Penatalaksanaan Balanitis
Prinsip awal penatalaksanaan balanitis adalah mengeksklusi penyakit menular seksual, meminimalisir masalah berkemih dan fungsi seksual, serta memitigasi risiko kanker penis. Sirkumsisi sebaiknya disarankan pada pasien yang belum menjalani sirkumsisi.[1]
Terapi Nonfarmakologi
Tata laksana paling awal adalah mengedukasi mengenai higienitas area genital. Edukasi pasien untuk secara berkala membasuh dan mengeringkan preputium dengan air. Membasuh dengan sabun secara berlebihan tidak direkomendasikan karena dapat memperparah kondisi, terutama pada kasus yang disebabkan oleh iritan.[1,2,8]
Pada kasus balanoposthitis nonspesifik yang terjadi pada anak-anak, biasanya tidak ada ulkus atau lesi. Walaupun terkadang terdapat discharge namun biasanya tidak ada drainase uretral. Terapi pada balanoposthitis nonspesifik dapat berupa pembersihan area genital sebanyak 2-3 sehari.
Apabila terdapat fimosis fisiologis, jangan paksakan untuk melakukan retraksi saat membersihkan. Apabila preputium dapat diretraksi, maka area preputium dapat dibersihkan menggunakan kapas.[8]
Terapi Farmakologi
Kebanyakan penyebab balanitis adalah Candida. Antifungal topikal dapat diberikan selama 1-3 minggu.
Antifungal
Antifungal topikal merupakan pilihan utama terapi farmakologi pada pasien dengan balanitis. Antifungal topikal yang dapat digunakan yaitu golongan imidazole seperti clotrimazole 1% dua kali sehari dan miconazole 1% dua kali sehari.[1]
Alternatif lain dari antifungal topikal yaitu nystatin krim. Nystatin krim dapat diberikan pada pasien yang alergi terhadap golongan imidazole. Pada pasien yang mengalami inflamasi berat, dapat diberikan antifungal oral seperti fluconazole 150 mg. Pada inflamasi berat, terapi antifungal topikal juga dapat dikombinasikan dengan steroid potensi rendah seperti hydrocortisone 0,5% dua kali sehari.[1,2,8,9]
Antibiotik
Terapi dengan antibiotik dapat dilakukan apabila terdapat tanda-tanda selulitis konkomitan. Ciri dari infeksi bakteri pada kasus balanitis adalah adanya eritema yang intens yang disertai discharge preputium baik transudate maupun eksudat. Bakteri yang sering menyebabkan balanitis adalah bakteri aerobik Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus.
Pilihan antibiotik adalah metronidazole topikal, amoxicillin oral, ataupun erythromycin dan clarithromycin oral pada pasien yang alergi terhadap penicillin.[1,8,9]
Antivirus
Virus seperti herpes simpleks virus dan human papillomavirus dapat menyebabkan balanitis. Pada herpes simpleks, lesi tampak eritema disertai vesikel yang bisa ruptur. Pada awal muncul lesi dapat diterapi dengan acyclovir oral selama 7-10 hari, sedangkan pada episode rekuren dapat diberikan selama 5 hari.
Pada infeksi human papillomavirus, lesi dapat tampak seperti eritema difus. Terapi yang dapat diberikan yaitu podophyllotoxin 0,5% dua kali sehari selama tiga hari dan diulang seminggu sekali hingga 4 minggu. [8]
Pengobatan Pasangan Seksual
Pasangan seksual dari pasien yang mengalami balanitis sebaiknya melakukan skrining untuk kandidiasis atau mendapatkan terapi empiris untuk mengurangi reservoir dari infeksi. Apabila balanitis dicurigai diakibatkan oleh patogen yang berhubungan dengan infeksi menular seksual, maka partner seksual dari pasien sebaiknya diskrining juga sesuai dengan patogen penyebab.[1,8]
Balanitis Xerotica Obliterans
Pada balanitis xerotica obliterans yang asimptomatik, terapi seringkali tidak diperlukan. Sementara pada kasus yang simptomatik, steroid topikal merupakan terapi utama. Betamethasone dan triamcinolone merupakan opsi yang dapat diberikan selama dua kali sehari. Pasien dimonitor untuk melihat respons terapi. Frekuensi dari steroid topikal dapat dikurangi apabila respons terapi baik.
Respons yang buruk biasanya terjadi pada pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan seperti terlewat atau tidak mengoles obat. Inhibitor calcineurin dapat digunakan sebagai terapi lini kedua. Agen yang dapat digunakan yaitu pimecrolimus dan tacrolimus. Tidak terdapat bukti manfaat penggunaan steroid sistemik pada kasus ini.[3]
Zoon’s Balanitis
Pada kasus Zoon’s balanitis, terapi masih diperdebatkan. Terdapat beberapa laporan pemberian terapi yang bermanfaat yaitu pemberian steroid, calcineurin inhibitor, mupirocin, dan imiquimod. Meski demikian, bukti yang ada masih kurang untuk menarik kesimpulan yang pasti.[4]
Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan yang direkomendasikan adalah sirkumsisi. Beberapa ahli merekomendasikan sirkumsisi pada kasus rekuren dan preputium yang tidak bisa diretraksi. Pada pasien imunokompromais dan pasien diabetes, rekurensi sangat sering terjadi sehingga pada kasus ini sebaiknya sirkumsisi dikonsultasikan kepada spesialis urologi.[1,2]
Pada kasus balanitis xerotica obliterans, sirkumsisi merupakan opsi terutama pada kasus yang mengalami fimosis simptomatik. Penggunaan steroid topikal dapat membantu untuk mengurangi inflamasi sebelum tindakan pembedahan.
Ketika urethra juga dicurigai terkena infeksi, maka cystourethroscopy dapat dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi lesi. Visualisasi langsung sangatlah penting untuk mengidentifikasi adanya striktur yang berhubungan dengan balanitis dan untuk mengeksklusi kemungkinan lain. Terapi ketika adanya striktur yaitu dengan dilatasi dan uretrotomi.[3]
Pasien sebaiknya dipantau tahunan untuk mengetahui apakah ada rekurensi atau progersi lesi ke arah keganasan seperti karsinoma sel skuamosa. Pada anak-anak, pemantauan bertujuan untuk melihat adanya stenosis uretral dan meatal atau fimosis pada kasus yang tidak disirkumsisi.[3,10]
Pada kasus Zoon’s balanitis, penggunaan laser karbon dioksida dan laser ablatif Erbium YAG dapat digunakan untuk tujuan kuratif. Sirkumsisi pada kasus Zoon’s balanitis juga menunjukkan regresi lesi secara permanen. Higienitas yang baik merupakan kunci pemulihan yang baik, sedangkan higienitas yang buruk setelah sirkumsisi dapat menyebabkan infeksi lokal berulang.[4]