Penatalaksanaan Grave's Disease
Tujuan penatalaksanaan Grave's disease atau penyakit Graves adalah mengurangi sintesis hormon tiroksin dengan pemberian obat antitiroid. Pilihan lain adalah memperkecil jaringan tiroid dengan menggunakan iodin radioaktif atau tiroidektomi.[1,2,7]
Berobat Jalan
Grave's disease tanpa komplikasi dapat diterapi secara rawat jalan menggunakan obat antitirod seperti prophythiouracil (PTU), carbimazole (CBZ), dan metabolit aktifnya methimazole (MMI). Obat ini adalah terapi lini pertama pada Grave's disease, terutama pada pasien usia muda dan digunakan sebagai terapi sebelum melakukan terapi dengan iodin radioaktif atau tiroidektomi. Ketiga obat ini memiliki efek menghambat penggabungan ioditironin sehingga mengurangi sintesis hormon tiroksin.[1,2,7]
Persiapan Rujukan
Pasien dengan Grave’s disease memerlukan rujukan jika terjadi thyroid storm atau terjadi efek samping penggunaan obat antitiroid dan rekurensi.
Thyroid Storm
Pasien yang mengalami komplikasi thyroid storm atau badai tiroid harus segera dirujuk untuk ditangani lebih lanjut. Kriteria diagnostik untuk badai tiroid ini adalah hiperpireksia, takikardia, aritmia, gagal jantung kongestif, gangguan kesadaran, diare, gagal hati, dan adanya faktor pencetus seperti trauma dan infeksi.
Pasien dengan badai tiroid dapat diterapi dengan methimazole 40 mg atau propylthiouracil 400 mg intravena setiap 8 jam. Pasien juga perlu diberikan glukokortikoid methylprednisolone 50 mg intravena, propranolol 40 mg setiap 6 jam, dan dirawat di ruang intensif.
Pada keadaan atrial fibrilasi, lakukan tata laksana sesuai atrial fibrilasi, dan berikan warfarin untuk mengurangi risiko stroke.[2]
Oftalmopati
Rujukan ke oftalmologi harus dipertimbangkan untuk semua kasus oftalmopati Graves. Pasien dengan oftalmopati aktif ringan perlu diberikan air mata buatan.
Pengobatan oftalmopati aktif sedang hingga berat membutuhkan 100 mg prednison oral setiap hari selama 1-2 minggu. Dosis kemudian dikurangi selama 6-12 minggu. Pilihan lain adalah methylprednisolone intravena (IV) 500 mg/minggu selama 6 minggu, diikuti dengan 250 mg/minggu selama 6 minggu.
Jika glukokortikoid tidak efektif, penanganan dapat menggunakan tepretumumab. Alternatif lainnya termasuk iradiasi orbita, rituximab, dan dekompresi orbit emergensi.[1]
Medikamentosa
Medikamentosa yang bisa digunakan pada kasus Grave’s disease adalah obat antitiroid, beta bloker, dan iodin radioaktif.[1,2,7]
Obat Antitiroid
Methimazole (MMI), carbimazole, dan propylthiouracil (PTU) merupakan obat antitiroid yang dapat digunakan untuk Grave’s disease. MMI lebih disukai daripada PTU sebagai terapi awal. Hal ini karena durasi kerjanya yang lama dan risiko efek samping yang lebih rendah, kecuali selama trimester pertama kehamilan dimana PTU lebih dipilih karena efek teratogenik yang lebih rendah.
Dosis awal MMI adalah 10-30 mg setiap hari. Sementara itu, dosis PTU adalah 50-100 mg tiga kali sehari. Dosis obat antitiroid harus dijaga serendah mungkin untuk mempertahankan T4 dalam kisaran normal karena dosis yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko efek samping. American Thyroid Association merekomendasikan melanjutkan obat antitiroid selama 12-18 bulan jika dipilih sebagai terapi utama, kemudian dapat dihentikan jika kadar thyroid-stimulating hormone receptor (TSH) dan antibodi TSH reseptor normal.
Obat antitiroid dapat menyebabkan reaksi alergi ringan, agranulositosis, hingga cedera hati. Hepatotoksisitas dan agranulositosis lebih sering terjadi pada pemakaian PTU. Pemeriksaan darah lengkap dan uji fungsi hati diperlukan sebelum memulai obat ini dan pasien harus diedukasi untuk melapor jika mengalami demam tinggi dengan sakit tenggorokan.
Tingkat remisi dengan pengobatan antitiroid adalah 40-60% dan tidak terkait dengan durasi dan dosis. Jika pasien menjadi hipertiroid setelah menyelesaikan pengobatan, iodin radioaktif atau operasi tiroid harus dipertimbangkan.[2,8]
Beta Blocker
Propranolol 20-40 mg setiap 6 jam atau beta blocker yang bekerja lebih lama, seperti atenolol dan bisoprolol, berguna untuk mengontrol gejala adrenergik yang mencakup palpitasi dan tremor. Propranolol dosis tinggi 40 mg 4 kali sehari menghambat konversi perifer T4 menjadi T3.[2,8]
Terapi Iodin Radioaktif
Pasien yang mengalami efek samping akibat penggunaan obat antitiroid dan rekurensi setelah penggunaan obat antitiroid jangka panjang diindikasikan untuk mendapat terapi iodin radioaktif. Prinsip terapi iodin radioaktif adalah menimbulkan kerusakan genetik, mutasi dan kematian sel jaringan tiroid.
Tata laksana dengan iodin radioaktif ini menggunakan dosis 185, 370, dan 555 Mbq ditentukan berdasarkan besar kelenjar tiroid, jumlah ambilan, dan sebaran iodin radioaktif. Terapi digunakan dengan metode ALARA (as low as reasonably achievable).
Iodin radioaktif dikontraindikasikan pada pasien yang sedang hamil dan menyusui. Kehamilan sebaiknya ditunda sampai 6 bulan setelah tindakan. Efek samping yang dapat terjadi adalah keadaan hipotiroid.
Evaluasi secara teratur harus dilakukan dalam interval 4-6 minggu dengan pengujian biokimia termasuk TSH, T4, dan T3. Evaluasi dilakukan sampai 6 bulan atau sampai pasien menjadi hipotiroid. Sekitar 40% pasien yang diobati dengan iodin radioaktif menjadi hipotiroid dalam 8 minggu dan 80% dalam 16 minggu. Terapi penggantian levotiroksin harus dimulai setelah pasien menjadi hipotiroid.[2,8]
Pembedahan
Pembedahan tiroid adalah pilihan pengobatan terakhir pada Grave’s disease. Pembedahan lebih dipilih untuk struma nodular besar. Tiroidektomi total atau parsial dapat dipilih sebagai prosedur pengobatan. Pasien harus eutiroid terlebih dahulu sebelum operasi untuk meminimalisir risiko badai tiroid. Larutan jenuh kalium iodida dapat digunakan sebelum operasi untuk menormalkan fungsi tiroid dan menurunkan vaskularisasi kelenjar tiroid.
Pembedahan harus dilakukan oleh ahli bedah berpengalaman di pusat layanan kesehatan tingkat tinggi. Tindakan tiroidektomi diindikasikan pada pasien yang mengalami rekurensi setelah penggunaan obat antitiroid jangka panjang, pasien dengan struma yang besar dengan dugaan keganasan, atau pada pasien dengan kehamilan yang mengalami efek samping pengobatan antitiroid. Pada pasien hamil, tindakan tiroidektomi dapat dilakukan pada trimester dua.[2,8]
Untuk mencegah rekurensi setelah pembedahan, saat ini lebih disarankan tiroidektomi total daripada tiroidektomi subtotal. Tindakan tiroidektomi total ini juga dapat mencegah komplikasi setelah pembedahan dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi daripada tiroidektomi subtotal.[14]
Komplikasi yang mungkin terjadi setelah tiroidektomi total adalah hipoparatiroid, kelumpuhan pada nervus laringeus, dan infeksi luka operasi. Persiapan tindakan ini adalah pemberian obat antitiroid sampai kadar hormon tiroksin normal untuk mencegah badai tiroid pada saat tindakan anestesi, serta cairan kalium iodida 10-14 hari sebelum tindakan.[15]
Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta