Diagnosis Laringitis
Diagnosis laringitis dicurigai pada pasien dengan keluhan disfonia, yang disertai infeksi pada saluran napas atas, penggunaan suara berlebihan, atau trauma pada laring.
Anamnesis
Pada anamnesis, dapat ditemukan beberapa gejala yang mengarah ke laringitis, seperti:
- Disfonia
- Disfagia
- Odinofagia
- Nyeri tenggorokan
- Tenggorokan terasa gatal dan kering
- Globus faringeus (sensasi seperti ada benjolan di tenggorokan)
- Batuk kering kronis
- Sering berdehem [1]
Gejala dari Penyebab Laringitis
Gejala lain yang berhubungan atau mendasari kondisi laringitis adalah rasa panas pada dada (heartburn) yang disebabkan oleh gastroesophageal reflux disease. [14]
Anamnesis terhadap onset gejala dapat membantu mengarahkan penyebab laringitis. Onset yang cepat atau kurang dari 7 hari biasanya disebabkan oleh virus, sedangkan laringitis akibat infeksi jamur biasanya bersifat gradual. [6,8]. Gejala yang timbul secara cepat dan mengancam jiwa biasanya disebabkan oleh alergi. [4] Untuk gejala laringitis yang bersifat kronik (hitungan minggu atau bulan) biasanya disebabkan oleh paparan iritan dalam jangka waktu lama seperti asap rokok (iritan melalui inhalasi) atau refluks asam lambung. [2]
Beberapa obat juga dapat berkontribusi terhadap timbulnya laringitis. Berikut adalah beberapa obat yang perlu ditanyakan penggunaannya:
- Obat imunosupresi (baik sistemik atau kortikosteroid inhalasi). Obat ini dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi pada laring. Penggunaan kortikosteroid inhalasi berhubungan dengan iritasi mukosa dan infeksi jamur.
- Penghambat angiotensin-converting enzyme. Obat ini dapat menyebabkan batuk kronik.
- Antihistamin, diuretik, antikolinergik. Obat-obat ini dapat menyebabkan mukosa pada laring mengering sehingga rawan terkena infeksi.
- Antipsikotik (termasuk golongan yang atipikal). Obat ini berhubungan dengan distonia pada laring.
- Obat ini meningkatkan risiko refluks. [1,2]
Epiglotitis dan Croup
Epiglotitis akut juga menunjukkan gejala yang sama yaitu suara serak, disfagia, odinofagi, stridor, dan air liur yang sering menetes.
Inflamasi pada laring dapat meluas ke trakea dan bronkus. Kondisi ini dikenal sebagai croup atau laringotrakeobronkitis. Croup umumnya muncul pada anak karena bagian subglotis adalah bagian paling sempit dari saluran napas anak kecil.
Manifestasi klinis dari croup adalah adanya demam, suara serak, batuk dengan suara seperti menggonggong (barking cough), dan pada kondisi yang lebih berat dapat ditemukan sesak napas dengan stridor saat inspirasi. Perjalanan penyakit gejala-gejala tersebut perlu digali dengan baik karena laringitis dapat disebabkan oleh lebih dari satu etiologi. [1]
Riwayat Penyakit Dahulu
Selain menanyakan gejala, riwayat penyakit pasien perlu digali lebih lanjut. Berikut adalah beberapa riwayat penyakit yang berhubungan dengan laringitis:
- Riwayat pembedahan pada daerah leher atau dada,, terutama yang berpotensi mengganggu nervus laringeal
- Riwayat intubasi endotrakea
- Riwayat trauma (termasuk fonotrauma) pada pita suara
- Riwayat penyakit sebelumnya (infeksi HIV, rhinitis alergi, penyakit autoimun, atau penyakit granulomatosa)
- Riwayat merokok
- Riwayat sleep apnea atau mendengkur saat tidur. [1,2]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik umum dapat ditemukan peningkatan suhu. Pada keadaan yang berat, dapat ditemukan peningkatan laju pernapasan akibat distress. Pemeriksaan pada rongga mulut dan orofaring perlu memeriksa patensi jalur pernapasan, adanya perubahan mukosa, dan adanya perubahan sekeresi mukosa menjadi purulen. [1,2]
Pemeriksaan laringoskopi indirek dapat dilakukan untuk melihat pita suara dan area laring. Namun perlu diingat bahwa pemeriksaan fisik pada croup dapat mempresipitasi respiratory distress, dan laringoskopi pada epiglotitis dapat mempresipitasi laringospasme.
Berikut adalah tanda yang ditemukan pada laringitis.
Tabel 2. Pemeriksaan Fisik pada Laringitis
Etiologi | Tanda |
Viral | ● Edema atau eritema pada pita suara ● Pembengkakan subglotis ● Erosi dan nekrosis pada mukosa laring (jarang ditemukan) |
Bakterial | ● Edema dan eritema pada laring ● Sekresi purulen pada endolaringeal ● Terdapat pseudomembran atau lapisan serosa ● Terdapat ulserasi |
Jamur | ● Terdapat plak putih pada endolaringeal dan prilaringeal ● Terdapat jaringan granulasi ● Terdapat ulserasi ● Edema dan eritema pada laring |
Laringitis akut akibat reaksi alergi dapat menunjukkan, gejala sistemik (urtikaria, takikardi, takipnea, hipotensi), atau asfiksia akut. Untuk laringitis kronik akibat reaksi alergi biasanya tidak terlalu agresif. Tanda yang dapat muncul adalah edema pada pita suara, adanya mukus pada endolaringeal, eritema pada mukosa aritenoid, dan penebalan mukus yang dapat menyeberangi plika vokalis. [4]
Pada pemeriksaan leher, adanya benjolan atau bukti adanya trauma juga perlu dicari. Pemeriksaan nervus kranial juga perlu dilakukan untuk mencari adanya paresis. [1-3]
Skoring Derajat Disfonia
Penilaian adanya perubahan suara dan kualitas suara dapat dilakukan dengan menggunakan skala sederhana (skala 1 – 5) yang membagi disfonia menjadi 5 derajat:
- Derajat 1 adalah suara normal subjektif
- Derajat 2 adalah disfonia ringan
- Derajat 3 adalah disfonia sedang
- Derajat 4 adalah disfonia berat
- Derajat 5 adalah afonia [1]
Diagnosis Banding
Gejala suara serak atau disfoni memiliki beberapa diagnosis banding selain laringitis. Berikut adalah diagnosis yang dapat menimbulkan disfoni:
Massa Pita Suara Bilateral
Adanya massa pada pita suara, misalnya nodul pita suara, dapat menyebabkan gejala yang menyerupai laringitis. Cara membedakannya adalah dengan laringoskopi dimana akan ditemukan penebalan fibrosa subepitelial pada lipatan plika vokalis. Penyebab paling sering adalah penggunaan suara yang berlebihan.
Pseudokista Laring
Pseudokista dibedakan dengan laringitis berdasarkan temuan laringoskopi. Pseudokista akan terlihat sebagai lesi translusen pada vibratory margin. Penyebab yang sering adalah penggunaan suara yang berlebihan dan paresis plika vokalis.
Hematoma Pita Suara
Hematoma pita suara dapat timbul pada pengguna antikoagulan, trauma laring langsung, ataupun penggunaan suara yang berlebihan. Pada laringoskopi akan tampak ekstravasasi darah pada subepitel. [2]
Keganasan
Pada pasien dengan faktor risiko (seperti merokok), yang datang dengan disfonia, keganasan perlu dicurigai. Gejala yang dapat menyertai disfonia pada pasien dengan keganasan antara lain hemoptisis, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, dan kesulitan menelan.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis laringitis dapat ditegakkan secara klinis. Pada keadaan dimana gejala atipikal, atau dicurigai adanya keganasan dan keterlibatan organ lain, pemeriksaan penunjang dapat dilakukan. Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis laringitis atau mencari penyebab laringitis, antara lain laringoskopi langsung, pencitraan, biopsi, pH monitoring, dan lain-lain.
Laringoskopi Direk
Pemeriksaan laringoskopi direk tidak dilakukan pada semua pasien. Pemeriksaan awal untuk melihat laring dapat dilakukan secara indirek dengan menggunakan cermin. Pemeriksaan laringoskopi sebaiknya dilakukan sebelum pasien melakukan terapi suara.
Laringoskopi direk dengan endoskopi fleksibel atau strobovideolaringoskopi diindikasikan pada pasien dengan:
- Gejala menetap setelah 3 minggu
- Stridor, tetapi hanya pada keadaan dimana patensi jalan napas dapat dijaga
- Riwayat pembedahan pada bagian leher (kecurigaan adanya kerusakan nervus laringeal)
- Riwayat intubasi endotrakeal
- Riwayat terapi radiasi pada daerah leher
- Riwayat merokok
- Penggunaan suara berlebihan
- Berat badan turun yang tidak diketahui penyebabnya
- Hemoptisis
- Disfagia atau odinofagia
- Otalgia
- Adanya benjolan pada leher
- Adanya gejala neurologis
- Kondisi imunosupresi
- Adanya kecurigaan aspirasi benda asing
- Neonatus
- Suara serak yang semakin memberat. [1,3]
Pada kasus laringotrakeobronkitis berulang, laringoskopi dan bronkoskopi direkomendasikan untuk melihat adanya kelainan pada saluran napas. Pada 39% kasus anak dengan laringotrakeobronkitis atipikal, ditemukan adanya lesi pada saluran napas seperti stenosis subglotis, celah pada laring, hemangioma subglotis, trakeomalasia, dan laringomalasia. [15]
Laringoskopi dengan teleskop kaku dan lampu stroboskopik (strobovideolaringoskopi) dapat membantu memperlihatkan plika vokalis dengan lebih jelas. Pada kasus laringitis akut pada laringitis kronik dapat ditemukan plika vokalis dengan jaringan parut, hipervaskularisasi, sekresi yang tebal dan banyak, eritema laring difus, dan edema plika vokalis. Laringoskopi dengan pipa yang kaku digunakan untuk kasus dengan temuan yang berbahaya, seperti peningkatan vaskularisasi, ulserasi, atau pertumbuhan eksofitik. Tindakan ini biasanya disertai dengan biopsi dan dilakukan dengan pembiusan umum. [8,16]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi, seperti CT scan atau MRI, tidak rutin dilakukan pada pasien dengan keluhan suara serak saja. Pada pasien yang diduga mengalami laringitis akibat refluks dan tidak menunjukkan perbaikan dengan proton pump inhibitor dan menunjukkan gejala disfagia ketika makan makanan padat atau tersedak, maka pemeriksaan barium swallow dengan videofluoroskopi dapat dilakukan. [1]
Biopsi
Biopsi dan kultur juga bukan pemeriksaan yang rutin dilakukan. Pemeriksaan ini dapat membantu menyingkirkan nodul, polip, lesi prekanker atau lesi kanker, inflamasi kronik, atau infeksi. Biopsi direkomendasikan pada lesi yang dicurigai mengarah ke keganasan yang ditandai dengan adanya peningkatan vaskularisasi, ulserasi, atau pertumbuhan eksofitik. [1,3]
Biopsi dan kultur juga direkomendasikan pada pasien dengan kondisi imunosupresi atau pasien imunokompeten yang memiliki riwayat kemoradioterapi, penggunaan inhaler jangka lama, atau refluks laringofaringeal. [1]
Penunjang untuk Laringitis akibat Refluks
Pada pasien yang dicurigai mengalami refluks, pemeriksaaan esofagogastroskopi, pH monitoring, atau manometri esofageal dapat dilakukan. [1,8]