Diagnosis Tuli
Diagnosis tuli perlu dipikirkan pada pasien yang mengeluhkan penurunan fungsi pendengaran. Pasien dapat mengalami gangguan pendengaran yang dikenali sendiri atau anggota keluarga dapat mengamati perilaku pasien dan mencurigai adanya gangguan pendengaran, misalnya kesulitan saat percakapan atau harus menonton dengan volume televisi yang keras.
Pada anak, orangtua mungkin mencurigai adanya gangguan pendengaran karena anak tidak merespon saat dipanggil atau tidak menunjukkan ekspresi terkejut saat mendengar suara keras.[1-3]
Anamnesis
Pada anamnesis, tanyakan onset terjadinya gangguan pendengaran, progresivitas, melibatkan satu telinga atau keduanya, keluhan tambahan lain, riwayat pekerjaan, adanya infeksi telinga berulang, trauma, riwayat penyakit lain, serta riwayat penggunaan obat yang bersifat ototoksik.[1-3]
Karakteristik Gangguan Pendengaran
Dokter harus menanyakan karakteristik gangguan pendengaran pasien apakah melibatkan satu telinga atau kedua telinga. Selain itu, onset terjadinya gangguan pendengaran juga harus ditanyakan, apakah muncul mendadak atau perlahan-lahan.[1-3]
Keluhan Penyerta
Selain karakteristik gangguan pendengarannya, hal lain yang perlu ditanyakan adalah ada tidaknya keluhan penyerta seperti tinnitus, nyeri telinga, vertigo, dan gangguan keseimbangan.[1-3]
Faktor Risiko
Selain anamnesis gejala, faktor risiko yang berhubungan dengan tuli juga harus ditanyakan, yaitu usia pasien dan paparan kebisingan. Paparan kebisingan dapat berasal dari pekerjaan, maupun yang diakibatkan gaya hidup seperti penggunaan headset dengan volume keras.
Gali juga kemungkinan komorbiditas yang dialami pasien, seperti stroke, diabetes mellitus, dan hipertensi. Pasien dengan riwayat otitis media, perforasi membran timpani, serta tuli progresif dapat mengarahkan klinisi pada diagnosis kolesteatoma. Pasien dengan riwayat trauma kepala atau leher, barotrauma, serta otitis media berulang dapat mengalami perforasi atau timpanosklerosis.
Pasien usia 30-50 dengan penurunan pendengaran perlahan, bilateral, tinnitus, serta adanya pendengaran yang membaik pada lingkungan yang bising dapat mengarahkan klinisi pada diagnosis tuli konduktif akibat otosklerosis.[3]
Konsumsi Obat
Obat yang bersifat ototoksik dapat menyebabkan tuli sensorineural. Beberapa contohnya adalah obat topikal yang mengandung neomycin atau polymyxin B, cisplatin, vincristine, dan sildenafil.[3]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan inspeksi pada telinga bagian luar dan tengah untuk melihat adanya kemungkinan infeksi, trauma, kelainan kongenital, maupun keganasan. Evaluasi lain meliputi pemeriksaan impaksi serumen, eksostosis, serta kelainan pada kanalis aurikularis eksterna.[10]
Pada membran timpani juga perlu dilihat adanya perforasi, efusi, atau retraksi. Pada evaluasi telinga tengah dapat dilihat adanya kolesteatoma, inflamasi, serta obstruksi serumen atau benda asing menggunakan otoskop.
Pemeriksaan neurologis seperti pemeriksaan nervus kranialis perlu dilakukan untuk mengetahui adanya kemungkinan tumor pada nervus auditori (neuroma akustik) atau stroke yang mengenai nervus kranialis V dan VII. Pada pemeriksaan kepala dan leher perlu dilakukan pemeriksaan adanya massa, limfadenitis, kemungkinan infeksi dan kanker.[3]
Pemeriksaan Bentuk Daun Telinga dan Liang Telinga
Pemeriksaan bentuk daun telinga dan liang telinga dilakukan untuk melihat adanya mikrotia atau atresia liang telinga, serumen atau benda asing yang menutupi liang telinga, penyempitan pada liang telinga, sekret pada liang telinga, osteoma pada liang telinga, dan kolesteatoma.[1,3,10]
Pemeriksaan Otoskop
Pemeriksaan otoskop dilakukan untuk mengevaluasi liang telinga dan membran timpani. Hal-hal yang perlu diperiksa pada pemeriksaan otoskop adalah:
- Apakah terdapat retraksi atau penonjolan membran timpani
- Warna membran timpani
- Kejernihan membran timpani dengan melihat cone reflex
- Keutuhan membran timpani[1,3,10]
Tes Pendengaran dengan Garpu Tala
Tes pendengaran sangat penting dilakukan pada penderita tuli, karena tes pendengaran dapat membantu dokter untuk membedakan apakah pasien menderita tuli konduktif atau sensorineural. Tes pendengaran yang dilakukan pada praktik sehari-hari adalah tes garpu tala berupa tes Rinne dan tes Weber. Selain kedua tes tersebut, terdapat tes lain seperti tes berbisik yang juga dapat dilakukan untuk menilai derajat ketulian secara kasar.[1,3,10]
Tabel 1. Interpretasi Tes Garpu Tala
Tes Weber | Tes Rinne | Diagnosis |
Tidak ada lateralisasi | +/+ | Bilateral normal atau bilateral tuli sensorineural yang simetris |
Lateralisasi ke kiri | +/- | Tuli konduktif pada telinga kiri |
Normal atau tuli sensorineural pada telinga kanan | ||
Lateralisasi ke kanan | +/+ | Normal |
Tuli sensorineural pada kedua telinga, berat parah pada telinga kiri | ||
Tuli sensorineural pada kedua telinga dengan tuli konduktif ringan pada telinga kanan | ||
Lateralisasi ke kanan | +/- | Hasil Rinne negatif palsu telinga kiri: dapat diakibatkan oleh tuli sensorineural yang berat atau campuran pada telinga kiri |
Lateralisasi ke kanan | -/- | Tuli konduktif bilateral, lebih berat pada telinga kanan |
Tuli konduktif dengan hasil Rinne negatif palsu pada telinga kiri |
Sumber: dr.Novita, Alomedika, 2018.
Tes Pendengaran dengan Finger Rub Test
Pemeriksaan fisik lain yang juga dapat dilakukan adalah finger rub test dan tes bisik. Finger rub test memiliki sensitivitas 98% dan spesifisitas 75%. Hasil positif didapatkan apabila pasien tidak dapat mengidentifikasi posisi dimana pemeriksa mengusap tangan setidaknya pada tiga dari enam percobaan.[3]
Tes Pendengaran dengan Tes Bisik
Hasil tes bisik positif didapatkan apabila pasien tidak dapat mengonfirmasi bisikan pemeriksa pada tiga dari enam percobaan. Tes bisik memiliki sensitivitas 95% dan spesifitas 82% serta mengarahkan diagnosis adanya ketulian pada ambang 30 dB.[3]
Derajat Keparahan Tuli
World Health Organization (WHO) mengelompokkan tuli menjadi beberapa derajat, yaitu:
- Normal: dapat mendengar suara ≤25dB (suara napas normal)
- Ringan: ambang dengar 26–40 dB
- Sedang: ambang dengar 31–60 dB pada anak dan 41–60 dB pada dewasa
- Berat: ambang dengar 61–80 dB
- Sangat berat/profound: ambang dengar lebih dari 81 dB[2,3]
Selain itu, tuli dapat terjadi pada satu telinga (unilateral) maupun dua telinga (bilateral).[2]
Diagnosis Banding Penyebab Tuli
Diagnosis banding pada tuli biasanya berdasarkan jenis tuli dan penyebabnya. Diagnosis banding dibuat dan dipertimnbangkan berdasarkan hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis, dokter dapat menggali pertanyaan-pertanyaan berupa karakteristik gangguan pendengaran, keluhan lain, serta faktor risiko yang ikut berperan dalam proses terjadinya tuli. Setelah itu dapat dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan umum pada telinga dimulai dari telinga luar hingga bagian tengah menggunakan otoskop.
Ditemukannya kelainan pada telinga luar atau tengah dapat mengarah ke diagnosis tuli konduktif. Di sisi lain, apabila tidak ditemukan adanya kelainan maka hasilnya belum tentu normal, melainkan bisa saja terdapat gangguan pada telinga dalam atau tuli sensorineural.
Kemudian dapat dilanjutkan ke pemeriksaan lain seperti tes Rinne, Weber, dan audiometri untuk memastikan diagnosis. Pada kasus-kasus seperti tumor yang tidak tampak pada pemeriksaan umum telinga ataupun pemeriksaan audiometri, dapat dilakukan pemeriksaan lain berupa MRI.[3]
Potensi Penyebab Tuli Konduktif
Berikut ini adalah penyebab tuli konduktif yang dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding:
- Oklusi komplit liang telinga karena serumen atau benda asing: gangguan pendengaran muncul mendadak tanpa nyeri telinga
- Otitis media kronis atau otitis eksterna: gangguan pendengaran muncul mendadak disertai nyeri tekan telinga
- Efusi telinga tengah, otosklerosis, tumor glomus, atau kolesteatoma: gangguan pendengaran muncul perlahan-lahan dan semakin lama semakin parah, tanpa disertai nyeri telinga[3]
Potensi Penyebab Tuli Sensorineural
Penyebab tuli sensorineural yang dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding adalah:
Presbikusis: gangguan pendengaran muncul bertahap, terdapat riwayat paparan kebisingan, merokok, pasien lanjut usia, dan menyerang kedua telinga
Noise induced hearing loss (NIHL): gangguan pendengaran muncul bertahap pada kedua telinga, terdapat riwayat dari paparan kebisingan, disertai keluhan tinnitus
- Neuroma akustik: gangguan pendengaran bertahap pada satu telinga disertai tinnitus. Dapat dideteksi dengan pencitraan
Penyakit Meniere: gangguan pendengaran mendadak, melibatkan satu telinga, disertai dengan tinnitus dan vertigo episodik, pada pasien lanjut usia
- Tuli sensorineural pada penderita autoimun: gangguan pendengaran progresif menyerang kedua telinga, disertai keluhan lain seperti vertigo dan gangguan keseimbangan[3]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk membantu dalam mendiagnosis tuli yakni berupa pemeriksaan audiometri, timpanometri dan emisi otoakustik. Audiometri sendiri terdiri dari berbagai macam jenis, namun yang paling sering dilakukan yakni audiometri nada murni, audiometri tutur dan evoked response audiometry.[2,3,10]
Audiometri Nada Murni
Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada orang dewasa atau anak-anak yang minimal berusia 4 tahun atau sudah dapat mengikuti instruksi dan bersikap kooperatif. Pemeriksaan ini akan memberikan hasil yang bernama audiogram dan pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat yang bernama audiometer. Pada hasil dari audiogram, dapat ditemukan grafik AC (konduksi udara) dan grafik BC (konduksi tulang). Berikut ini adalah hasil interpretasi dari audiometri.
Pada tuli konduktif, hasil audiogram akan menunjukkan grafik BC berada pada garis normal (0 – 25 dB) sedangkan grafik AC turun hingga lebih dari 25 dB. Di antara grafik AC dan BC harus terdapat gap sebesar 10 dB.
Pada tuli sensorineural, hasil audiogram akan menunjukkan grafik BC dan AC turun lebih dari 25 dB dan di antara kedua grafik tidak ada gap.
Pada tuli campuran, hasil audiogram akan menunjukkan grafik BC turun lebih dari 25 dB, grafik AC turun lebih besar dari grafik BC, dan terdapat gap antara keduanya.[2,3,10]
Audiometri Tutur
Pemeriksaan ini menggunakan kata-kata yang sudah disusun dalam suku kata dan berada dalam daftar yang disebut Phonetically balance word. Pasien kemudian diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset yang disediakan oleh pemeriksa. Berikut ini adalah interpretasi dari hasil pemeriksaan audiometri tutur berdasarkan jumlah kata yang betul disebutkan oleh pasien:
- Pendengaran normal: 90-100%
- Tuli ringan: 75–90 %
- Tuli sedang: 60–75%
- Tuli berat: di bawah 50%[2,3,10]
Evoked Response Audiometry
Pemeriksaan evoked response audiometry atau yang lebih dikenal dengan nama brainstem evoked response audiometry (BERA), merupakan suatu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi nervus VIII. Pemeriksaan ini lebih direkomendasikan untuk bayi, anak-anak, pasien dengan kecacatan, dan penurunan kesadaran.
Prinsip kerjanya yakni dengan cara memberikan rangsang bunyi, lalu merekam potensial listrik yang dikeluarkan oleh sel koklea selama menempuh perjalanan yang dimulai dari telinga dalam hingga mencapai nukleus-nukleus yang terletak pada batang otak. Setiap adanya keterlambatan waktu dalam mencapai masing-masing nukleus di otak menandakan adanya suatu kelainan.[2,3,10]
Timpanometri
Timpanometri dilakukan untuk menilai telinga tengah. Hasil timpanometri dapat menunjukkan adanya kelainan pada telinga tengah, seperti cairan dan tekanan negatif.[2,3,10]
Emisi Otoakustik (Otoacoustic Emission/ OAE)
Pemeriksaan OAE adalah pemeriksaan elektrofisiologi untuk menilai fungsi koklea yang bersifat objektif, yakni dengan memasukkan sumbat telinga ke dalam liang telinga. Di dalam sumbat telinga tersebut terdapat mikrofon beserta pengeras suara yang akan memberikan sebuah stimulus suara. Dalam merespon stimulus suara, koklea akan menghasilkan suara pula, yang nantinya akan ditangkap oleh mikrofon dan dicatat oleh sumbat telinga.[2,3,10]
Penulisan pertama oleh: dr. Novita Tirtaprawita
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta