Indikasi Skrining Kanker Payudara
Indikasi skrining kanker payudara dilakukan pada semua wanita dimulai sejak usia subur, tetapi rekomendasi pemeriksaan berbeda antara populasi tanpa risiko, risiko rata-rata, dan risiko tinggi. Tenaga kesehatan harus terlatih untuk melakukan pemeriksaan payudara klinis (SADANIS), diikuti dengan pengajaran kepada pasien tentang cara pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) yang benar.[1,2,4,10,11]
Klasifikasi Faktor Risiko
Wanita yang memiliki risiko tinggi, diindikasikan untuk menjalani tes skrining pada usia yang lebih muda, dapat dimulai pada usia sedini 25 tahun. Wanita tersebut juga dianjurkan untuk konsultasi genetik, beserta tes untuk memastikan apakah ia membawa gen mutasi yang meningkatkan risikonya mendapatkan kanker.[1,7-11]
Risiko Tinggi
Seseorang memiliki risiko tinggi kanker payudara apabila memiliki mutasi genetik BRCA1 dan BRCA2, anggota keluarga dekat (ibu, anak, dan saudara kandung) pembawa karier mutasi genetik, riwayat keluarga atau diri sendiri menderita kanker payudara, dan riwayat pernah mendapatkan terapi radiasi pada dada sebelum usia 30 tahun.[1,7-11]
Risiko Sedang
Seseorang dikatakan memiliki risiko sedang jika memiliki jaringan payudara yang sangat padat, disertai riwayat pernah menderita kanker payudara tetapi tidak diketahui apakah memiliki mutasi genetik. Faktor risiko lain adalah riwayat memiliki lesi di payudara dengan kecurigaan keganasan, tetapi tidak pernah menjalani kemoterapi atau pencegahan dengan terapi lain.[1,7-11]
Risiko Rendah
Kanker payudara dapat terjadi pada wanita dengan faktor sebagai berikut:
- Semakin tua usia, di mana kanker payudara umumnya terdiagnosis >50 tahun
- Menarche dini usia <12 tahun, atau menopause usia >55 tahun
- Kehamilan pertama pada usia >30 tahun, tidak pernah hamil, atau kehamilan tidak pernah mencapai maturitas
- Tidak aktif secara fisik, berat badan lebih, atau obesitas pasca menopause
- Jaringan payudara padat
- Riwayat terapi hormon kombinasi, konsumsi kontrasepsi peroral, atau hormon dietilstilbestrol (DES)
- Riwayat penyakit nonkanker pada payudara
- Rutin mengonsumsi alkohol, merokok, atau terpapar zat karsinogenik[1,7-11]
Indikasi Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
Efektivitas SADARI dalam menurunkan mortalitas kanker payudara masih belum terbukti. American Cancer Society tidak lagi merekomendasikan metode ini dilakukan rutin pada populasi risiko rata-rata. Namun, tenaga kesehatan tetap perlu mengingatkan pasien untuk berkonsultasi jika terdapat perubahan payudara yang jelas, misalnya inversi puting, pengeluaran discharge, perubahan warna, atau teraba benjolan.[1,3,9]
Di Indonesia, SADARI masih menjadi metode penemuan dini kanker payudara karena 85% kelainan di payudara pertama kali dikenali oleh pasien sendiri. Masyarakat diberikan edukasi untuk melakukan SADARI sejak usia subur, yaitu sejak usia 20 tahun dan dilakukan setiap bulan selesai menstruasi (hari ke-10, terhitung dari hari pertama haid).[4,5]
Indikasi Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS)
SADANIS dilakukan pada wanita asimtomatik usia 20─39 tahun, minimal setiap 3 tahun sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan rutin atau health medical check up. SADANIS dianjurkan setiap tahun pada wanita usia 40─69 tahun dengan risiko tinggi, jika tanpa risiko dapat dilakukan bersamaan pemeriksaan kesehatan rutin.[2,12-14]
Kementerian Kesehatan Indonesia merekomendasikan SADANIS oleh tenaga medis terlatih dilakukan untuk wanita usia 20‒40 tahun minimal setiap 3 tahun, dan usia >40 tahun minimal setiap setahun. Pemeriksaan ini dianjurkan sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan rutin, dan jika terdapat tanda klinis perubahan payudara maka dilanjutkan dengan mamografi.[4,5]
Indikasi Mamografi
Skrining kanker payudara dengan mamografi memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri. Mamografi dapat menurunkan mortalitas kanker payudara, tetapi berisiko overdiagnosis, hasil positif atau negatif palsu, ansietas pasien karena hasil yang mungkin tidak akurat, serta paparan radiasi.[6,15,18]
Selain itu, beberapa studi menunjukkan bahwa skrining kanker payudara dengan mamografi tidak menurunkan mortalitas secara signifikan, tetapi meningkatkan risiko pasien mendapatkan radioterapi atau pembedahan yang tidak perlu. Lebih dari 200 wanita akan mengalami ansietas dan ketidakpastian selama bertahun-tahun karena temuan positif palsu.[15-18]
Skrining dengan mamografi harus dilandaskan pada prinsip shared decision making, yaitu pasien membuat keputusan sendiri berdasarkan informasi manfaat, risiko, dan preferensi pribadinya.[1,15-18]
Tabel 1. Rekomendasi Skrining di Berbagai Negara
USG Payudara
Studi meta analisis pada tahun 2019 mendukung potensi penggunaan ultrasound (USG) sebagai alat deteksi primer yang efektif untuk kanker payudara, yang mungkin bermanfaat dalam pengaturan sumber daya rendah di mana mamografi atau MRI tidak tersedia. Namun, dibutuhkan keahlian tenaga kesehatan dan alat yang mendukung.[19]
USG payudara diindikasikan apabila hasil mamografi negatif/meragukan, sedangkan SADANIS teraba benjolan atau terdapat tanda klinis lain. USG payudara dilakukan bila pemeriksaan MRI tidak tersedia, atas pertimbangan ekonomis walaupun MRI tersedia.[1,2]
USG terutama untuk membuktikan adanya massa kistik dan solid/padat yang mengarah pada keganasan, dan pada perempuan di bawah usia 40 tahun.[4]
MRI Payudara
Magnetic resonance image (MRI) payudara digunakan apabila lesi masih meragukan, atau tidak dapat ditentukan oleh mamografi. MRI diindikasikan untuk wanita muda, premenopause, faktor risiko tinggi, dan memiliki payudara yang padat, di mana mamografi akan sulit mendeteksi abnormalitas.[1,2]
American Cancer Society menyatakan bahwa MRI bukan sebagai pengganti mamografi. Hal ini karena MRI mungkin melewatkan beberapa kanker yang akan dideteksi oleh mamografi. Wanita risiko tinggi harus mulai melakukan skrining dengan MRI dan mamografi sejak usia 30 tahun, tetapi keputusan ada pada pasien dengan mempertimbangkan keadaan dan preferensi pribadinya.[1]