Edukasi dan Promosi Kesehatan Tuli
Edukasi dan promosi kesehatan pada tuli yang terjadi pada anak ditekankan mengenai potensi risiko pengaruh tuli pada kemampuan bahasa dan bicara anak. Pada dewasa, jelaskan mengenai tipe tuli yang dialami dan apa pendekatan terapi terbaik pada skenario klinis pasien.[2,3,16]
Edukasi Pasien
Edukasi yang perlu disampaikan pada kasus penurunan pendengaran pada anak adalah monitor kemampuan dan keterampilan komunikasi anak. Anak dengan keterlambatan kemampuan komunikasi harus segera dirujuk untuk dilakukan evaluasi audiologi, walaupun lulus pada skrining pendengaran sebelumnya.[2]
Jelaskan pada pasien pentingnya menjalani pengobatan hingga tuntas jika mendapat terapi farmakologis Jika pasien perlu menjalani pembedahan, sampaikan tujuan dan risiko dari tindakan. Jelaskan pula metode rehabilitasi yang dapat dijalani pasien.
Pada anak yang menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD), jelaskan pada orangtua bahwa ABD bisa menimbulkan ketidaknyamanan dan nyeri pada pasien. Sampaikan bahwa itu adalah keluhan yang umum dialami. Minta orangtua tidak memaksakan anak untuk terus memakai ABD jika memang anak lebih nyaman melepaskannya. Apabila memiliki kekhawatiran, minta orangtua untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter dan ahli audiologi.[2,3,12,15]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Upaya pencegahan tuli bisa dilakukan dengan mengurangi paparan terhadap suara dengan tingkat kebisingan tinggi, misalnya dengan mengurangi volume suara ketika menggunakan headset serta menggunakan alat pelindung telinga ketika bekerja di tempat dengan tingkat kebisingan tinggi.
Lakukan imunisasi rubela untuk mencegah sindrom rubella kongenital yang merupakan salah satu penyebab tuli kongenital.
Hindari memasukkan objek ke dalam liang telinga menggunakan benda yang panjang, seperti cotton bud, karena berpotensi menimbulkan luka yang memicu terjadinya infeksi. Jaga kebersihan telinga dan lakukan pembersihan telinga di dokter secara berkala.
Pada anak, orangtua perlu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan agar keterlambatan wicara dan bahasa dapat dideteksi dini.[2,3,12,15,16]
Skrining Pendengaran
Skrining pendengaran dapat dilakukan pada bayi baru lahir menggunakan prinsip 1-2-3, yaitu deteksi dini sebelum bayi berusia 1 bulan – diagnosis audiologi selesai pada usia bayi 2 bulan – intervensi atau habilitasi pada usia 3 bulan. Skrining dilakukan dengan pemeriksaan otoacoustic emission (OAE) dan automated auditory brainstem response (AABR).[2,16]
Penulisan pertama oleh: dr. Novita Tirtaprawita
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta