Kontrol kesehatan gigi umumnya dianjurkan untuk dilakukan setiap 6 bulan sekali. Namun, rentang waktu kontrol gigi ini tidak diambil berdasarkan bukti ilmiah yang mumpuni. Tujuan utama kontrol kesehatan gigi adalah untuk melakukan evaluasi rutin regio oral.[1,2]
Dokter gigi seharusnya dapat menentukan kondisi di regio oral yang yang memerlukan perawatan, atau menentukan risiko perkembangan penyakit seperti karies dentis, penyakit periodontal, hingga keganasan. Oleh karena itu, kontrol kesehatan gigi berperan sebagai promotif, preventif, dan deteksi dini yang diharapkan mampu menurunkan insidensi penyakit gigi-mulut dan meningkatkan kualitas hidup pasien.[1,2]
Walaupun demikian, terdapat berbagai faktor yang menyebabkan kontrol kesehatan gigi rutin tidak memungkinkan, seperti terbatasnya fasilitas kesehatan dan faktor ekonomi.[1-3]
Latar Belakang Kontrol Kesehatan Gigi Setiap 6 Bulan Sekali
Interval kontrol kesehatan gigi setiap 6 bulan atau 2 kali setahun pertama kali dikemukakan oleh American Academy of Dental Science pada tahun 1879. Pada tahun 1890, bagian Oral and Dental Surgery dari American Medical Association menganjurkan kunjungan setiap 2 hingga 4 kali dalam setahun sebagai upaya pencegahan dari kehilangan gigi.
Kemudian, American Dental Association (ADA) mendirikan Committee on Oral Hygiene, yang pada tahun 1909 mendistribusikan brosur tentang edukasi kesehatan oral yang pertama kali mencantumkan bahwa pasien harus melakukan kunjungan ke dokter gigi paling sedikit 2 kali setahun. Berdasarkan rekomendasi tersebut, sejak tahun 1920-an, kontrol rutin setiap 6 bulan sekali mulai dipromosikan pada berbagai iklan pasta gigi dan menjadi rekomendasi umum yang disampaikan pada masyarakat.[1,2]
Kontroversi Interval Kontrol Kesehatan Gigi
Terdapat berbagai pendapat yang tidak menyetujui interval kunjungan ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali. Pendapat ini pertama kali disampaikan pada sebuah tinjauan ilmiah di tahun 1977 yang menyatakan bahwa waktu kontrol ke dokter gigi dapat berlangsung lebih lama dari 6 bulan. Hal ini karena perkembangan karies pada enamel gigi permanen berlangsung sekitar 2 tahun.[1,2]
Perbedaan rekomendasi interval kontrol ke dokter gigi juga dapat ditemukan pada sistem kesehatan di berbagai negara. Indonesia sendiri masih menganjurkan kontrol kesehatan gigi rutin setiap 6 bulan, sedangkan beberapa negara lain telah menerapkan rekomendasi kontrol kesehatan gigi berdasarkan risiko masing-masing individu (risk-based).
Kunjungan Berbasis Risiko
Kunjungan risk-based adalah kontrol kesehatan gigi yang diatur oleh dokter gigi, sesuai dengan risiko penyakit gigi dan rongga mulut pada masing-masing individu. Interval kunjungan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti berapa jumlah gigi dan permukaan gigi yang mengalami karies, keparahan dari penyakit gingiva, dan kualitas hidup pasien yang dipengaruhi kesehatan gigi dan rongga mulut.
Contoh dari negara yang menerapkan interval kontrol berbasis risiko antara lain Finlandia dan Denmark. Para ahli di Finlandia telah merekomendasikan interval kunjungan dokter gigi yang lebih panjang untuk anak-anak dan remaja atau dewasa muda menjadi 1,5-2 tahun, dengan memperhatikan risiko dari masing-masing individu.
Sementara itu, asosiasi dental di Denmark merekomendasikan dokter gigi untuk mengklasifikasikan pasien berdasarkan tingkat risiko, menjadi “hijau” jika bebas dari risiko penyakit gigi-mulut; “kuning” untuk pasien yang berisiko tetapi masih dapat dimodifikasi; dan “merah” jika pasien berisiko tinggi dengan penyakit yang kronis.
Sementara itu, rentang kontrol kesehatan gigi yang disarankan di Denmark adalah 12‒24 bulan. Pemeriksaan tambahan dilakukan sesuai dengan evaluasi risiko pasien. Pasien dengan kategori “kuning” dan “merah” disarankan untuk melakukan kontrol gigi lebih sering dibandingkan dengan pasien dengan kategori “hijau”.[1-4]
Basis Bukti Ilmiah Interval Kontrol Kesehatan Gigi
Tinjauan sistematik oleh Patel et al menganalisis 6 studi terkait dengan protokol interval kontrol gigi. Hasil dari 1 randomized controlled trial (RCT) yang dianalisis menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara pasien yang melakukan kontrol setiap 12 bulan ataupun 24 bulan.[1]
Hasil dari 1 non-randomized controlled trial melaporkan bahwa kontrol gigi dengan interval 2 hingga 3 bulan dapat secara signifikan mengurangi insidensi dan rekurensi karies. Hasil 1 longitudinal non-randomized controlled study yang membandingkan interval 3, 6, dan 12 bulan melaporkan risiko karies sebesar masing-masing 4,4; 4,0; dan 4,9.
Hasil 2 studi retrospektif yang dianalisis menunjukkan bahwa interval kontrol tidak mempengaruhi insidensi karies. Sementara itu, 1 studi potong lintang yang dianalisis menunjukkan bahwa interval kontrol gigi 6 bulan berhubungan dengan lebih banyak restorasi gigi dan lebih sedikit karies aktif. Tinjauan ini menyimpulkan bahwa basis bukti ilmiah terkait interval tertentu untuk kontrol kesehatan gigi masih belum adekuat.[1]
Hasil ini didukung oleh tinjauan sistematik lain oleh Farooqi et al. Tinjauan ini dilakukan terhadap 8 studi kohort. Hasil analisis menunjukan bahwa basis bukti ilmiah yang ada masih sangat lemah untuk menganjurkan interval kontrol gigi tertentu secara rutin kepada pasien.[5]
Tinjauan Cochrane tahun 2020 mencoba menganalisis bukti ilmiah dari 2 RCT dengan total 1.736 sampel. Satu studi dilakukan di klinik gigi di Norwegia dan melibatkan individu berusia <20 tahun, yang membandingkan interval kontrol gigi 12 dan 24 bulan dengan hasil diukur setelah 2 tahun. Studi lainnya dilakukan di Inggris dan melibatkan 51 praktek dokter gigi, yang membandingkan interval kontrol gigi 6 bulan, 24 bulan, dan risk based dengan hasil diukur setelah 4 tahun.
Hasil tinjauan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara interval kontrol gigi 6 bulan, 24 bulan, maupun risk based terhadap luaran kerusakan gigi, penyakit gusi, ataupun kualitas hidup pasien. Tinjauan ini juga menunjukkan bahwa interval yang lebih panjang (hingga 24 bulan) tidak akan mempengaruhi luaran secara negatif. Studi lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui seberapa sering sebaiknya anak dan orang dewasa melakukan kontrol kesehatan gigi secara rutin.[2]
Sementara itu, studi prospektif longitudinal pada anak-anak Pakistan dengan lesi kavitasi menunjukkan interval kontrol berbasis risiko yang direkomendasikan untuk penatalaksanaan karies adalah 18 bulan bagi anak-anak dengan risiko karies rendah dan sedang, dan 6 bulan bagi anak-anak dengan risiko karies tinggi. Rekomendasi kontrol untuk penatalaksanaan karies pada lesi non-kavitasi dan kavitasi adalah 6 bulan, baik untuk risiko rendah, sedang, dan tinggi.[6]
Kesimpulan
Interval kontrol kesehatan gigi yang terbaik dan memberi hasil paling optimal masih menjadi perdebatan. Indonesia sendiri masih merekomendasikan kontrol kesehatan gigi rutin dilakukan setiap 6 bulan. Sementara itu, berbagai negara lain, seperti Finlandia dan Denmark, merekomendasikan interval kontrol kesehatan gigi disesuaikan berdasarkan risiko masing-masing pasien (risk based).
Hingga kini, bukti ilmiah yang ada masih belum adekuat untuk mendukung interval spesifik tertentu untuk melakukan kontrol kesehatan gigi. Tinjauan Cochrane menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal luaran kesehatan gigi-mulut pada pasien yang melakukan kontrol kesehatan gigi setiap 6 bulan, 24 bulan, ataupun risk based.
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini