Etiologi Inflammatory Bowel Disease
Etiologi Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah idiopatik atau belum diketahui secara pasti. Tetapi beberapa studi mengindikasikan bahwa IBD terjadi karena interaksi antara faktor genetik, gangguan mikrobioma, disregulasi sistem imun, dan faktor lingkungan.[2,3]
Faktor Genetik
Faktor genetik adalah salah satu faktor yang memiliki hubungan yang kuat dengan terjadinya IBD. Data dari Genome-Wide Association Studies menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 230 single nucleotide polymorphisms (SNPs) yang terdeteksi berhubungan dengan IBD.
Salah satu varian genetik yang memiliki hubungan terkuat dengan IBD adalah NOD2, protein sitosol yang dikeluarkan di monosit, makrofag, sel epitel saluran pencernaan termasuk sel Paneth, serta limfosit lamina propria. Selain NOD2, varian genetik lain yang juga ditemukan berhubungan dengan IBD adalah ATG16L1, LRRK2, CARD15 dan IRGM.[8-12]
Faktor Imun
Respon sel T berperan dalam patogenesis IBD. Sel Th-1 melepaskan interferon gamma yang berperan dalam patogenesis Crohn’s disease dan sel Th-2 melepaskan interleukin yang berperan dalam patogenesis kolitis ulseratif.
Selain itu, sel Th-17 juga berperan dalam respon inflamasi pada IBD. Adanya disfungsi pada jalur imun menyebabkan terbentuknya proses inflamasi kronik pada usus.[2,14]
Faktor Mikroba
Terdapat 500-1000 spesies bakteri, jamur, dan virus pada usus manusia. Mikroba dalam usus terbentuk dalam 2 minggu pertama kehidupan dan cenderung stabil. Hasil beberapa penelitian flora usus dalam Crohn’s disease dan kolitis ulseratif, terutama pada segmen usus yang meradang dan tidak meradang, menunjukkan berkurangnya keanekaragaman mikrobiota pada pasien dibandingkan kontrol.
Mikrobiota usus sehat didominasi oleh Firmicutes, Bacteroidetes, Proteobacteria, dan Actinobacteria. Namun, pada IBD dijumpai berkurangnya mikrobiota jenis ini serta didapatkan peningkatan Enterobacteria pada Crohn’s disease dan peningkatan Escherichia coli pada kolitis ulseratif. Jumlah bakteri yang berlebihan ini dapat menginvasi sel epitel dan bereplikasi dalam makrofag.[2,10]
Faktor Risiko
Berdasarkan sumber risikonya, faktor risiko Inflammatory Bowel Disease (IBD) dapat dibagi menjadi dua tipe faktor yaitu faktor internal dan eksternal.[1]
Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor risiko yang berasal dari dalam tubuh. Beberapa contoh dari faktor internal adalah usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga.
Usia dan Jenis Kelamin:
Sebagian besar kasus IBD terjadi pada usia antara 15-35 tahun. Berdasarkan jenis kelaminnya, Crohn’s disease lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Sementara itu, kolitis ulseratif memiliki perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan.[1,3,5,15]
Genetik:
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami IBD ditemukan pada 12% pasien IBD. Anak dengan riwayat ibu dan ayah yang menderita kolitis ulseratif berpotensi 4 kali lipat mengalami kolitis ulseratif. Di sisi lain, anak dengan riwayat ibu dan ayah yang menderita Crohn’s disease memiliki potensi Crohn’s disease 8 kali lipat lebih tinggi dibandingkan anak tanpa riwayat keluarga.[2,12,16]
Status Gizi:
Status gizi yang buruk berupa malnutrisi dapat meningkatkan risiko terjadinya IBD.[1]
Komorbiditas:
Riwayat penyakit penyerta terutama penyakit imunodefisiensi seperti infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat meningkatkan risiko terjadinya IBD.[1]
Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor risiko yang berasal dari luar tubuh. Beberapa contoh dari faktor eksternal adalah faktor psikologis dan paparan patogen.
Faktor Psikologis:
Stres psikologis akibat berbagai faktor diyakini dapat mempengaruhi respon imun dan mengganggu perkembangan flora normal di saluran pencernaan. Salah satu studi pada tikus percobaan melaporkan bahwa stres psikologis dapat merusak sistem perlindungan IL-22 di usus dengan cara membentuk niche yang ditemukan pada Crohn’s disease. Selain itu, dua studi dari Manitoba melaporkan bahwa penyakit psikiatrik secara signifikan meningkatkan risiko terjadinya IBD.[3,17]
Riwayat Paparan Patogen Saluran Pencernaan:
Adanya paparan patogen pada saluran pencernaan dapat mengganggu fungsi barrier saluran pencernaan dan menyebabkan reaksi inflamasi. Helicobacter pylori, Clostridium difficile, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Adenovirus, Cytomegalovirus, Candida, Entamoeba histolytica, dan Toxoplasma gondii adalah contoh beberapa patogen yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IBD.[3]
Infeksi:
Ketidakseimbangan mikroba dalam usus berkontribusi terhadap perkembangan IBD. Adanya kerentanan IBD pada pasien dengan gastroenteritis akut telah dilaporkan pada beberapa studi. Peningkatan risiko IBD telah dilaporkan antara lain pada infeksi Salmonella atau Campylobacter.[16,18]
Obat:
Penggunaan obat-obatan, seperti obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dan kontrasepsi oral, telah dilaporkan berkaitan dengan IBD. Penggunaan OAINS merusak mukosa usus dan meningkatkan permeabilitas usus dengan menghambat siklooksigenase sehingga mengurangi produksi prostaglandin. Penggunaan kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon dikaitkan dengan IBD melalui efek trombotik pada mikrovaskular.[3,18,19]
Diet
Insidensi IBD meningkat pada diet tinggi protein hewani, lemak jenuh, serta makanan minuman dengan kandungan sukrosa yang tinggi.[2,3]
Faktor Protektif
Beberapa faktor protektif IBD adalah apendektomi dan menyusui.
Apendektomi:
Apendektomi memiliki efek protektif menurunkan terjadinya kolitis ulseratif terutama sebelum usia 20 tahun.[3,18,24]
Menyusui:
Menyusui dapat merangsang perkembangan dan pematangan mukosa saluran cerna. Adanya efek toleransi oral terhadap mikroflora dan antigen makanan serta kandungan laktoferin pada ASI memiliki efek antibakteri, antivirus, dan anti inflamasi sehingga menurunkan risiko IBD.[3,18,24]
Penulisan pertama oleh: dr. Karina Sutanto