Prognosis Hiperbilirubinemia
Prognosis hiperbilirubinemia biasanya lebih buruk pada penyebab karsinoma hepar maupun ekstrahepatik dan sirosis hepatis. Akan tetapi, prognosis yang lebih baik ditemukan pada ikterus neonatorum fisiologis, breastfeeding jaundice, sindrom Gilbert, dan koledokolitiasis. Prognosis tergantung etiologi yang mendasari hiperbilirubinemia. Timbulnya komplikasi akan memperburuk prognosis.
Komplikasi
Hiperbilirubinemia dapat menyebabkan komplikasi bilirubin induced neurologic damage (BIND), terutama pada neonatus dan sindrom Crigler–Najjar tipe 1. Hiperbilirubinemia juga dapat menyebabkan terbentuknya batu empedu bila terjadi supersaturasi dengan garam kalsium atau kolesterol.[20,21]
Hiperbilirubinemia pada neonatus dapat menyebabkan ensefalopati bilirubin atau kernikterus, terutama pada hiperbilirubinemia berat (>20 mg/dl). Secara klinis, acute bilirubin encephalopathy (ABE) dapat menyebabkan penurunan kewaspadaan, nafsu makan menurun, hipotonus, dan refleks Moro yang lemah.
Pada fase lebih lanjut, dapat terjadi iritabilitas, penurunan kesadaran, opistotonus, retrocollis, dan tangisan bernada tinggi. Tanda–tanda lain yang dapat ditemukan adalah koma, sunsetting eyes, sulit makan, demam, dan apnea.[20,21]
Toksisitas bilirubin kronik akan menyebabkan kernicterus spectrum disorders, yang akan berlangsung selama beberapa tahun, dengan tanda–tanda seperti hipotonus, hiperrefleks, gangguan pendengaran sensorineural, gangguan penglihatan, hipoplasia enamel, noda kehijauan pada gigi, dan gangguan ekstrapiramidal.[20,21]
Prognosis
Prognosis hiperbilirubinemia ditentukan oleh etiologinya. Prognosis yang baik terutama pada hiperbilirubinemia fisiologis neonatus, breast milk jaundice, sindroma Gilbert, dan koledokolitiasis. Sementara itu, keganasan dengan obstruksi bilier dan sirosis hepatis memiliki prognosis yang lebih buruk.
Pada sirosis hepatis, prognosis dapat ditentukan dengan menggunakan model for end–stage liver disease (MELD) yang dapat menentukan persentase mortalitas dalam 3 bulan. Child–Pugh score dapat menentukan mortalitas terkait tindakan operatif, dan mortalitas dalam 1 tahun.[2,22]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli