Penatalaksanaan Tumor Ganas Kavitas Nasal
Penatalaksanaan pada tumor ganas kavitas nasal adalah pembedahan yang dikombinasi dengan terapi lainnya, seperti radiasi dan kemoterapi sebagai ajuvan yang juga memiliki peran paliatif dan sitoreduksi.[3,4,22]
Terapi Pembedahan
Reseksi bedah pada tumor ganas dilakukan untuk tujuan kuratif. Biasanya, reseksi bedah dilakukan secara en bloc disertai eksenterasi. Jenis reseksi dan pendekatan bedah yang digunakan bergantung pada ukuran tumor dan perluasannya. Tumor yang terbatas pada rongga hidung dapat dinilai melalui endoskopi transnasal, sublabial, rinotomi lateral, atau kombinasi endoskopi dengan pembedahan terbuka. Tumor ganas dengan perluasan memerlukan eksenterasi orbital, maksilektomi parsial atau total, atau reseksi dasar kranial anterior.
Kontraindikasi absolut untuk reseksi bedah adalah pasien yang memiliki penyakit penyerta atau gangguan nutrisi, adanya metastasis jauh, invasi tumor ke fasia prevertebralis atau sinus kavernosus, invasi bilateral ke nervus optikus, serta adanya keterlibatan tumor pada arteri karotis. Kontraindikasi relatif reseksi bedah tumor ganas kavitas nasal adalah invasi tumor ke otak dan keterlibatan intracranial atau struktur nervus kranialis oleh karsinoma kistik adenoid.[3,4]
Terapi Radiasi
Radiasi dapat digunakan sebagai modalitas tunggal, sebagai terapi tambahan pada pembedahan, atau sebagai terapi paliatif. Terapi radiasi merupakan terapi utama untuk tumor limforetikular atau tumor yang tidak dapat dilakukan reseksi bedah. Radiasi praoperasi diberikan pada kasus tumor dengan ukuran besar untuk mereduksi volume tumor, sehingga mengurangi morbiditas yang berat akibat tindakan reseksi. Terapi radiasi pasca operasi bertujuan untuk mengeliminasi lesi tumor yang tersisa serta mengurangi rekurensi lokal dari tumor.[3,23]
Pada esthesioneuroblastoma, radioterapi adjuvan diindikasikan untuk tumor pada kavitas nasal yang telah meluas ke sinus paranasal, atau tumor yang sudah menginvasi rongga orbit, intrakranial, serta metastasis ke servikal maupun pulmonal. Radioterapi akan diberikan langsung pada bagian tumor dan ekstensi tumor secara rutin dengan dosis radioterapi bervariasi dari 50 sampai 60 Gy. Pemberian dosis radioterapi yang lebih tinggi memiliki risiko toksisitas neuron jangka panjang. Namun, kemajuan teknologi intensity modulated radiotherapy (IMRT) melalui teknik meminimalkan dosis yang diberikan ke struktur vital yang dekat dengan tumor, menyebabkan efek samping dari radiasi dosis tinggi menurun dan kualitas hidup pasien meningkat tanpa mengorbankan luaran klinis.[2,23]
Kemoterapi
Kemoterapi bermanfaat sebagai terapi tumor ganas pada kavitas nasal dan sinonasal. Kemoterapi neoadjuvan dapat diberikan sebelum reseksi bedah atau radioterapi. Kemoterapi paliatif berperan sebagai sitoreduksi, meredakan nyeri, gejala obstruksi, dan menghilangkan lesi eksternal yang masif.[3,22]
Sebuah studi melaporkan bahwa kemoterapi efektif untuk karsinoma sel skuamosa pada kavitas nasal dan sinonasal stadium III dan IV. Sebagian besar pasien dalam penelitian tersebut menggunakan kemoterapi dengan agen platinum dan taxanes, yang seringkali dikombinasikan dengan obat lain seperti 5-fluorouracil, ifosfamide, atau cetuximab. Sebanyak 71 dari 123 pasien penelitian (57,7%) memberikan respon yang positif pada kemoterapi.[24]
Rekonstruksi dan Rehabilitasi
Pasien tumor ganas kavitas nasal dengan perluasan tumor maksila dengan erosi tulang sesudah menjalani maksilektomi total, akan memerlukan pemasangan protesis maksila sebagai tindakan rekonstruksi dan rehabilitasi. Hal tersebut dilakukan supaya pasien dapat melakukan fungsi berbicara dan menelan dengan baik. Pasien juga disarankan untuk mendapatkan rekonstruksi wajah melalui operasi bedah plastik.[3,4]
Pemantauan
Pada sebagian besar kasus tumor ganas kavitas nasal, pemantauan setiap 3 bulan selama 2 tahun pertama setelah terapi kuratif umumnya diperlukan karena risiko rekurensi sangat tinggi pada periode ini. Apabila diperlukan, pemantauan mungkin diperpanjang hingga 5 tahun.
Pada pemantauan, perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta evaluasi endoskopi. Pemeriksaan CT scan dan MRI dapat dipertimbangkan dilakukan pada 3-4 bulan setelah terapi selesai.
Apabila dianggap perlu, lakukan pemantauan periodik terkait oftalmologi, audiometri, neuroendokrin, dan neurokognitif.[26]