Pendahuluan Nizatidine
Nizatidine adalah antagonis reseptor H2 yang diindikasikan untuk pengobatan ulkus peptikum, ulkus duodenum, serta gastroesophageal reflux disease (GERD). Seperti antagonis reseptor H2 lainnya, nizatidine bekerja dengan cara mencegah histamin berikatan dengan reseptor H2 pada sel parietal di gaster, sehingga menurunkan produksi dan sekresi asam lambung.[1,2]
Efek samping berupa rhinitis, faringitis, sinusitis, dan batuk dilaporkan pada 2-10% pasien yang mendapat nizatidine. Selain itu, telah dilaporkan pula efek samping berupa nyeri, termasuk nyeri pinggang dan nyeri dada, pada 2-4% pasien yang mendapat obat ini. Efek samping nizatidine lainnya adalah mialgia, demam, amblyopia, hiperurisemia, dan impotensi. Pada kasus yang jarang, telah dilaporkan efek samping berupa ventricular tachycardia asimptomatik, penurunan libido, dan ginekomastia.[2]
Terapi jangka panjang dengan nizatidine dapat menyebabkan peningkatan serum aminotransferase yang asimptomatik dan transien. Namun, peningkatan ini hanya ditemukan pada 1-4% pasien dan tidak berbeda bermakna dengan pasien yang mendapat plasebo. Peningkatan kadar serum aminotransferase dapat membaik tanpa diperlukan penyesuaian dosis. Pada kasus yang jarang, telah dilaporkan nizatidine menyebabkan cedera hepar akut.[1]
Tabel 1. Deskripsi singkat Nizatidine
Perihal | Deskripsi |
Kelas | Obat untuk saluran cerna[3] |
Subkelas | Antitukak; Antagonis reseptor H2[3] |
Akses | Resep[3] |
Wanita hamil | Kategori FDA: B[4] Kategori TGA: B3[5] |
Wanita menyusui | Nizatidine disekresikan ke dalam ASI[6] |
Anak-anak | Keamanan dan efikasi pada pasien berusia di bawah 12 tahun belum diketahui[7] |
Infant | |
FDA | Approved[7] |