Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
Tujuan penatalaksanaan sirosis hepatis terfokus pada memperbaiki gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Keputusan untuk penatalaksanaan pasien sirosis hepatis didasarkan pada perkembangan penyakit dan klinis fungsional. Penatalaksanaan sirosis hepatis kompensata ditujukan pada etiologi yang mendasari. Sementara itu, penatalaksanaan sirosis hepatis dekompensata ditujukan untuk mengatasi komplikasi yang terjadi.[1,4,6]
Sirosis Hepatis Kompensata
Sirosis hepatis kompensata merupakan sirosis hepatis yang belum disertai dengan adanya komplikasi. Pada fase ini penatalaksanaan yang diberikan berupa farmakoterapi dan modifikasi gaya hidup.[4,6,18]
Farmakoterapi
Pada pasien sirosis hepatis terkait infeksi hepatitis B, dapat diberikan preparat interferon alfa dan antiretroviral. Antiretroviral yang menjadi pilihan adalah lamivudin dengan dosis 100 mg per oral setiap hari selama 1 tahun. Sementara itu, interferon alfa diberikan 3 MIU 3 kali per minggu selama 4-6 bulan melalui injeksi subkutan. Pasien yang telah resisten terhadap lamivudin dapat diberikan adefovir ataupun tenofovir.[18,27,28]
Pasien sirosis hepatis dengan infeksi hepatitis C dapat diberikan interferon subkutan 5 MIU 3 kali seminggu dan ribavirin 800-100 mg/hari selama 6 bulan. Hasil analisis data penelitian TURQUOISE-II melaporkan bahwa kombinasi terapi ABT-450 (terdiri atas r-ombitasvir, dasabuvir dengan ribavirin) yang diperkuat dengan ritonavir, nonstructural protein 5A (NS5A) inhibitors ombitasvir, dan non-nucleoside polymerase inhibitor dengan dasabuvir plus ribavirin (3D + RBV) dapat meningkatkan ukuran dan fungsional hepar pada sirosis hepatis dengan infeksi hepatitis C.[18,27,28]
Penggunaan glukokortikoid pada pasien sirosis hepatis masih kontroversial, karena beberapa studi melaporkan bahwa penggunaanya tidak memberikan hasil perbaikan yang signifikan, serta tidak meningkatkan angka kesintasan pada pasien. Pemberian obat laktulosa dilakukan pada pasien sirosis hepatis untuk membantu pengeluaran akumulasi amonia dari dalam tubuh.[18,27,28]
Modifikasi Gaya Hidup
Pasien dengan sirosis hepatis harus mereduksi bahkan menghentikan konsumsi alkohol harian karena telah terbukti dapat memperbaiki kondisi umum pasien dengan sirosis hepatis.
Diet tinggi kalori sebesar 2000-3000 kkal/hari serta protein 1 gram/kgBB sangat dianjurkan pada pasien sirosis hepatis tanpa adanya koma hepatika. Pasien sirosis hepatis dengan ensefalopati hepatikum harus mengurangi konsumsi protein harian hingga 0,5 gram/kgBB/hari.[4,18,27]
Sirosis Hepatis Dekompensata
Beberapa strategi utama dalam penatalaksanaan pasien sirosis dekompensata yaitu meliputi penanganan infeksi, memperbaiki fungsi sirkulasi, penanganan hipertensi portal, varises esofagus, dan terapi suportif.[27,28,38]
Penanganan Infeksi
Penanganan infeksi pada pasien sirosis hepatis terutama dengan komplikasi peritonitis bakterial spontan adalah dengan memberikan antibiotik cefotaxime 2 gram secara intravena tiap 8 jam selama 5 hari.[18,28,38]
Perbaikan Fungsi Sirkulasi
Gangguan fungsi sirkulasi pada pasien sirosis hepatis disebabkan oleh kondisi hipoalbuminemia akibat disfungsi hepar yang tidak dapat mensintesis albumin. Untuk itu terapi human albumin 20% secara intravena dapat diberikan untuk mengatasi kondisi hipoalbumin.[27,28]
Penatalaksanaan asites pada pasien sirosis hepatis meliputi tirah baring, diet rendah garam (konsumsi garam yang disarankan 90 mmol/hari) dikombinasikan dengan pemberian spironolactone 100-200 mg/hari. Apabila pemberian spironolactone tidak adekuat, dapat dikombinasikan dengan furosemide 20-40 mg/hari dengan dosis maksimal 160 mg/hari. Parasentesis juga dapat dilakukan untuk kasus asites yang masif.[38,39]
Penanganan Hipertensi Portal
Pemberian propranolol dapat mengurangi angka insiden hipertensi portal dengan dosis yang direkomendasikan sebesar 20-40 mg diberikan 2 kali sehari. Obat dilakukan hingga frekuensi detak jantung 55-60 kali per menit dengan tekanan darah sistolik tidak boleh <90 mmHg. Pilihan obat lainnya adalah nadolol dan carvedilol.[39,40]
Prosedur TIPS (transjugular intrahepatic portosystemic shunt) dapat dilakukan untuk menurunkan hipertensi portal dan memperbaiki keadaan umum pasien sirosis hepatis dengan sindrom hepatorenal. Pasien sirosis hepatis dengan skor child-pugh C, ensefalopati yang berat, atau pasien dengan polycystic liver disease tidak direkomendasikan untuk menjalani prosedur TIPS.[38-40]
Penanganan Varises Esofagus
Tindakan preventif yang dilakukan untuk mencegah pecahnya varises esofagus adalah pemberian obat golongan β blocker yaitu propranolol ataupun ligase varises. Apabila sudah terjadi perdarahan akut, maka dapat dilakukan pemberian resusitasi cairan disesuaikan dengan derajat perdarahannya.[38,39]
Untuk menghentikan perdarahan, dapat diberikan preparat vasokonstriktor splanchnic, somatostatin, atau octreotide. Octreotide dapat diberikan dengan dosis 50-100 µg/jam dengan infus kontinu. Setelah itu dapat dilakukan skleroterapi atau ligase varises.[38-40]
Terapi Suportif
Terapi suportif diperlukan bagi pasien sirosis hepatis dengan kondisi kritis seperti syok sepsis ataupun dengan komplikasi berat yang membutuhkan perawatan di ruang Intensive Care Unit (ICU). Manajemen suportif meliputi pemberian cairan dan elektrolit, penggunaan ventilator bila terjadi gagal napas, serta pemberian vasopressor bila dibutuhkan.[18,27,28]
Transplantasi Hepar
Pedoman klinis sirosis hepatis yang terbaru menggunakan Model for End-Stage Liver Disease (MELD) sebagai ketentuan dan pertimbangan dilakukannya transplantasi hepar. MELD dihitung berdasarkan serum bilirubin, serum kreatinin, dan INR sesuai dengan rumus berikut:
MELD = 3.78 x In [serum bilirubin (mg/dL)] + 11.2 x In [INR] + 9.57 x In [serum kreatinin (mg/dL) + 6.43.[40,41]
Tabel 3. Interpretasi Hasil Perhitungan MELD
Hasil | Interpretasi |
>40 | mortalitas 71.3% |
30-39 | mortalitas 52.6% |
20-29 | mortalitas 19.6% |
10-19 | mortalitas 6.0% |
<9 | mortalitas 1.9% |
Sumber: dr.Eva Naomi, Alomedika, 2022.[40,41]
Mortalitas pada perhitungan MELD adalah dalam jangka waktu 3 bulan. Transplantasi hepar diutamakan pada pasien dengan skor MELD ≥ 15 atau di bawah 15 dengan adanya komplikasi.[40,41]
Penulisan pertama oleh: dr. Rainey Ahmad Fajri Putranta