Pengawasan Klinis Cyclosporine
Pengawasan klinis terkait penggunaan cyclosporine atau siklosporin adalah adanya tanda-tanda nefrotoksisitas dan hepatotoksisitas. Risiko nefrotoksisitas dan hepatotoksisitas meningkat dengan kenaikan dosis cyclosporine.
Disfungsi ginjal, termasuk kerusakan struktural ginjal, merupakan konsekuensi dari penggunaan cyclosporine sehingga fungsi ginjal harus dipantau selama terapi.[6]
Monitoring untuk Pasien Rheumatoid Arthritis
Pengawasan sebelum memulai pengobatan cyclosporine pada pasien rheumatoid arthritis adalah pemeriksaan fisik yang cermat, termasuk pengukuran tekanan darah, dan pengukuran kadar kreatinin sebagai baseline.
Tekanan darah dan kreatinin dievaluasi setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama, dan kemudian setiap bulan jika pasien dinilai stabil. Apabila cyclosporine digunakan dengan methotrexate, uji fungsi hati dan darah lengkap direkomendasikan untuk dipantau setiap bulan.
Apabila terjadi hipertensi, dosis cyclosporine harus dikurangi 25-50%. Jika hipertensi berlanjut, dosis cyclosporine harus dikurangi atau tekanan darah harus dikontrol menggunakan obat antihipertensi. Umumnya, tekanan darah kembali normal apabila cyclosporine dihentikan.[6]
Monitoring untuk Pasien Psoriasis
Pada psoriasis, pengukuran tekanan dan pemeriksaan kulit perlu dilakukan sebagai basis data. Karena cyclosporine merupakan agen imunosupresan, keberadaan infeksi dan tumor pada pasien harus dievaluasi. Lesi kulit yang tidak khas pada psoriasis harus dibiopsi terlebih dahulu.
Pasien psoriasis yang memiliki lesi maligna atau premaligna hanya bisa diberi cyclosporine setelah lesi yang muncul dirawat terlebih dahulu dan apabila tidak ada pilihan pengobatan lain.
Pantau juga kadar kreatinin pasien. Dosis cyclosporine harus diturunkan apabila kadar kreatinin naik menjadi ≥25% dari sebelumnya. Peningkatan kreatinin umumnya bersifat reversibel setelah dosis diturunkan atau pemberian dihentikan.[6]
Monitoring untuk Pasien Keratitis
Penggunaan obat cyclosporine tetes mata pada pasien keratitis berat akibat dry eyes syndrome yang tidak respon terhadap artificial eye tears perlu dipantau melalui pemeriksaan oftalmologi setiap 6 bulan sekali.[4]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja