Indikasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Indikasi utama operasi bypass jantung atau dikenal dengan coronary artery bypass graft atau CABG pada kasus penyakit jantung koroner dimana terdapat blokade derajat tinggi pada cabang utama ataupun jika tindakan percutaneous coronary intervention (PCI) gagal mengatasi blokade. Beberapa contoh kasus yang akan menerima manfaat dari prosedur CABG adalah:
- Stenosis pada arteri koroner sinistra sebanyak lebih dari 50%
- Stenosis pada proximal left anterior descending (LAD) artery dan proximal circumflex artery sebanyak 70%
- Gangguan pada tiga pembuluh darah koroner pasien yang asimptomatik atau dengan angina stabil
- Gangguan pada tiga pembuluh darah dan stenosis LAD pada pasien dengan gangguan ventrikel kiri
- Adanya gangguan pada satu atau dua pembuluh darah yang disertai dengan kerusakan otot miokard luas pada pasien dengan angina stabil
- Iskemia pada pasien NSTEMI (Non ST Elevasi Miokard Infark) yang tidak respon dengan terapi
- Gangguan fungsi ventrikel kiri dengan adanya defek anatomi yang masih dapat direvaskularisasi
- Sebagai tindakan kegawatdaruratan pada pasien dengan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) yang tidak memungkinkan untuk dilakukan PCI
- Tindakan kegawatdaruratan pada pasien dengan syok kardiogenik akibat infark miokard[4]
Sebuah meta analisis yang mengevaluasi data dari 11 uji klinik dengan total partisipan 11.518 pasien melaporkan bahwa CABG menghasilkan mortalitas lebih rendah dibandingkan PCI pada pasien dengan multivessel disease, terutama pasien dengan diabetes atau kompleksitas keterlibatan arteri yang tinggi.[5]
Gagal PCI
CABG segera untuk mengembalikan aliran arteri yang infark setelah gagal PCI hanya dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia yang masih berlangsung dan area miokardium berisiko yang luas.
Pada beberapa kasus, setelah PCI primer, pembuluh darah masih teroklusi atau adanya aliran rendah akibat embolisasi distal (tidak ada aliran kembali/no-reflow). Fenomena no-reflow adalah reperfusi mikrovaskular yang tidak berhasil bahkan pada adanya arteri koroner epikardial yang paten. Hal ini umumnya terjadi pada reperfusi dengan PCI sebagai tata laksana dari STEMI, setelah iskemia miokard berkepanjangan, atau dengan beban trombus yang besar. Karena CABG jarang sekali dapat memperbaiki perfusi pada subtended myocardium di kondisi no-reflow, CABG segera dapat membahayakan serta menempatkan pasien pada risiko yang tidak diperlukan.[6]
Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan