Risiko rekurensi lambat pada kanker payudara terus menghantui pasien dan dokter yang menangani, bahkan hingga lebih dari 30 tahun setelah diagnosis primer. Rekurensi lambat pada kanker payudara didefinisikan sebagai kejadian rekurensi kanker payudara setelah 5 tahun atau lebih sejak diagnosis pertama kali. Kejadian rekurensi lambat ini telah dilaporkan dapat mencapai setengah dari seluruh kejadian rekurensi pada kanker payudara.[1,2]
Risiko Rekurensi Lambat pada Kanker Payudara
Angka harapan hidup pasien kanker payudara telah meningkat selama ini sebagai akibat dari adanya skrining mamografi yang membantu diagnosis dini dan peningkatan efikasi dari terapi sistemik. Berbagai pilihan terapi yang tersedia telah berjasa mengurangi risiko rekurensi lokoregional, metastasis jauh, risiko timbulnya kanker payudara kontralateral, serta angka kematian akibat kanker payudara maupun oleh sebab apapun pada pasien dengan kanker payudara stadium dini dengan reseptor hormon yang positif.
Meski demikian, banyak bukti melaporkan masih tingginya rekurensi lambat pada pasien dengan kanker payudara. Sebuah meta analisis (2017) mengemukakan bahwa dalam kurun waktu 5-20 tahun setelah diagnosis kanker payudara pertama kali, kejadian rekurensi jauh didapatkan berkisar antara 13-41%.[1,3]
Meta analisis tersebut mengevaluasi data dari 88 uji klinis yang melibatkan total 62.923 wanita dengan kanker payudara positif reseptor estrogen (ER+). Hasil evaluasi menunjukkan bahwa kejadian rekurensi jauh pada pasien stadium T1N0 dalam 5-20 tahun setelah diagnosis adalah 13%, sedangkan kejadian pada pasien T1 dengan satu sampai tiga kelenjar yang terlibat (T1N1-3) adalah 20%. Kemudian, pada pasien dengan empat sampai sembilan kelenjar yang terlibat (T1N4-9) angka kejadiannya sekitar 34%. Pada pasien dengan stadium T2N0 angka kejadian rekurensi lambat adalah 19%, sedangkan pasien T2N1-3 dilaporkan 26% dan 41% pada pasien dengan T2N4-9.[3]
Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Rekurensi Lambat pada Kanker Payudara
Kohort retrospektif oleh Pedersen et al (2021) melakukan evaluasi data yang melibatkan 36.924 partisipan dengan kanker payudara. Kohort ini mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya rekurensi lambat (didefinisikan sebagai rekurensi dalam 10 tahun atau lebih setelah diagnosis awal) pada pasien dengan kanker payudara. Studi ini menyimpulkan bahwa keterlibatan nodus limfa, ukuran tumor, usia pasien, dan jenis intervensi medis akan mempengaruhi seberapa besar risiko rekurensi lambat.[1]
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening
Beberapa studi menunjukkan bahwa keterlibatan kelenjar getah bening, ukuran tumor dan grading tumor yang lebih tinggi meningkatkan risiko terjadinya rekurensi lambat dari kanker payudara.[1,3]
Dalam studinya, Pedersen et al melaporkan bahwa insidensi kumulatif rekurensi lambat 10-25 tahun setelah diagnosis meningkat dengan meningkatnya keterlibatan kelenjar getah bening pada awal diagnosis, mulai dari 12,7% pada pasien dengan T1N0 hingga 24,6% pada pasien dengan T2N4-9. Insidensi kumulatif ini menurun dengan meningkatnya derajat tumor, dimana insidensi tertinggi didapatkan pada pasien dengan tumor derajat I yang disertai 4 atau lebih keterlibatan kelenjar getah bening. Insidensi terendah didapatkan pada pasien dengan tumor derajat III dan tidak ada kelenjar getah bening yang terlibat.[1]o
Ukuran Tumor
Dalam kohort yang sama, Pedersen et al melaporkan bahwa insidensi kumulatif rekurensi lambat adalah 14,4% pada pasien dengan ukuran tumor 20 mm atau kurang. Insidensi kumulatif rekurensi lambat dilaporkan sebesar 15,5% pada pasien dengan tumor berukuran lebih besar dari 20 mm.[1]
Breast Conserving Surgery (BCS) vs Mastektomi
Dalam kohort ini, ditemukan bahwa kelompok pasien yang menjalani mastektomi memiliki risiko rekurensi lambat lokoregional yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang menjalani breast conserving surgery (BCS). Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya jaringan yang diangkat saat mastektomi dibandingkan BCS.[1]
Usia
Kohort Pedersen et al mengungkapkan bahwa pasien yang berusia lebih muda saat diagnosis awal memiliki kejadian rekurensi lambat lebih tinggi, tetapi data pastinya tidak disajikan.[1]
Reseptor Hormon Positif
Kohort ini juga melaporkan bahwa risiko rekurensi lambat lebih tinggi pada pasien ER+, meskipun risiko pada pasien ER- juga masih mencapai 8,1%.[1] Hasil ini sejalan dengan studi terdahulu yang melibatkan 300 pasien dengan kanker payudara, dimana disimpulkan bahwa ER+, reseptor progesteron positif (PR+), dan human epidermal growth factor receptor 2 negatif (HER2-) merupakan prediktor terjadinya rekurensi lambat.[4]
Extended Hormonal Therapy dalam Pencegahan Rekurensi Lambat Kanker Payudara
Terapi hormonal telah diketahui dapat mengurangi risiko rekurensi dini, tetapi beberapa studi mengindikasikan bahwa terapi hormonal juga bermanfaat dalam mengurangi risiko rekurensi lambat. Adanya bukti ini menyebabkan beberapa ahli merekomendasikan untuk menerapkan perpanjangan terapi hormonal (extended hormonal therapy) bagi pasien yang dianggap berisiko mengalami rekurensi lambat.
Penggunaan tamoxifen dengan atau tanpa inhibitor aromatase (AI) sebagai extended hormonal therapy telah dilaporkan mampu mengurangi risiko rekurensi lambat sebesar 2-5%. Meski demikian, dokter perlu menimbang risiko rekurensi terhadap potensi efek samping dari extended hormonal therapy.[5,6]
Kesimpulan
Risiko rekurensi lambat kanker payudara kerap menjadi momok bagi pasien dan dokter yang menangani pasien. Faktor yang telah dikaitkan dengan peningkatan risiko rekurensi lambat mencakup keterlibatan kelenjar getah bening, ukuran tumor lebih besar, breast conserving surgery, usia pasien lebih muda, dan reseptor estrogen positif (ER+). Untuk mencegah rekurensi lambat, beberapa bukti ilmiah mendukung manfaat dari extended hormonal therapy, meski demikian studi lebih lanjut masih diperlukan untuk memandu pemilihan pasien dan menimbang populasi mana yang akan mendapat manfaat terbaik dari pendekatan ini.