas vokal. Penggunaan antibiotik atau kortikosteroid secara rutin tidak direkomendasikan.[1,3]
Tata laksana laringitis kronik disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya, baik itu laringitis alergi maupun laringitis akibat refluks.[4]