Patofisiologi Lupus Eritematosus Sistemik
Patofisiologi lupus eritematosus sistemik (LES) atau systemic lupus eritematosus didasari oleh aktivitas autoimun, yakni keberadaan autoantibodi dan kompleks imun yang berikatan ke jaringan dan menyebabkan inflamasi multisistem. Penyebab spesifik lupus hingga saat ini belum diketahui, namun berbagai faktor seperti faktor genetik, sistem imun, hormonal serta lingkungan dianggap berhubungan dengan perkembangan penyakit ini.[4,7]
Antibodi Antinuklear (ANA)
Pada lupus, sistem imun bawaan maupun didapat memberikan respon imun yang tidak seharusnya kepada partikel sel tubuh. Salah satunya adalah pembentukan autoantibodi terhadap asam nukleat yang disebut antibodi antinuklear (ANA). Pada umumnya ANA dapat ditemukan pada populasi umum, namun tidak seluruh orang yang memiliki ANA mengalami lupus.
Selain ANA, terdapat dua autoantibodi yang spesifik ditemukan pada pasien lupus eritematosus sistemik dibandingkan dengan penyakit autoimun lain, yaitu antibodi anti-Smith (Sm) dan antibodi anti-double-stranded DNA (dsDNA).[4,7]
Autoantibodi Mengenali Self-Antigen
Autoantibodi mengenali self-antigen yang ada di permukaan sel yang apoptosis dan membentuk kompleks imun. Oleh karena proses pembersihan debris sel terganggu maka autoantigen, autoantibodi dan kompleks imun tersedia dalam waktu yang lama, memicu terjadinya proses inflamasi dan menyebabkan timbulnya gejala.
Aktivasi sel imun juga disertai dengan peningkatan sekresi interferon tipe 1 dan 2 (IFN), tumor necrosis factors α (TNF- α), interleukin (IL) 17, stimulator maturasi sel B, dan IL-10 yang seluruhnya mendukung reaksi inflamasi. Pada kondisi lupus eritematosus sistemik, juga terjadi penurunan produksi berbagai sitokin, seperti sel natural killer yang gagal memproduksi IL-2 dan transforming growth factor beta (TGF-β) yang berfungsi untuk meregulasi sel T CD4+ dan CD8+, akibatnya produksi autoantibodi dan kompleks imun tidak terkendali dan tetap berlanjut.
Autoantibodi dan kompleks ini kemudian berikatan dengan jaringan target, menyebabkan aktivasi sistem komplemen dan menyebabkan pelepasan sitokin, kemokin dan peptida vasoaktif, oksidan dan enzim proteolitik. Kondisi tersebut menyebabkan aktivasi sel endothelial, makrofag jaringan, sel mesangial, podosit yang ada di jaringan serta mengakibatkan sel B, sel T, sel dendritik dan makrofag mendatangi jaringan target tersebut dan menyebabkan terjadinya proses inflamasi.[4,7]
Aktivasi Sistem Imun Bawaan
Debris sel menjadi pemicu langsung aktivasi sistem imun bawaan. Asam nukleat yang berikatan kompleks imun menjadi stimulus yang potensial untuk aktivasi sel endosom. Dalam endosom, asam nukleat mengaktivasi TLR (khususnya TLR7 dan TLR9).
Selanjutnya kondisi ini memicu produksi IFN tipe I. Aktivasi TLR7 juga memicu produksi antibodi anti-Sm. IFN tipe I memiliki peran penting dalam disfungsi imun pada lupus eritematosus sistemik. Kondisi ini dibuktikan dengan ditemukannya ekspresi berbagai tipe IFN tipe I di sel darah perifer dan jaringan yang terkena pada pasien dengan LES. [4,7]
Aktivasi Sistem Imun Didapat
Pasien dengan lupus eritematosus sistemik mengalami gangguan fungsi sel T, berupa defisiensi pembentukan sinyal sel T, produksi sitokin, proliferasi serta pengaturan fungsi sel. Salah satu penyebab gangguan aktivasi sel T adalah akibat perubahan reseptor sel T. Perubahan ini mengakibatkan augmentasi sinyal kalsium intraselular dan hiperpolarisasi mitokondria sehingga membuat sel T lebih peka pada nekrosis.
Sel T dari pasien lupus juga mengekspresikan ligan CD40 aktif yang lebih lama dari pada sel T pada kontrol sehat, akibatnya ligan ini menstimulasi aktivasi dan diferensiasi sel B lebih lama. Populasi sel T helper folikular yang meningkat menyebabkan peningkatan sel B yang memproduksi autoantibodi, sedangkan sel T regulator mengalami penurunan dan sel T helper-17 mengalami peningkatan, akibatnya produksi IL-17 meningkat, dan produksi IL-2 menurun.
Padahal IL-2 penting dalam proses regulasi sel T. Selain gangguan pada regulasi sel T, juga terjadi gangguan regulasi sel B. Kondisi ini menyebabkan produksi autoantibodi, dan sitokin inflamasi serta perlambatan presentasi antigen ke sel T.[4,7]
Faktor Genetik
Terdapat lebih dari 100 lokus gen yang berhubungan dengan kerentanan seseorang mengalami lupus eritematosus sistemik. Beberapa di antaranya merupakan defisiensi gen tunggal yang mengkode komplemen C2, C4, C1q. Kekurangan C4 menyebabkan berkurangnya eliminasi sel B self-reactive, sedangkan kekurangan C1q menyebabkan gangguan pembersihan debris selular pasca apoptosis.
Polimorfisme nukleotida tunggal juga menjadi faktor yang dapat memicu terjadinya lupus, seperti yang ditemukan pada gen STAT4, PTPN22, CD3, PP2Ac, TNIP1, PRDM1, JAZF1, UHRF1BP1, dan IL10. Selain itu kelainan jumlah gen C4, FCGR3B dan TLR7 berhubungan dengan ekspresi penyakit.
Mutasi pada major histocompatibility complex (MHC) 8.1 haplotype termasuk alel HLA-B8, HLA-DR3 dan C4B yang mengatur diferensiasi sel B untuk memproduksi antibodi anti-dsDNA pada tahap awal aktivasi sistem imun juga ditemukan pada pasien dengan lupus. Selain itu kondisi ini juga dapat berhubungan dengan mutasi pada gen pengkode nuklease seperti TREX1, polimorfisme nukleotida yang mengkode protein yang memproduksi interferon tipe I, serta mutasi lain yang menyebabkan gangguan dalam pembentukan sitokin pengatur sinyal aktivasi reseptor antigen di permukaan sel T dan sel B.[4,7]
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berperan dalam lupus eritematosus sistemik antara lain infeksi virus, beberapa obat-obatan, paparan sinar UV, dan merokok.
Infeksi Virus
Infeksi virus terutama Epstein-Barr Virus (EBV) dapat memicu timbulnya gejala lupus. Pada penderita lupus, respon sel T terhadap infeksi EBV tidak normal dan menyebabkan peningkatan sel mononuklear yang terinfeksi sekaligus meningkatkan jumlah DNA EBV dalam darah pasien. Kondisi ini menyebabkan aktivasi sistem imun didapat dan diferensiasi sel B serta produksi autoantibodi yang spesifik terhadap sekuens asam amino yang dimiliki oleh protein sel tubuh dan protein yang dihasilkan oleh EBV.
EBV juga mengkode RNA yang menginduksi aktivasi sistem imun melalui ekspresi IFN tipe I. Antibodi spesifik terhadap antigen nukleus EBV1 (EBNA1) juga dapat bereaksi silang dengan dsDNA karena kesamaan konformasi epitope sehingga infeksi EBV juga dapat memicu respon autoimun.
Paparan Sinar Ultraviolet
Paparan sinar ultraviolet (UV) memicu terjadinya kerusakan DNA sehingga mengubah ekspresi gen, menyebabkan fragmentasi asam nukleat serta memicu apoptosis atau kematian sel.
Obat-Obatan
Beberapa jenis obat menyebabkan metilasi DNA seperti hidralazin. Hidralazin menghambat jalur sinyal yang menyebabkan penurunan ekspresi DNA metiltransferase yang memediasi metilasi DNA. Terganggunya proses metilasi DNA menyebabkan gangguan ekspresi gen dan memediasi aktivasi sistem imun.
Merokok dan Menghirup Silika
Merokok dan menghirup silika memicu respon inflamasi di sel epitel dan mononuklear di paru. Kondisi ini menyebabkan modifikasi protein atau memicu proses inflamasi nonspesifik.[4,7]
Hormon dan Jenis Kelamin
Wanita usia reproduksi memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami lupus eritematosus sistemik. Beberapa faktor yang mendasari hal ini yaitu hormon estrogen yang terdapat pada perempuan dapat memodulasi aktivasi limfosit.
Selain itu pada penderita lupus terdapat peningkatan kadar serum prolaktin dibandingkan dengan kontrol. Kemungkinan timbulnya gejala diduga berkaitan dengan kadar prolaktin, namun mekanismenya belum dapat dijelaskan secara pasti.[4,7]
Penulisan pertama oleh: dr. Della Puspita Sari