Epidemiologi Trombositosis
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa trombositosis banyak ditemukan pada pasien trauma, pasien yang menjalani perawatan di ruang intensif, dan pasien yang dalam pengobatan kanker. Sekitar 90% kasus trombositosis merupakan trombositosis reaktif.[1,8]
Global
Mayoritas kasus trombositosis adalah trombositosis reaktif (sekunder). Kasus trombositosis autonom (primer) lebih jarang ditemukan dan biasanya berkaitan dengan kelainan pada gen.[1]
Trombositosis Reaktif (Sekunder)
Trombositosis reaktif atau sekunder lebih sering terjadi daripada trombositosis primer. Dalam suatu studi di rumah sakit universitas di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa 82% pasien dengan trombositosis ekstrim disebabkan oleh trombositosis reaktif.[3]
Insiden trombositosis pascasplenektomi adalah sekitar 75-82%. Pada pasien dengan anemia defisiensi besi, prevalensi trombositosis reaktif ditemukan sebesar 31%.[5]
Trombositosis Autonom (Primer)
Trombositosis autonom atau trombositosis esensial lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua. Usia rata-rata saat terdiagnosis adalah 60 tahun. Penyakit ini jarang terjadi pada anak-anak. Tidak ada perbedaan predileksi jenis kelamin.
Di Amerika Serikat, diperkirakan ada 6000 kasus trombositosis esensial didiagnosis setiap tahunnya. Sebuah studi di Minnesota melaporkan insidensi sebesar 2,38 kasus per 100.000 populasi per tahun.[4]
Indonesia
Hingga saat ini, belum ada data mengenai epidemiologi trombositosis di Indonesia.
Mortalitas
Pada umumnya, pasien dengan trombositosis autonom memiliki tingkat kelangsungan hidup 10 tahun yang tidak berbeda secara signifikan dengan populasi umum yang sama usianya. Biasanya mortalitas disebabkan oleh komplikasi trombotik.[4]
Pada pasien yang mengalami trombositosis, tingkat transformasi menjadi leukemia mielogen akut dalam dekade pertama dilaporkan berkisar antara 0,6 hingga 5%. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat secara signifikan pada dekade selanjutnya. Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain usia lanjut, anemia, leukositosis, dan mutasi yang melibatkan TP53 dan EZH2.
Tata laksana dengan obat agen alkilasi atau radiofosfor berkaitan dengan risiko transformasi leukemia yang lebih tinggi. Morbiditas pada pasien dengan trombositosis esensial terkait dengan pembuluh darah besar atau trombosis mikrovaskular dan perdarahan.[9,10]