Pendahuluan Alopecia Androgenetik pada Pria
Alopecia androgenetik pada pria (AAG), kebotakan pria atau male pattern hair loss (MPHL), merupakan kerontokan rambut yang ditentukan secara genetik, berpola, dan progresif dari kulit kepala.
Pada pria, kerontokan rambut paling menonjol pada daerah vertek dan frontotemporal, berbeda dengan alopecia androgenetik pada wanita dimana kerontokan terjadi secara difus antara frontal dan puncak kulit kepala tanpa mempengaruhi garis rambut frontal.[1-3]
Alopecia androgenetik disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan hormonal. Dihydrotestosterone (DHT) adalah hormon utama yang bertanggung jawab untuk alopecia androgenetik. DHT menyebabkan kerontokan rambut di kulit kepala dengan menginduksi perubahan pada folikel rambut. Rambut yang dihasilkan oleh folikel yang terkena menjadi semakin kecil diameternya, lebih pendek panjangnya, dan warnanya lebih terang yang disebut dengan rambut vellus, sampai akhirnya folikel menyusut sepenuhnya dan berhenti memproduksi rambut hingga terjadi kebotakan.[1,4]
Kerontokan rambut pada alopecia androgenetik terjadi secara bertahap hingga timbul kebotakan. Dalam anamnesis, perlu ditanyakan riwayat kebotakan dalam keluarga serta riwayat penyakit lain yang dapat menimbulkan kerontokan rambut seperti sindrom metabolik, penyakit ovarium, gangguan fungsi tiroid, dan anemia defisiensi besi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pola kerontokan rambut terutama di daerah frontal, parietal, atau vertex. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah digunakan untuk menyingkirkan diagnosis. Pemeriksaan histologi dan biopsi hanya dilakukan bila diagnosis masih belum jelas.[1-5]
Penatalaksanaan alopecia androgenetik pada pria sebagai terapi lini pertama adalah minoxidil topikal dan finasteride. Efek pengobatan mulai terlihat setelah kurang lebih 4 bulan pengobatan, setelah itu pengobatan perlu dipertahankan tanpa batas waktu. Jika pengobatan dihentikan, rambut yang diperoleh akan hilang dalam beberapa bulan.
Obat lain yang dapat digunakan untuk kebotakan adalah dutasteride, yang dapat dijadikan alternatif pada pasien yang gagal diterapi dengan finasteride. Antiandrogen, seperti spironolactone dan siproteron asetat, digunakan pada alopecia androgenetik wanita.
Penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan adalah melalui transplantasi rambut. Namun, pasien perlu memiliki sumber donor dalam jumlah yang cukup (lebih dari 40 unit folikel/cm2) untuk menutupi area kebotakan.[1-6]