Pendahuluan Hipospadia
Hipospadia adalah kelainan kongenital yang paling sering ditemukan, dimana meatus uretra terletak di bawah/ventral penis dan lebih proksimal dibanding lokasi biasanya, yakni di ujung penis.[1,2]
Insiden hipospadia meningkat 13 kali lipat lebih sering pada laki-laki dengan anggota keluarga yang juga mengalami hipospadia. Di Indonesia, hipospadia termasuk dalam 16 jenis kelainan kongenital yang menjadi prioritas surveilans.[4,16]
Beberapa faktor risiko lain yang ditemukan adalah usia ibu yang terlalu tua saat hamil, diabetes melitus maternal, paparan pestisida dan merokok saat kehamilan, insufisiensi plasenta, bayi lahir prematur, fetal growth restriction, dan penggunaan fertilisasi in vitro (IVF).[4,9,13,15]
Diagnosis hipospadia ditegakkan melalui pemeriksaan fisik bayi baru lahir. Melalui inspeksi dan palpasi akan ditemukan setidaknya dua dari trias karakteristik hipospadia yaitu muara meatus eksterna terletak pada ventral penis, kurvatura penis ventral (chordee/korde), dan preputial hood pada preputium.[5,8,14,16]
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada hipospadia berat atau dicurigai terdapat kelainan kongenital lainnya berupa evaluasi hormonal dan genetik, serta pencitraan.[5-8]
Penatalaksanaan hipospadia adalah tindakan pembedahan yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi miksi, seksual, dan luaran estetika penis, serta memastikan penis dapat berkembang normall. Tahapan-tahapan rekonstruksi meliputi perbaikan uretra dan letak meatus (uretroplasti), menghilangkan korde (ortoplasti), pembentukan glans, rekonstruksi preputium dan skrotum.[5-8,22]
Prognosis hipospadia tergantung tipe, derajat keparahan, dan hal-hal terkait prosedur pembedahan yang dipilih. Komplikasi pada hipospadia distal lebih sedikit daripada hipospadia proksimal.[4,15,22]
Pada pasien anak dengan hipospadia, sirkumsisi perlu ditunda hingga dilakukannya tatalaksana pembedahan hipospadia.[12,22]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja