Patofisiologi Torsio Testis
Patofisiologi torsio testis adalah terpuntirnya funikulus spermatikus dan rotasi testis yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke testis, sehingga terjadi iskemia testis dan reperfusi saat dilakukan detorsio. Besarnya kerusakan testis akibat proses iskemia-reperfusi (ischemia-reperfusion injury) yang terjadi sangat ditentukan oleh durasi terjadinya torsio dan derajat terpuntirnya funikulus spermatikus. Faktor-faktor yang terlibat pada mekanisme ini adalah spesies reaktif oksigen, faktor-faktor proinflamasi, apoptosis, dan gangguan mikrovaskular. Deformitas bell clapper juga merupakan salah satu faktor predisposisi torsio testis.[7-9]
Radikal Bebas
Dalam proses kerusakan akibat mekanisme iskemia-reperfusi, radikal bebas dapat terakumulasi dalam jumlah banyak, sehingga menyebabkan kerusakan sitoskeleton testis secara ekstensif. Pada saat reperfusi, terjadi restorasi aliran darah dan suplai oksigen secara cepat, aktivitas spesies reaktif oksigen yang terakumulasi dapat mengalahkan kapasitas proteksi dari antioksidan, sehingga terjadi imbalans suplai oksigen ke testis. Hal ini kemudian dapat menyebabkan kerusakan endotel, apoptosis sel germinal, kerusakan DNA, serta akumulasi radikal bebas lebih lanjut. Spesies reaktif oksigen yang berperan dalam proses ini antara lain adalah: nitrit oksida, radikal hidroksil, anion superoksida, hipoxantine, dan xantine.[7]
Inflamasi dan Apoptosis
Kerusakan akibat proses iskemia-reperfusi memicu produksi faktor-faktor proinflamasi, rekrutmen neutrofil, dan produksi spesies reaktif oksigen yang dapat mengaktifkan jalur apoptosis sel germinal spesifik (germ-cell-specific apoptosis). Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah neutrofil, Bax, Bcl-XL, FasL, sitokrom sitoplastik C, interleukin-1β, dan TNF-α. Faktor-faktor tersebut dapat mengaktifkan jalur kapkase 8, kapkase 9, dan stress-related JNK, sehingga terjadi kematian sel secara ekstensif.[7]
Hipoksia
Vaskularisasi pada testis merupakan vaskularisasi terminal, sehingga bila terjadi torsio, suplai darah dan oksigen ke testis akan terhenti, sehingga terjadi hipoksia. Hipoksia dapat meningkatkan aktivitas apoptosis spesifik sel germinal dan inflamasi.
Deformitas Bell Clapper
Belum terdapat teori yang secara jelas dapat menjelaskan deformitas bell clapper. Dalam kondisi normal, tunika vaginalis akan menempel pada bagian posterior dan superior testis. Pada deformitas bell clapper, kedua ujung tunika vaginalis menempel pada bagian superior testis saja. Hal ini menyebabkan testis terletak secara horizontal dan tunika vaginalis memanjang di atas funikulis spermatikus. Deformitas ini meningkatkan kemungkinan terjadinya torsio karena testis dapat bergerak secara bebas di dalam tunika vaginalis. [7,10,13,14]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja