Farmakologi Paracetamol
Farmakologi paracetamol memiliki efek inhibisi sintesis prostaglandin di jaringan dan sistem saraf pusat. [2]
Farmakodinamik
Enzim siklooksigenase (COX) memiliki beberapa isoform. Yang paling dikenal adalah COX-1 dan COX-2. Walaupun keduanya memiliki kesamaan karakteristik dan mengkatalisis reaksi yang sama, terdapat perbedaan efek di antara keduanya.
Enzim COX-1 merupakan enzim yang diekspresikan oleh hampir semua jaringan di tubuh, termasuk platelet, dan memiliki peran dalam produksi prostaglandin yang terlibat dalam proteksi lambung, agregasi platelet, autoregulasi aliran darah renal, dan inisiasi parturisi. Sementara itu, COX-2 berperan penting dalam proses inflamasi dengan mengaktivasi sitokin inflamasi. COX-2 juga banyak diekspresikan di ginjal dan memproduksi prostasiklin yang berperan dalam homeostasis ginjal. [4,5]
Aktivasi COX-1 dan COX-2 dipengaruhi oleh kadar asam arakidonat. Ketika kadar asam arakidonat rendah, maka prostaglandin akan dibentuk dari terutama dari COX-2, sementara saat kadar asam arakidonat tinggi, prostaglandin akan dibentuk terutama dari COX-1. Kadar asam arakidonat ini juga mempengaruhi kerja paracetamol. Kadar yang rendah memiliki efek poten terhadap paracetamol dan kadar yang tinggi akan menghambat kerja paracetamol. [5]
Paracetamol memiliki efek analgesik dan antipiretik yang setara dengan OAINS. Sebagai analgesik, paracetamol menghambat prostaglandin dengan cara berperan sebagai substrat dalam siklus peroksidase enzim COX-1 dan COX-2 dan menghambat peroksinitrit yang merupakan aktivator enzim COX. Sebagai antipiretik, paracetamol menghambat peningkatan konsentrasi prostaglandin di sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal yang disebabkan oleh pirogen. [5]
Efek klinis paracetamol dapat terlihat dalam satu jam setelah pemberian. Dalam beberapa studi ditemukan bahwa paracetamol dapat menurunkan suhu sebesar 1oC setelah satu jam pemberian. [2]
Paracetamol tidak seefektif OAINS dalam meredakan nyeri pada arthritis akut karena tidak dapat menurunkan kadar prostaglandin di cairan sinovial. Dibandingkan dengan OAINS, paracetamol memiliki efek samping ke sistem gastrointestinal yang lebih rendah. Oleh karena itu paracetamol dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada pasien dengan riwayat ulkus peptikum. [5]
Farmakokinetik
Farmakokinetik paracetamol cukup baik dengan bioavailabilitas yang tinggi.
Absorpsi
Paracetamol diabsorbsi dengan baik di usus halus melalui transport pasif pada pemberian oral. Pemberian dengan makanan akan sedikit memperlambat absorpsi paracetamol. [2]
Pada pemberian melalui rektum, terdapat variasi konsentrasi puncak di plasma dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi puncak di plasma lebih lama. [2]
Distribusi
Setelah pemberian oral, konsentrasi puncak pada plasma akan dicapai dalam waktu 10 – 60 menit pada tablet biasa dan 60 – 120 menit untuk tablet lepas-lambat. Konsentrasi rata-rata di plasma adalah 2,1 μg/mL dalam 6 jam dan kadarnya hanya dideteksi dalam jumlah kecil setelah 8 jam. Paracetamol memiliki waktu paruh 1 – 3 jam. [2]
Paracetamol memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Sekitar 25% paracetamol dalam darah diikat oleh protein. [2]
Metabolisme
Metabolisme paracetamol terutama berada di hati melalui proses glukoronidasi dan sulfasi menjadi konjugat non toksik. Sebagian kecil paracetamol juga dioksidasi melalui enzim sitokrom P450 menjadi metabolit toksik berupa N-acetyl-p-benzo-quinone imine (NAPQI). [6]
Pada kondisi normal, NAPQI akan dikonjugasi oleh glutation menjadi sistein dan konjugat asam merkapturat. Ketika diberikan dosis dalam jumlah yang besar atau terdapat defisiensi glutation, maka NAPQI tidak dapat terdetoksifikasi dan menyebabkan nekrosis hepar akut. [6]
Eliminasi
Sekitar 85% paracetamol diekskresi dalam bentuk terkonjugasi dan bebas melalui urin dalam waktu 24 jam. Pada paracetamol oral, ekskresi melalui renal berlangsung dalam laju 0,16 – 0,2 mL/menit/kg. Eliminasi ini akan berkurang pada individu berusia > 65 tahun atau dengan gangguan ginjal. [3]
Selain ginjal, sekitar 2,6% akan diekskresikan melalui bilier. Paracetamol juga dapat diekskresikan dengan hemodialisa.[2]