Pendahuluan Defisiensi Vitamin A
Defisiensi vitamin A merupakan kondisi defisiensi mikronutrien yang dapat menyebabkan gangguan pada penglihatan, sistem imun, metabolisme, dan perkembangan sel. Defisiensi vitamin A merupakan penyebab terbesar kebutaan temporer pada anak. Vitamin A merupakan vitamin yang bersifat larut dalam lemak, tidak dapat disintesis oleh tubuh, dan merupakan elemen penting dalam mendukung fungsi penglihatan, pertumbuhan, dan daya tahan tubuh.[1,2]
Vitamin A memiliki 3 bentuk utama, yaitu retinol, beta karoten, dan karotenoid. Kondisi defisiensi tersebut didefinisikan sebagai konsentrasi retinol serum kurang dari 20 mcg/dL. Defisiensi vitamin A dapat disebabkan oleh penurunan asupan, kondisi malabsorbsi, atau infeksi.[1,2]
Gangguan penglihatan pada defisiensi vitamin A mulai terjadi ketika konsentrasi vitamin A <10 μg/dL. Tanda pada penglihatan yang pertama kali muncul adalah buta senja. Ketika defisiensi memburuk, gangguan pada mata semakin progresif dan membentuk bercak Bitot, xerosis konjungtiva, hingga akhirnya menyebabkan kebutaan yang ireversibel. Pada sistem organ lain, defisiensi vitamin A bisa menyebabkan diare, kulit kering, rasa mudah lelah, dan folikular hyperkeratosis.[1,2,3]
Diagnosis baku emas dari defisiensi vitamin A adalah dengan melakukan biopsi hati untuk mengetahui cadangan vitamin A dalam tubuh. Namun cara ini tidak praktis, berisiko, dan mahal sehingga jarang digunakan. Pemeriksaan retinol serum umumnya lebih sering dilakukan karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi serta lebih mudah dilakukan dalam laboratorium.[1,2]
Terapi definitif dari defisiensi vitamin A adalah memberikan suplementasi vitamin A dosis tinggi. Dosis dan waktu pemberian disesuaikan dengan usia dan kondisi yang menyertai. Apabila suplementasi diberikan sebelum terjadi kerusakan ireversibel, gangguan pada mata yang terjadi akan sembuh total dalam 2 bulan. Ulserasi kornea dan keratomalasia berhubungan dengan prognosis yang buruk dan peningkatan mortalitas serta morbiditas.[1,2]