Teknik Episiotomi
Terdapat bermacam teknik episiotomi, tetapi teknik yang paling sering dilakukan adalah teknik medial dan mediolateral. Episiotomi medial dikaitkan dengan risiko ruptur perineum derajat 3–4 yang lebih tinggi daripada episiotomi mediolateral, sehingga episiotomi mediolateral umumnya lebih disarankan.[3,4]
Persiapan Pasien
Persiapan untuk tindakan episiotomi meliputi permintaan informed consent dari pasien, memastikan pencahayaan cukup, menilai perineum dan menentukan jenis episiotomi yang akan dilakukan, serta memastikan ada anestesi yang memadai.[3]
Peralatan
Beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk tindakan episiotomi adalah:
- Gunting episiotomi
Needle holder, jarum, dan benang jahit (chromic catgut, sintetis)
- Obat anestesi lokal, spuit, dan jarum suntik
- Doek steril, nierbekken
-
Hemostatic/tissue forceps, Sim’s speculum
- Foley catheter
Scalpel[3]
Posisi Pasien
Tindakan episiotomi dilakukan dengan posisi pasien berbaring dalam posisi litotomi. Dokter perlu memastikan bahwa kondisi ruangan tertutup dengan baik dan memastikan bahwa privasi pasien tetap terjaga.
Prosedural
Prosedur episiotomi dapat dilakukan setelah anestesi diberikan. Umumnya, jari telunjuk dan jari tengah dimasukkan ke dalam vagina, di antara kepala janin dan perineum. Hal ini bermaksud untuk menyediakan ruang untuk membuat sayatan dan menghindari cedera pada kepala janin.
Episiotomi dilakukan dengan menggunakan gunting atau scalpel. Terdapat 7 macam teknik episiotomi berdasarkan arah insisi, yaitu episiotomi medial, medial dengan modifikasi, J shaped, mediolateral, lateral, radikal-lateral atau insisi Schuchardt, dan anterior.[4,10]
Tabel 1. Jenis dan Karakteristik Episiotomi
Tipe episiotomi | Posisi insisi awal | Arah sayatan |
Medial (midline) | Dalam 3 mm dari garis tengah fourchette posterior | Antara 0–25॰ bidang sagital |
Medial dengan modifikasi | Dalam 3 mm dari garis tengah fourchette posterior | Antara 0–25॰ bidang sagital, dengan dua sayatan melintang di setiap sisi ditambahkan |
J shaped | Dalam 3 mm dari garis tengah fourchette posterior | Pada garis tengah, lalu sayatan bentuk “J” diarahkan ke tuberositas ischiadica |
Mediolateral | Dalam 3 mm dari garis tengah fourchette posterior | Diarahkan ke lateral pada sudut setidaknya 60॰ dari garis tengah ke tuberositas ischiadica |
Lateral | Lebih dari 10 mm dari garis tengah fourchette posterior | Diarahkan ke lateral menuju tuberositas ischiadica |
Radikal-lateral (insisi Schuchardt) | Lebih dari 10 mm dari garis tengah | Diarahkan ke lateral menuju tuberositas ischiadica dan sekitar rektum |
Anterior | Midline atau garis tengah | Pada garis tengah, diarahkan ke pubis |
Sumber: Jessica Elizabeth, 2020.[10]
Dua jenis teknik yang paling sering dilakukan adalah teknik medial dan mediolateral. Episiotomi medial lebih sering digunakan di Amerika karena lebih mudah untuk diperbaiki, tetapi episiotomi ini dikaitkan dengan risiko ruptur perineum derajat 3–4 yang lebih tinggi daripada episiotomi mediolateral.[11]
Episiotomi mediolateral dapat memaksimalkan ruang perineum untuk persalinan dengan risiko ruptur perineum lebih rendah. Kekurangan dari episiotomi mediolateral adalah perbaikan yang lebih sulit, perdarahan lebih banyak, dan rasa tidak nyaman selama periode awal postpartum.[11]
Sayatan episiotomi medial harus dimulai dari fourchette posterior untuk menghindari kelenjar bartholin, lalu berjalan ke bawah melalui perineum. Panjang sayatan yang ideal berbeda untuk setiap pasien karena bergantung pada anatomi dan ukuran perineum.[3]
Sayatan episiotomi mediolateral juga dimulai dari fourchette posterior, ke arah lateral kanan atau kiri pada sudut 45–60॰, menghindari otot sphincter anal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sudut 60॰ dikaitkan dengan risiko ruptur perineum derajat 3–4 yang lebih rendah.[12]
Follow Up
Setelah proses persalinan selesai, pemeriksaan rektal diperlukan untuk menilai sayatan episiotomi. Direkomendasikan untuk menggunakan jahitan kontinu dengan benang absorbable untuk mengurangi kebutuhan pencabutan benang di kemudian hari.[13]
Kegagalan untuk mengidentifikasi laserasi perineum derajat berat dapat menyebabkan infeksi, dehisensi luka, inkontinensia ani, dan pembentukan fistula. Dapat dilakukan kompres hangat untuk mengurangi rasa nyeri dan edema setelah perbaikan episiotomi. Terapi farmakologi berupa antibiotik golongan sefalosporin dan penisilin dapat diberikan untuk mencegah komplikasi dan infeksi.[4]