Pedoman Tata Laksana Hipertensi ESH – Ulasan Guideline Terkini

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD-KKV

Pedoman tata laksana hipertensi dipublikasikan oleh European Society of Hypertension (ESH) pada tahun 2023. Pedoman ini membahas mengenai rekomendasi cara pengukuran tekanan darah, penilaian risiko kardiovaskular, intervensi gaya hidup yang optimal, dan manajemen farmakoterapi. ESH merekomendasikan ambang batas >140/90 mm Hg untuk diagnosis hipertensi.

Selain itu, pedoman ESH merekomendasikan target pengobatan tekanan darah yang dibedakan berdasarkan usia, yang mana ambang batas pengobatan tekanan darah dibuat lebih tinggi untuk lansia. Untuk pasien dalam kelompok usia ini dengan hipertensi sistolik terisolasi dan untuk orang dewasa ≥80 tahun, ambang batasnya ditargetkan antara 140-150 mm Hg.[1]

Pedoman Tata Laksana Hipertensi ESH

Tabel 1. Tentang Pedoman Klinis Ini

Penyakit Hipertensi
Tipe Diagnosis dan Penatalaksanaan
Yang Merumuskan

European Society of Hypertension (ESH)

Tahun 2023
Negara Asal Eropa
Dokter Sasaran Dokter Umum, Dokter Layanan Primer, Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Penentuan Tingkat Bukti

Pedoman ESH ini disusun oleh 59 pakar multidisiplin yang meninjau bukti ilmiah pada setiap topik hipertensi. Setiap rekomendasi diberi Class of Recommendation (CoR) untuk menunjukkan kekuatan rekomendasi (I bermanfaat, II opsional, III tidak bermanfaat/berbahaya). Tidak ada lagi pembagian IIa dan IIb agar sistem lebih sederhana.

Level of Evidence (LoE) menunjukkan keandalan bukti dan dinilai terpisah dari CoR. LoE A diberikan bila didukung oleh uji klinis acak terkontrol dengan luaran studi adalah luaran kardiovaskular mayor yang relevan seperti infark miokard dan stroke. LoE dapat diturunkan bila ada bias tinggi, hasil tidak presisi, atau bukti hanya berupa studi akurasi diagnostik tanpa luaran klinis.[1]

Rekomendasi Utama untuk Diterapkan dalam Praktik Klinis Anda

Pedoman penanganan hipertensi oleh ESH ini menekankan pentingnya pengukuran tekanan darah yang akurat, dengan kombinasi pemeriksaan di klinik serta pemantauan di rumah atau ambulatori sebelum menegakkan diagnosis hipertensi. Diagnosis hipertensi ditetapkan pada ambang ≥140/90 mmHg, dengan target terapi berbeda sesuai usia dan kondisi komorbid.[1]

Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah secara akurat menjadi salah satu standar dalam mendiagnosis hipertensi. Pedoman ini secara tegas tidak merekomendasikan penggunaan perangkat pengukur tekanan darah tanpa manset (cuffless). Sebelum menegakkan diagnosis hipertensi, perlu dilakukan pengukuran tekanan darah berulang di klinik dan pemantauan tekanan darah di rumah atau dengan ambulatory blood pressure monitoring (ABPM).[1]

Tabel 2. Jenis Alat Pengukur Tekanan Darah

Pengukur Tekanan Darah Manual Pengukur Tekanan Darah Otomatis
Sphygmomanometer raksa Automated oscillometric (wrist cuff devices)
Sphygmomanometer aneroid Automated Auscultatory
Alat Hibrida (LED atau LCD display, atau digital countdown

Semiautomated (manual inflation)

Stratifikasi Risiko Kardiovaskular

Pedoman ESH merekomendasikan penggunaan alat stratifikasi risiko Systematic Coronary Risk Evaluation 2 (SCORE2). Berbeda dengan alat SCORE sebelumnya yang hanya mencakup kejadian kardiovaskular fatal, SCORE2 memperkirakan risiko 10 tahun terjadinya kejadian kardiovaskular fatal maupun nonfatal pada orang dewasa usia 40–69 tahun.

Untuk individu berusia ≥70 tahun, pedoman ESH merekomendasikan penggunaan alat penilaian risiko terpisah yang dikembangkan dari kohort besar di Norwegia, yaitu Systematic Coronary Risk Evaluation 2–Older Persons (SCORE2-OP).[1]

Klasifikasi Hipertensi

ESH merekomendasikan ambang >140/90 mmHg (derajat 1) sebagai kriteria diagnosis hipertensi. Tekanan darah sistolik (SBP) 130–139 mmHg atau diastolik (DBP) 80–89 mmHg dikategorikan sebagai normal atau high-normal (130–139/85–89 mmHg).[1]

Target Tekanan Darah

Pedoman ESH merekomendasikan target terapi tekanan darah yang berbeda berdasarkan kelompok usia. Meskipun target terapi pada sebagian besar orang dewasa sama dengan pedoman klinis lainnya, ESH menetapkan ambang lebih tinggi untuk pasien usia >65 tahun.

Target tekanan darah pada pasien usia 65–79 tahun adalah <140/80 mmHg. Pada pasien kelompok usia ini dengan hipertensi sistolik terisolasi maupun pada usia ≥80 tahun, ditetapkan target lebih longgar yaitu tekanan sistolik 140–150 mmHg.

Selain itu, ESH merekomendasikan target <140/90 mmHg pada pasien dengan hipertensi dan penyakit ginjal kronis, serta menyarankan target <130/80 mmHg pada pasien dengan hipertensi yang disertai penyakit arteri koroner, diabetes mellitus, atau penyakit serebrovaskular.[1]

Pengobatan

Pedoman ini menekankan pentingnya intervensi gaya hidup untuk mencegah, mengobati, dan menunda timbulnya hipertensi. Pedoman ini juga merekomendasikan inisiasi terapi antihipertensi pada pasien dengan penyakit kardiovaskular yang sudah ada bila tekanan darah ≥130/80 mmHg.

Terapi antihipertensi dianjurkan dimulai pada ambang tekanan darah sistolik (SBP) ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik (DBP) ≥90 mmHg terlepas dari risiko atau keberadaan  penyakit kardiovaskular. Untuk lansia >80 tahun, pedoman ESH merekomendasikan terapi farmakologis bila SBP >160 mmHg.

Farmakoterapi awal dianjurkan menggunakan salah satu dari empat kelas antihipertensi, yakni ACE inhibitor (ACEI), angiotensin receptor blocker (ARB), diuretik, atau calcium channel blocker (CCB). Beta-blocker (BB) juga masih dimasukkan sebagai terapi lini pertama opsional, atau pada kondisi di mana pasien mengalami atrial fibrilasi, hipertensi pada kehamilan, dan hipertiroidisme.[1]

Renal Denervation Therapy

Renal denervation therapy dapat dipertimbangkan sebagai pilihan tambahan atau alternatif pada pasien dengan hipertensi resisten yang tidak terkontrol atau pada pasien yang tidak bisa menoleransi efek samping obat-obatan.[1]

Perbandingan dengan Pedoman Klinis di Indonesia

Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) hipertensi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan adalah pedoman klinis penanganan hipertensi yang dipakai di Indonesia. Pedoman ini memiliki banyak kesamaan dengan pedomann ESH, termasuk mengenai target tekanan darah dan pilihan farmakoterapi. Salah satu perbedaan keduanya adalah PNPK masih menggunakan batasan SBP 130 mmHg dan DBP 85 mmHg untuk diagnosis hipertensi.[2]

Kesimpulan

European Society of Hypertension (ESH) mempublikasikan pedoman penanganan hipertensi pada tahun 2023. Beberapa rekomendasi dalam pedoman ini yang penting diperhatikan adalah:

  • Perangkat pengukur tekanan darah tanpa manset (cuffless) tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis hipertensi.
  • Systematic Coronary Risk Evaluation 2 (SCORE2) direkomendasikan untuk stratifikasi risiko kardiovaskular pada dewasa, sedangkan Systematic Coronary Risk Evaluation 2–Older Persons (SCORE2-OP) direkomendasikan untuk lansia 70 tahun ke atas.

  • Hipertensi didiagnosis jika tekanan darah >140/90 mmHg pada pengukuran tekanan darah berulang di klinik dan ambulatory blood pressure monitoring (ABPM).
  • Target terapi tekanan darah berbeda sesuai usia dan komorbiditas, termasuk target yang lebih rileks pada lansia, yakni <140/80 mmHg pada pasien usia 65-79 tahun.

Referensi