Farmakologi Furosemide
Aspek farmakologi furosemide adalah sebagai diuretik kuat dengan menghambat cotransporter Na+/K+/Cl2- pada membran luminal tubulus dalam mereabsorpsi elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Sama dengan loop diuretic lainnya, furosemide menurunkan ekskresi asam urat.
Farmakodinamik
Furosemide bekerja dengan menghambat area pengikat klorida pada cotransporter Na-K-2-CL, atau NKCC-2 yang terdapat pada pars asenden lengkung Henle, termasuk makula densa. Hal ini mengakibatkan gangguan transpor natrium dasi sisi luminal ke sisi basolateral untuk proses reabsorpsi. Inhibisi ini akan menyebabkan peningkatan ekskresi air, juga natrium, klorida, magnesium, kalsium, hidrogen, dan kalium.
Selain itu, furosemide juga memberikan efek vasodilatasi, sehingga dapat digunakan untuk terapi edema paru akut. Vasodilatasi menyebabkan penurunan respon pembuluh darah terhadap senyawa vasokonstriktor, seperti angiotensin 2 dan noradrenalin, serta penurunan produksi hormon natriuretik yang memiliki efek vasokonstriksi. Produksi prostaglandin juga akan meningkat, sehingga menambah efek vasodilatasi.
Farmakodinamik furosemide akan mengalami perubahan pada pasien gagal ginjal akut dengan oliguria. Pada pasien ini, terjadi penurunan ekskresi furosemide pada urin, sehingga menyebabkan konsentrasi furosemide plasma yang tinggi, bahkan membahayakan.[1,2,8]
Farmakokinetik
Aspek farmakokinetik furosemide dengan onset kerja 5-60 menit, dan didistribusikan dalam tubuh berikatan dengan albumin.
Absorbsi
Setelah pemberian per oral, furosemide diabsorpsi dengan cepat pada saluran gastrointestinal, dan mencapai konsentrasi puncak dalam 0,5–2 jam. Efek diuretik mulai terjadi sejak 30 menit dan efek maksimal dicapai dalam 1–2 jam.
Pada pemberian intravena, efek diuretik terjadi dalam 5 menit dan efek maksimal terjadi dalam 20–60 menit. Efek diuretik setelah pemberian intramuskular (IM) terjadi lebih lambat dibandingkan setelah pemberian intravena (IV). Kecepatan absorpsi furosemide akan menurun jika diberi bersamaan dengan makanan, serta pada pasien sindrom nefrotik atau gagal jantung.
Efek diuretik furosemide akan bertahan selama 6–8 jam pada pemberian per oral, dan kira-kira 2 jam pada pemberian IV. Namun, efek diuretik ini dapat memanjang pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.[7,8]
Distribusi
Furosemide berikatan dengan protein kira-kira sebanyak 95%, terutama albumin. Furosemide dapat menembus plasenta, dan didistribusikan ke dalam air susu ibu (ASI). Volume distribusi furosemide IV adalah 0,181 L/kg pada orang sehat, dan sebesar 0,14 L/kg pada pasien gagal jantung. Pada neonatus, volume distribusi 1,5–6 kali lebih besar dibandingkan pasien dewasa.[1,9]
Metabolisme
Metabolisme furosemide terutama terjadi pada ginjal, dan sebagian kecil di hepar. Sebanyak 40% furosemide akan mengalami biotransformasi. Terdapat 2 macam metabolit furosemide, yaitu furosemide glucuronide yang aktif secara farmakologis, dan 4-chloro-5-sulfamoylanthranilic acid.[1,3]
Eliminasi
Sekitar 43% furosemide akan mengalami eliminasi melalui ginjal. Ekskresi furosemide pada urin didapatkan lebih tinggi setelah pemberian IV, dibanding setelah pemberian oral. Sekitar 50% furosemide akan diekskresi dalam bentuk yang tidak berubah.
Waktu paruh furosemide 40 mg adalah 4 jam setelah pemberian oral, dan 4,5 jam setelah pemberian IV. Waktu paruh terminal dapat meningkat menjadi 24 jam pada pasien gagal ginjal stadium akhir.[1,3]
Resistensi
Studi menunjukan, terdapat kasus resistensi diuretik yang ditandai dengan tidak tercapainya efek yang diharapkan walaupun pemberian dosis furosemide maksimal. Pada pasien dewasa dengan resistensi furosemide, disarankan untuk mengganti furosemide menjadi bumetanide atau torasemid. Pilihan lainnya adalah menggunakan kombinasi 2 diuretik, yakni furosemide disertai diuretik golongan thiazide atau mineral corticoid receptor antagonist (MRA), seperti spironolactone.[10,11]
Studi oleh Shiraishi et al pada tahun 2016 melaporkan kasus resistensi diuretik pada bayi gagal jantung, sekalipun sudah menggunakan dual diuretic yakni furosemide dan spironolactone oral. Pada kasus tersebut, penatalaksanaan dengan furosemide drip disertai NaCl 3% terbukti aman dan efektif.[12]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra