Komplikasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Komplikasi operasi bypass jantung atau coronary artery bypass graft / CABG mencakup kematian, infark miokard, stroke, infeksi luka, kebutuhan ventilasi mekanik yang berkepanjangan, gagal ginjal akut, dan perdarahan yang membutuhkan transfusi atau operasi ulang.[1-3]
Kematian
Tingkat mortalitas 4 tahun dari tindakan CABG telah dilaporkan sebesar 7%. Mortalitas dilaporkan meningkat pada kelompok usia di atas 70 tahun, memiliki komorbiditas diabetes mellitus, dan disfungsi sistolik ventrikel kiri.[10,14]
Stroke
Stroke dilaporkan terjadi pada 5-6% pasien yang menjalani CABG.[14]
Kejadian Kardiovaskular Mayor
33% pasien yang menjalani CABG dilaporkan perlu menjalani perawatan ulang dalam 2 tahun setelah prosedur. Penyebab tersering adalah infark miokard, angina, dan aritmia.[14]
Infeksi Pasca Operasi
Infeksi pasca operasi adalah istilah umum yang menggambarkan infeksi daerah superfisial, pneumonia, infeksi saluran kemih, dan deep sternal wound infections (DSWI). DSWI terjadi pada sekitar 1–2% dari seluruh pasien yang menjalani bedah jantung. Namun, DSWI memiliki risiko serius dengan tingkat mortalitas mencapai 30%.[2]
Disfungsi Renal
Setelah prosedur CABG sering sekali terjadi disfungsi renal yaitu gagal ginjal akut. Faktor risiko yang memperberat terjadinya disfungsi renal ini adalah adanya gangguan ginjal sebelum prosedur CABG, disfungsi sistolik, usia tua, jenis kelamin perempuan, diabetes mellitus yang membutuhkan terapi insulin, tindakan operasi emergensi, gagal jantung kongestif, dan tekanan darah rendah.[2,14]
Perdarahan
Pada umumnya pasien yang akan menjalani prosedur CABG mendapatkan beberapa terapi untuk mengencerkan darah seperti clopidogrel dan aspirin. Hal ini meningkatkan risiko perdarahan selama dan setelah prosedur.[2,14]
Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung setelah CABG dapat terjadi akibat iskemia graft ataupun emboli pada graft. Gagal jantung juga dapat terjadi sekunder dari proses penyebab utama pasien membutuhkan bedah jantung, misalnya infark miokard, ruptur miokard, atau perikarditis pasca infark.[2]
Tamponade Jantung
Risiko efusi perikardium setelah bedah jantung mencapai 1,5% dalam periode segera pasca operasi. Mayoritas efusi perikardium bervolume kecil, asimtomatik dan tidak berdampak secara klinis.[2]
Atrial Fibrilasi
Operasi jantung pada dasarnya bersifat aritmogenik, yaitu menyebabkan berbagai gangguan elektrofisiologi, yang paling sering adalah atrial fibrilasi. Sekitar 5-40% pasien dilaporkan dengan atrial fibrilasi dalam 2-4 hari pasca operasi.[2]
Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan