Pendahuluan Hiperparatiroid
Hiperparatiroid adalah kondisi yang ditandai dengan meningkatnya sekresi hormon paratiroid. Efek utama hormon ini adalah meningkatkan konsentrasi kalsium plasma dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan reabsorpsi kalsium di ginjal, dan meningkatkan produksi 1,25-dihydroxyvitamin D-3 (kalsitriol) yang meningkatkan penyerapan kalsium di usus.
Hormon paratiroid juga menyebabkan fosfaturia, sehingga menurunkan kadar fosfat serum. Hiperparatiroidisme biasanya dibagi menjadi hiperparatiroidisme primer, sekunder, dan tersier.[1]
Etiologi hiperparatiroid primer dapat berupa tumor atau keganasan, mutasi genetik, dan efek samping obat. Sementara itu, hiperparatiroid sekunder disebabkan oleh defisiensi vitamin D akibat penyakit ginjal kronis. Hiperparatiroid tersier umumnya terjadi pada pasien dengan hiperparatiroid sekunder yang sudah berlangsung lama, seperti penyakit ginjal stadium akhir dengan durasi beberapa tahun.[2,3]
Diagnosis hiperparatiroid dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kalsium serum, fosfat serum, dan kadar hormon paratiroid. Selain itu, diagnosis dan identifikasi etiologi juga dapat dibantu dengan pemeriksaan radiologi (ultrasonografi, multislice computerized tomography, dan magnetic resonance imaging) dan biopsi.[4]
Penatalaksanaan definitif hiperparatiroid primer adalah bedah. Akan tetapi, medikamentosa dapat dipertimbangkan untuk pasien lansia tanpa komplikasi bermakna dan hiperkalsemia ringan.
Hiperparatiroid sekunder dan tersier dapat ditata laksana dengan renal replacement therapy sesuai stadium penyakit ginjal kronis. Suplementasi vitamin D2 atau D3, pengikat fosfat, calcimimetics, dan tindakan bedah juga dapat dipertimbangkan.[1,2]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli