Pendahuluan Famotidine
Famotidine adalah obat golongan antagonis reseptor histamin H2 yang digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit gastrointestinal yang berkaitan dengan peningkatan sekresi asam lambung. Famotidine dapat digunakan pada populasi dewasa dan anak untuk penatalaksanaan ulkus duodenum, ulkus gaster, gastroesophageal reflux disease (GERD), dan penyakit hipersekresi asam lambung seperti sindrom Zollinger-Ellison. Baru-baru ini famotidine juga kerap digunakan dalam tata laksana COVID-19.[1,2]
Mekanisme aksi famotidine adalah menghambat aksi histamin dengan cara berikatan dengan reseptor H2 pada membran basolateral sel parietal gaster. Aktivitas farmakologi dari famotidine menurunkan volume dan tingkat keasaman sekresi asam lambung basal, nokturnal, serta sekresi yang distimulasi oleh makanan.[1,3]
Di Indonesia, formulasi famotidine adalah dalam sediaan oral. Kekuatan sediaan antara 20 dan 40 mg. Famotidine juga tersedia dalam bentuk kombinasi dengan antasida seperti magnesium hidroksida.[4]
Efek samping sistem saraf seperti sakit kepala dan pusing, serta efek samping gastrointestinal seperti konstipasi dan diare, adalah yang paling sering dilaporkan selama terapi famotidine. Meskipun efek samping obat umumnya ringan, penghentian terapi famotidine telah dilaporkan diperlukan pada 14% pasien. Efek samping dilaporkan serupa pada famotidine yang diberikan secara oral ataupun intravena.[1]
Tabel 1. Deskripsi Singkat Famotidine
Perihal | Deskripsi |
Kelas | Obat untuk saluran cerna[5] |
Subkelas | Antitukak; Antagonis reseptor H2[5] |
Akses | Resep |
Wanita hamil | Kategori FDA: B [3] Kategori TGA: B1 [6] |
Wanita menyusui | Famotidine disekresikan ke dalam ASI [7] |
Anak-anak | Famotidine dapat diberikan pada anak-anak dan bayi dengan dosis yang disesuaikan dengan indikasi dan berat badan. [3] |
Infant | |
FDA | Approved [3] |