Pendahuluan Lymphedema
Lymphedema merupakan pembengkakan jaringan karena kegagalan transpor dan pengumpulan cairan interstisial yang disebabkan kerusakan pembuluh limfa. Lymphedema dibagi menjadi dua, yakni primer dan sekunder. Lymphedema primer disebabkan oleh kerusakan pembuluh limfa akibat kelainan genetik, sedangkan lymphedema sekunder disebabkan kerusakan maupun penyumbatan pembuluh limfa akibat penyakit lain. Secara global, lymphedema paling banyak terjadi akibat filariasis.[1,2]
Pada anamnesis, perlu diidentifikasi kemungkinan penyebab terjadinya lymphedema, riwayat penyakit pada keluarga, keganasan, operasi pengangkatan kelenjar getah bening (KGB), maupun luka pada ekstremitas. Edema pitting merupakan temuan pada pemeriksaan fisik yang paling sering ada pada lymphedema. Penggunaan limfoskintigrafi dapat memastikan diagnosis lymphedema dengan tepat.[1]
Complex decongestive physiotherapy (CDPT) merupakan pilihan terapi yang dapat dilakukan pada lymphedema. Pada pasien yang tidak menunjukkan respons terhadap CDPT serta memiliki kualitas hidup yang buruk akibat lymphedema, operasi dapat menjadi pilihan terapi.
Terapi oral dapat diberikan sesuai dengan etiologi lymphedema, misalnya pemberian diethylcarbamazine (DEC) atau doxycycline untuk lymphedema yang disebabkan oleh filariasis limfatik (kaki gajah). Pemberian diuretik tidak direkomendasikan pada pasien dengan lymphedema.
Pencegahan lymphedema dapat dilakukan dengan edukasi mengenai lymphedema primer dan sekunder, penyebarannya, hingga perlindungan diri, terutama pada pasien yang tinggal di daerah endemik filariasis. Pemeriksaan berkala pada pasien yang berisiko lymphedema juga sangat baik dilakukan untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan serta mencegah terjadinya disabilitas.
Program pemerintah, yaitu bulan kaki gajah, membantu mengurangi angka kejadian filariasis secara efektif. Bulan kaki gajah ini merupakan program pemberian obat pencegahan massal filariasis. Obat yang diberikan adalah DEC ditambah albendazole dosis tunggal, sekali setahun, selama 5 tahun berturut-turut pada daerah endemis filariasis.[1,2]
Penulisan pertama oleh: dr. Rainey Ahmad Fajri Putranta