Pendahuluan Chilblains (Pernio)
Chilblains atau dikenal dengan non-freezing cold injury, pernio, perniosis, atau kibes merupakan kondisi inflamasi superfisial dan terlokalisasi pada kulit yang ditandai dengan lesi eritrosianotik akibat paparan dingin/ non-freezing cold exposure. Secara epidemiologis, umumnya chilblains menyerang perempuan usia muda hingga paruh baya (terutama usia <40 tahun) dan lebih sering terjadi pada individu yang tinggal di iklim dingin.[1–4]
Walaupun chilblains jarang ditemukan di Indonesia, namun dapat mempengaruhi pada populasi pekerja yang sering terpapar suhu tinggi seperti nelayan, penjual daging dan ikan beku, maupun pekerja tambang.[5]
Chilblains diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yakni primer atau idiopatik dengan penyebab yang tidak diketahui dan sekunder dengan adanya kondisi sistemik yang mendasari seperti lupus eritematosus sistemik dan yang terbaru ditemukan sebagai manifestasi kutan pada sindrom pernapasan akut berat akibat infeksi COVID-19.[1–3]
Tanda/gejala tipikal chilblains berupa lesi eritrosianotik disertai perubahan warna kulit, gatal, nyeri, dan edema yang dapat bertahan lebih dari 24 jam. Sebagian besar kasus chilblains didiagnosis secara klinis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan biopsi tidak direkomendasikan karena temuan histopatologis yang tidak spesifik, namun dapat dilakukan untuk menyingkirkan proses inflamasi lainnya pada kasus kronik yang sulit.[1,2,4]
Penatalaksanaan yang diberikan berfokus pada pencegahan terhadap perkembangan lesi dengan menghindari paparan dingin dan dilanjutkan dengan pemberian medikamentosa secara topikal dan sistemik untuk membantu resolusi terhadap lesi yang ada. Secara keseluruhan, chilblains memiliki prognosis yang baik dengan gejala sisa kronik minimal, namun dapat terjadi rekurensi selama musim dingin berikutnya atau penyakit persisten.[1,2,4]
Direvisi oleh: dr. Qanita Andari