Pendahuluan Trombositosis
Trombositosis adalah suatu keadaan peningkatan jumlah trombosit dengan hitung trombosit melebihi 450.000/µL (450 x 109/L). Pada kondisi normal, rentang hitung trombosit berkisar dari 150.000 hingga 450.000/µL (150 hingga 450 x 109/L).[1,2]
Trombositosis bisa disebabkan oleh proses reaktif ataupun autonom. Trombositosis reaktif atau disebut juga sebagai trombositosis sekunder diakibatkan oleh proses yang terjadi di luar megakariosit, misalnya defisiensi zat besi dan konsumsi obat vincristine. Proses trombositosis reaktif merupakan penyebab mayoritas kasus trombositosis. Sementara itu, trombositosis autonom atau primer adalah salah satu gangguan mieloproliferatif kronis yang disebabkan oleh mekanisme intrinsik di dalam sel. Pada kebanyakan kasus, trombositosis primer berkaitan dengan gangguan gen.[1-3]
Hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi trombositosis adalah untuk mencari penyebab trombositosis dan menilai apakah ada keadaan gawat darurat. Keadaan gawat darurat yang dapat terjadi meliputi instabilitas hemodinamik, gangguan pernapasan, atau blast leukemia. Penanganan komplikasi trombositosis dan kondisi kegawatdaruratan tetap dilaksanakan sembari mengevaluasi etiologi trombositosis.[2]
Tata laksana trombositosis bergantung pada penyebab yang mendasari dan perkembangan hitung trombosit itu sendiri. Terapi trombositosis autonom, atau disebut juga trombositosis primer atau esensial, bersifat individual berdasarkan faktor risiko trombosis atau perdarahan. Tata laksananya meliputi observasi, terapi aspirin, terapi sitoreduktif, ataupun plateletpheresis.
Penggunaan antiplatelet, seperti aspirin, sebetulnya masih kontroversial. Aspirin umumnya tidak diperlukan pada trombosis sekunder karena risiko trombosis cukup rendah, namun dapat dipertimbangkan jika pasien memiliki risiko tinggi kejadian trombosis dan komplikasi. Pada trombositosis sekunder, tata laksana utamanya ditujukan untuk mengobati penyakit yang mendasari trombositosis tersebut.[4,5]