Farmakologi Thiamphenicol
Farmakologi thiamphenicol atau tiamfenikol merupakan golongan chloramphenicol yang memiliki mekanisme kerja yang hampir sama. Perbedaan struktur kimia thiamphenicol dengan chloramphenicol terletak pada pergantian posisi kelompok NO2 pada chloramphenicol menjadi kelompok methyl sulfonyl. Perbedaan struktur tersebut tidak mempengaruhi efeknya dalam sintesis DNA, tetapi mempengaruhi efek sampingnya terhadap anemia aplastik. Thiamphenicol diketahui tidak berhubungan dengan kejadian anemia aplastik karena tidak terdapatnya kelompok NO2 tersebut.[1-3,12]
Farmakodinamik
Aktivitas antibakteri thiamphenicol sedikit kurang aktif dibandingkan dengan chloramphenicol, akan tetapi spektrum aktivitas antibakterinya sama. Thiamphenicol bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri sehingga tidak berkembang lagi. Awalnya, terjadi ikatan antara thiamphenicol pada ribosom subunit 50S dan menghambat transpeptidase serta sintesis protein bakteri. Thiamphenicol memiliki aktivitas antibakteri yang bersifat bakteriostatik. Namun, pada konsentrasi hambatan minimal (KHM) yang lebih dari 3‒5 kali lipat dapat bersifat bakterisida dan dapat membunuh kuman kokus gram positif, yaitu Haemophilus influenzae dan Neisseria spp.[3,8,11]
Farmakokinetik
Thiamphenicol sediaan oral memiliki sifat sukar larut dalam air sehingga mempengaruhi aktivitas antibakterinya dan mengurangi efikasinya jika diberikan pada infeksi berat. Oleh karena itu, dikembangkan bentuk sediaan aerosol dan parenteral memiliki daya larut lebih tinggi dan cepat di dalam pembuluh darah.[3,11]
Absorpsi
Pemberian thiamphenicol oral 500 mg akan mencapai konsentrasi serum puncak dalam waktu 2 jam, dengan kadar plasma 3‒6 mg/L. Obat sebaiknya dikonsumsi dalam keadaan perut kosong untuk mempertahankan efikasinya karena sifatnya yang sukar larut dalam air.[11,13]
Distribusi
Thiamphenicol terdistribusi ke dalam cairan serebrospinal dan masuk ke paru-paru. Selain itu, juga dapat melewati plasenta masuk ke dalam air susu ibu (ASI). Ikatan protein thiamphenicol hanya 10% dengan waktu paruh 2‒3 jam. [11,13]
Metabolisme
Metabolisme thiamphenicol berbeda dengan chloramphenicol. Thiamphenicol yang diberikan pada manusia tidak mengalami metabolisme. Thiamphenicol tidak mengalami konjugasi dengan asam glukoronik di dalam hepar dan bukan merupakan substrat untuk glukoronil transferase hepar.[8,11,13]
Ekskresi
Waktu paruh atau yang dibutuhkan obat untuk mencapai kadar setengah adalah sekitar 2,6‒3,5 jam. Eliminasi thiamphenicol melalui urin dalam bentuk utuh sekitar 70%, sisanya diekskresikan di empedu dan feses. Oleh karena itu, pemberian pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal harus hati hati karena waktu paruh obat akan memanjang menjadi 9 jam dan menyebabkan akumulasi thiamphenicol di dalam tubuh.[11,13]
Resistensi
Thiamphenicol memiliki resistensi silang dengan chloramphenicol terhadap bakteri yang berhubungan dengan enzim acetyltransferase. Namun, diduga afinitas thiamphenicol terhadap enzim tersebut rendah. Studi yang dilakukan di negara India dan negara Asia lainnya, disimpulkan bahwa strain Salmonella typhi sudah resisten terhadap berbagai macam antibiotik, salah satunya chloramphenicol dan derivat turunannya termasuk thiamphenicol.[13]
Penelitian oleh Budiono et al pada tahun 2016 menyimpulkan bahwa thiamphenicol masih memiliki sensitivitas tinggi (71,43%) untuk pengobatan penyakit menular seksual gonore. Namun, penelitian ini memiliki keterbatasan di antaranya sampel yang kurang beragam yaitu hanya pada wanita, jumlah tidak terlalu banyak, serta hanya dilakukan di 1 lokasi saja.[13-15]