Komplikasi Kateterisasi Jantung
Komplikasi yang terjadi pada pasien pasca kateterisasi jantung atau percutaneous coronary intervention (PCI) bergantung pada berbagai faktor, diantaranya adalah demografi pasien, anatomi vaskular pasien, kondisi komorbid, presentasi klinis dan prosedur tindakan. Komplikasi mayor kateterisasi jantung dengan indikasi diagnostik umumnya kurang dari 1 % dan risiko mortalitas hanya 0.05%. komplikasi mayor terberat dari prosedur kateterisasi jantung adalah kematian.[1]
Komplikasi Vaskular
Ada berbagai komplikasi vaskular yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani prosedur kateterisasi, diantaranya adalah hematom. Hematoma merupakan komplikasi perdarahan yang paling sering terjadi. Kebanyakan hematoma dapat sembuh tanpa harus diberikan perlakuan apapun. Kecuali pada hematom dengan tanda berupa perluasan massa secara massif dan disertai dengan instabilitas hemodinamik, membutuhkan resusitasi cairan. [1]
Perdarahan terutama perdarahan retroperitoneal dapat menyebabkan terjadinya instabilitas hemodinamik mendadak pada pasien. Insidensi kasus ini kurang dari 0.2%. Manifestasi klinis dengan dukungan hasil CT scan sangat menolong dalam mendiagnosis komplikasi ini. Kondisi ini paling sering ditemukan pada pasien yang menjalani prosedur kateterisasi jantung dengan akses transfemoralis.[1,3]
Komplikasi berikutnya adalah pseudoaneurisma. Pseudoaneurisma kecil (ukuran 2-3 cm) akan sembuh dengan sendirinya, namun tetap perlu dilakukan pemantauan dengan ultrasonografi Doppler secara serial untuk melihat perkembangan penyakit. Bila pseudoaneurisma berukuran besar dan bergejala, dapat diberikan terapi dengan kompresi atau injeksi trombin perkutaneus atau intervensi bedah bila gagal.[1]
Fistula arteriovenosus pada kateterisasi jantung dapat terjadi akibat terbentuknya hubungan pada arteri dan vena yang berdekatan dan mengalami perdarahan aktif akibat insersi kateter. Saat dilakukan pemeriksaan fisik, akan ditemukan gambaran klinis berupa thrill atau bruit kontinu. Komplikasi ini membutuhkan terapi berupa tindakan pembedahan.[1,3]
Diseksi termasuk komplikasi yang jarang terjadi pada tindakan kateterisasi jantung. Diseksi yang tidak aktif (non-flow) biasanya akan sembuh tanpa harus diberikan terapi apapun setelah dilakukan pelepasan sheath. Pada diseksi aktif perlu dilakukan intervensi berupa angioplasti dan stenting.[1]
Komplikasi Paska Akses Transradial
Komplikasi yang tersering pada kateterisasi jantung melalui jalur transradial yaitu oklusi arteri radialis, dengan insidensi sekitar 5%. Komplikasi ini dianggap tidak signifikan secara klinis terutama pada pasien dengan Allen test normal. Pasien dengan arkus palmar inkomplit dan Allen test abnormal dapat mengalami gejala iskemia tangan akibat oklusi arteri radialis.[1]
Komplikasi berikutnya yang juga cukup sering terjadi adalah spasme arteri radialis, kejadiannya berkisar antara 2-6% kasus. Komplikasi ini dapat dihindari dengan penggunaan obat vasodilator lokal dan obat ansiolitik sistemik. Komplikasi yang sangat jarang yaitu perforasi arteri radialis dan diterapi dengan kompresi eksternal.[1,3]
Komplikasi Mayor
Komplikasi mayor akibat kateterisasi jantung adalah kematian. Namun komplikasi berupa kematian sangat jarang terjadi, angka insidensinya kurang dari 0.05% pada kateterisasi jantung sebagai prosedur diagnostik. Risiko kematian dapat meningkat pada seting pasien dengan fungsi sistolik ventrikel kiri yang menurun dan pasien syok dengan infark miokard akut. Faktor risiko lainnya yang berperan antara lain usia tua, adanya penyakit multivaskular, left main coronary artery disease, atau penyakit katup jantung seperti stenosis aorta berat.[1]
Komplikasi mayor berikutnya adalah Infark miokard. Infark miokard kejadiannya sangat dipengaruhi oleh faktor komorbid seperti riwayat penyakit arteri koroner, baru saja mengalami sindrom koroner akut, pasien diabetes dengan insulin, dan faktor yang berhubungan dengan teknik kateterisasi. Angka insidensi kejadian periproseduralnya kurang dari 0.1%. [1]
Selanjutnya adalah stroke. Faktor risiko stroke sebagai komplikasi prosedur kateterisasi jantung bergantung pada indikasi tindakan yang dilakukan. Bila sebagai prosedur diagnostik, risikonya sangat rendah yaitu antara 0.05% hingga 0.1%, sedangkan bila prosedur bersifat intervensi, risiko meningkat menjadi 0.18% hingga 0.4%. Berdasarkan studi, akses masuk prosedur kateterisasi melalui jalur arteri radialis atau femoralis tidak memiliki perbedaan yang bermakna dalam hal kemungkinan risiko stroke yang ada.[1,7]
Alergi yang terjadi pada prosedur kateterisasi jantung dapat diakibatkan oleh alergi terhadap anestesi lokal yang digunakan, agen kontras, heparin atau medikasi lainnya yang digunakan selama prosedur kateterisasi.[1,3]
Gagal ginjal akut pada kateterisasi jantung terjadi akibat nefropati yang dipicu oleh kontras yang digunakan pada kateterisasi jantung. Angka insidensinya berkisar antara 3.3% hingga 16.5%.[1]
Luka kulit radiasi dapat timbul pada pasien yang terpajan oleh dosis berlebihan radiasi pada satu area tertentu. Manifestasi klinisnya mulai dari eritema ringan pada kulit hingga ulkus.[1]
Aritmia jantung juga dapat terjadi sebagai komplikasi mayor durante prosedur kateterisasi. Aritmia yang terjadi umumnya berupa fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel dengan angka kejadiannya terjadi pada 0,4% pasien. Aritmia ini berhubungan dengan iritasi atau iskemia miokardium oleh kateter, material kontras atau balon oklusi. Selain itu, transient brady arrhythmia juga umum terjadi pada saat prosedur dilakukan. Bila episode bradiaritmia menetap bahkan hingga terjadi hipotensi, dibutuhkan terapi dengan atropine atau temporary transvenous pacing.[1]