Teknik Pungsi Asites
Teknik pungsi asites dimulai dari persiapan pasien, persiapan alat, teknik melakukan tindakan, persiapan pemeriksaan dan follow-up. Keberhasilan tindakan ini sangat dipengaruhi oleh persiapan yang dilakukan dan kecakapan operator.[1,2]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien yang paling awal dilakukan tindakan pungsi asites adalah memperoleh informed consent pasien. Pasien harus mendapatkan penjelasan dari dokter mengenai tindakan yang akan dilakukan, termasuk risiko dan komplikasi yang bisa terjadi, serta alternatif tindakan lainnya. Pernyataan persetujuan pasien dinyatakan dalam lembar persetujuan sesuai dengan aturan rumah sakit/klinik tempat tindakan dilakukan.[3,4]
Pada umumnya tidak ada persiapan khusus yang perlu dilakukan pada pasien. Pasien dengan risiko gangguan pembekuan darah dan perdarahan sebaiknya dilakukan pemeriksaan international normalised ratio (INR) dan trombosit.[1,4]
Pemeriksaan USG dapat dilakukan pada pasien dengan asites walaupun bukan prosedur yang rutin. Pada beberapa kondisi dapat dilakukan pungsi asites dengan panduan USG, seperti pada saat terdapat kontraindikasi relatif. Pemeriksaan USG terutama dapat dilakukan untuk menentukan kemungkinan etiologi penyakit pasien, memperkirakan volume asites, dan menentukan lokasi dilakukannya pungsi asites.
Pemeriksaan USG juga dapat dilakukan guna mencegah terjadinya komplikasi. Studi juga menemukan bahwa pemeriksaan USG lebih superior pada untuk menentukan jumlah dan lokasi asites dibanding CT-scan.[3,5,6]
Pemeriksaan fisik umum dilakukan untuk menentukan keadaan umum pasien, terutama tanda vital, serta pemeriksaan status lokalis untuk menentukan lokasi dilakukannya penusukan. Pasien juga diminta untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dilakukan tindakan pungsi, dapat dengan kateter atau secara spontan.[3,4]
Peralatan
Beberapa peralatan yang digunakan pada tindakan pungsi asites adalah:
- Sarung tangan steril
- Masker
- Cairan povidone iodine 10% atau alkohol 70%
- Kassa setril
- Duk steril
- Anestesi lokal, biasanya lidocaine
Syringes 5 ml dan 50 ml
- Jarum 18 G untuk anestesi, 20 atau 22 G untuk pungsi asites diagnostik. 14 atau 16 G angiokateter
- Tabung pemeriksaan steril
- Infus set untuk mengalirkan cairan asites
- Tabung untuk menampung cairan, terutama pada pasien dengan asites masif.
- Tensimeter [1,2,4]
Posisi Pasien
Posisi pasien saat dilakukan pungsi asites memengaruhi keberhasilan tindakan. Pasien harus berada dalam posisi yang nyaman. Biasanya posisi yang paling optimal untuk dilakukannya pungsi asites adalah supine. Posisi ini terutama dipilih pada pasien dengan asites dalam jumlah yang besar. Pada pasien dengan asites masif, posisi dapat dimodifikasi dengan posisi semi supine dengan kepala lebih tinggi dalam posisi yang nyaman untuk pasien.
Pasien biasanya akan merasa nyaman dalam posisi 30o dengan kepala terletak lebih tinggi. Posisi pasien tersebut akan menyebabkan pergerakan cairan asites sehingga manuver yang dapat dilakukan adalah melakukan pungsi pada daerah parakolik atau midline linea alba. Posisi lain yang dapat dilakukan adalah dengan posisi lateral dekubitus, terutama pada jumlah cairan asites yang sedikit. Penusukan dilakukan dengan pendekatan parakolik lateral.[1,3]
Prosedural
Prosedural pungsi asites harus dilakukan dengan teknik steril. Berikut ini adalah langkah-langkah pungsi asites:
-
Menentukan Lokasi Penusukan
Penusukan dilakukan dengan sebelumnya menentukan lokasi. Syarat lokasi penusukan adalah tidak ada infeksi lokal, tidak terlalu jauh ke lateral, tidak ada jaringan parut, tidak ada pembesaran vena yang terlihat jelas, dan tidak ada adhesi saluran cerna dalam rongga peritoneal. Penusukan sebaiknya dilakukan pada dinding abdomen yang paling tipis yang sudah ditentukan sebelumnya pada pemeriksaan USG. Lokasi dinding abdomen yang paling tipis adalah midline linea alba. Pada pasien dengan obesitas, lokasi yang paling disarankan adalah daerah parakolik lateral yang memiliki dinding yang paling tipis.[1-3] Pada keadaan kondisi pungsi asites tanpa panduan USG, perkusi dinding abdomen dapat dilakukan untuk menentukan lokasi penusukan. Penusukan dilakukan di garis tengah abdomen, 2 cm di bawah umbilikus atau di kuadran bawah, yakni 2-3 cm di sisi lateral muskulus rektus abdominis.[1-3]
-
Universal Precautions
Tindakan diawali dengan operator melakukan cuci tangan dan menggunakan sarung tangan steril. Bila memungkinkan dapat menggunakan masker. Pada daerah kulit yang akan ditusuk dilakukan tindakan antiseptik dengan klorheksidin, cairan povidone iodine, atau alkohol 70%. Daerah tersebut lalu ditutupi oleh duk steril.[1-3]
-
Anestesi Lokal
Setelah menentukan lokasi penusukan, lakukan anestesi lokal pada daerah yang akan dipungsi. Anestesi lokal biasanya dilakukan dengan menggunakan lidocaine yang diaplikasikan dengan jarum dengan ukuran yang kecil. Anestesi awalnya dilakukan secara infiltratif pada daerah penusukan, kemudian dilanjutkan ke dalam secara perlahan sehingga menembus dinding peritoneum.[1-3]
-
Aspirasi Cairan Asites
Operator kemudian melakukan penusukan dengan jarum ukuran 22 G dan tabung 50 ml secara perpendikular. Sembari dilakukan penusukan, lakukan peregangan kulit dengan tangan lainnya guna mencegah terjadi penusukan pada lapisan otot yang tumpang tindih sehingga mengurangi risiko kebocoran. Setelah jarum menembus rongga peritoneum, cairan diaspirasi untuk dikirimkan ke laboratorium guna pemeriksaan bila diperlukan.[1,3] Bila pungsi asites terapeutik akan dilakukan, syringes kemudian dilepaskan dan diganti dengan infus set untuk dapat mengalirkan cairan asites pada tabung yang sudah disiapkan sebelumnya. Pemeriksaan tensi berkala harus dilakukan guna mencegah terjadi hipotensi terutama selama tindakan pungsi asites yang mengeluarkan cairan dalam jumlah yang besar.[1,3]
-
Tahap Penyelesaian
Bila cairan asites yang diaspirasi sudah cukup, jarum kemudian ditarik perlahan sembari melepaskan traksi kulit. Setelah jarum keluar sepenuhnya, diberikan penekanan pada daerah penusukan untuk menghentikan perdarahan.[1,3]
-
Pemeriksaan Cairan Asites secara Visual
Pemeriksaan cairan asites secara visual dapat dilakukan langsung setelah dilakukan aspirasi cairan. Cairan asites dapat menunjukkan gambaran jernih, seperti susu, berkabut atau keruh, kemerahan dan straw coloured. Impresi awal ini dapat membantu klinisi dalam memikirkan kemungkinan diagnosis pasien.[7,8]
Pasien dengan gambaran cairan asites seperti susu dapat disebut juga dengan chylous ascites yang menandakan adanya kilomikron yang terdiri terutama atas trigliserida. Hal ini dapat terjadi pada kondisi keganasan, trauma, sirosis hepatis, infeksi, pankreatitis, penyakit kongenital atau kondisi lainnya.
Gambaran cairan asites berkabut disebut juga pseudochylous ascites, biasanya menandakan peritonitis, pankreatitis, atau perforasi saluran cerna. Cairan asites kemerahan atau bercampur darah dapat terjadi pada kasus keganasan atau akibat trauma pada tindakan pungsi asites. Cairan asites dengan warna straw coloured atau jernih biasanya terjadi pada kasus sirosis hepatis.[7,8]
Follow Up
Follow-up pada pungsi asites bertujuan untuk terutama 2 hal, yakni pengiriman cairan asites untuk pemeriksaan lanjutan dan pemberian albumin.
Pemeriksaan Cairan Asites
Pemeriksaan cairan asites dilakukan sesuai dengan indikasi. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan mengirimkan cairan asites dengan jumlah yang adekuat, biasanya dibutuhkan cairan dalam jumlah 20-30 cc dalam kontainer steril. Jumlah cairan yang dibutuhkan dapat bertambah banyak sesuai dengan jumlah pemeriksaan yang ingin dilakukan. Pada kasus dengan kecurigaan keganasan dan ingin melakukan pemeriksaan sitologi cairan, sebaiknya jumlah cairan asites yang dikirimkan setidaknya 50 cc. Pada kasus asites dengan kecurigaan peritonitis bakterial spontan dilakukan juga pemeriksaan darah guna dibandingkan dengan hasil pemeriksaan asites.[3,7]
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada cairan asites adalah:
Serum-ascites albumin gradient (SAAG), terutama untuk menentukan apakah asites terjadi akibat kongesti hepar/hipertensi portal atau penyebab lainnya
- Pemeriksaan protein total, hitung PMN, dan kultur bakteri, terutama berhubungan dengan peritonitis bakterial spontan
- Amilase, untuk menentukan apakah asites disebabkan oleh pankreatitis
- Trigliserida, untuk menentukan apakah asites termasuk chylous ascites
Adenosine deaminase activity (ADA) dan PCR TB untuk menentukan apakah asites terjadi akibat infeksi tuberkulosis
- Pemeriksaan glukosa dan laktat dehidrogenase untuk membantu menentukan etiologi penyebab asites. Kadar glukosa yang rendah menandakan adanya bakteri, leukosit, atau sel kanker. Kadar laktat dehidrogenase yang rendah menunjukkan kemungkinan penyebab keganasan. Belakangan, kedua pemeriksaan ini tidak direkomendasikan lagi karena keduanya sangat dipengaruhi oleh SAAG dan tidak spesifik
- Pemeriksaan urea dan kreatinin. Salah satu penyebab asites yang sangat jarang adalah kebocoran urine ke rongga peritoneum
Pemeriksaan bilirubin bila pasien dengan gejala klinis jaundice.
- Pemeriksaan sitologi cairan terutama untuk mencari sel keganasan [1,3,7]
Pemberian Albumin
Albumin diberikan terutama pada pungsi asites terapeutik yang mengeluarkan cairan dalam jumlah yang banyak. Pada kasus asites masif dengan mengeluarkan cairan di atas 5 liter disarankan dilakukan pemberian albumin guna mencegah komplikasi dan kolapsnya pembuluh darah. Pengeluaran cairan kurang dari 5 liter tidak disarankan untuk melakukan transfusi albumin. Rekomendasi pemberian albumin adalah 8-10 g/L carian asites yang dikeluarkan.[1,3]