Indikasi Episiotomi
Indikasi pasti episiotomi belum dapat ditetapkan karena masih terbatasnya bukti ilmiah mengenai efektivitasnya. Indikasi sebaiknya dipertimbangkan secara case to case basis oleh dokter. Pada tahun 2006, American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan untuk tidak melakukan episiotomi secara rutin dan hanya melakukannya secara selektif.[3,4,6]
Sebuah penelitian pada kasus persalinan pervaginam nonoperatif (tanpa forceps atau vakum) menunjukkan bahwa angka kejadian trauma perineum berat lebih rendah pada grup wanita yang menjalani implementasi episiotomi selektif jika dibandingkan dengan grup wanita yang menjalani episiotomi rutin. Oleh karena itu, keputusan melakukan episiotomi harus dibuat berdasarkan pertimbangan klinis kondisi ibu dan janin.[3,7]
Beberapa pertimbangan untuk melakukan episiotomi antara lain:
- Persalinan kala dua yang lama, terutama bila kondisi janin mulai terganggu
- Ibu dengan perineum pendek atau dengan riwayat episiotomi atau obstetric anal sphincter injury (OASIS) pada persalinan sebelumnya
- Adanya fetal compromise, fetal distress, atau kondisi makrosomia
- Adanya distosia bahu atau malpresentasi seperti letak sungsang atau presentasi oksiput posterior persisten[2,8]