Penatalaksanaan Ventricular Tachycardia
Penatalaksanaan takikardia ventrikular atau ventricular tachycardia (VT) terdiri dari pendekatan multidisiplin, seperti kardioversi tersinkronisasi, pemberian obat antiaritmia, sedasi, hingga tata laksana invasif, seperti ablasi kateter dan implantable cardioverter defibrillator (ICD).[12,13]
Prioritas utama dalam penatalaksanaan VT adalah menilai status hemodinamik dan melakukan EKG 12 lead, kecuali pasien sudah tidak sadarkan diri. Tingkat kesadaran merupakan indikator yang penting dalam menilai ketidakstabilan hemodinamik. Pada pasien tidak sadar, tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan prinsip resusitasi jantung paru.
Kardioversi Tersinkronisasi
Pasien VT monomorfik dengan hemodinamik tidak stabil memerlukan kardioversi tersinkronisasi segera, dengan dosis 100‒200 Joule pada syok bifasik.
Sementara pada VT polimorfik, diberikan defibrilasi dengan dosis 360 Joule pada dengan syok monofasik, atau 120‒200 Joule pada syok bifasik.[2,7]
Medikamentosa
Obat untuk kasus VT adalah antiaritmia untuk penanganan akut, dan juga untuk pencegahan rekurensi jangka panjang. Obat sedasi perlu dipertimbangkan pada pasien untuk meminimalisir nyeri terkait pemberian kardioversi.[2,12]
VT Akut dan Stabil
Antiaritmia lini pertama pada VT akut dan stabil adalah procainamide perinfus, dengan dosis Inisial 10‒17 mg/kgBB dan kecepatan 20‒50 mg/menit. Kemudian, dilanjutkan dengan dosis rumatan 1‒4 mg/menit.
Selain itu, pasien dapat diberikan amiodarone, kecuali terdapat hipertiroid atau pemanjangan QT. Amiodarone diberikan intravena dengan dosis 150 mg dalam setiap 3‒5 menit hingga 2,2 gram dalam periode 24 jam, atau perinfus 1 mg/menit selama 6 jam dan dilanjutkan 0,5 mg/menit selama 18 jam.[2,12]
VT Tidak Stabil atau Tanpa Nadi
Pada VT tidak stabil atau tanpa nadi, dapat diberikan epinefrin 1 mg secara intravena setiap 3‒5 menit, atau amiodarone bolus dengan dosis 300 mg yang dapat diulang setelah 3‒5 menit dengan dosis 150 mg.
Selain itu, dapat diberikan lidocaine 1‒1,5 mg/kgBB bolus yang dapat diulang setiap 5‒10 menit, dengan dosis maksimal 3 mg/kgBB.[2]
Sedasi
Sedasi perlu dipertimbangkan pada pasien untuk meminimalisir nyeri terkait pemberian kardioversi atau implantable cardioverter defibrillator (ICD), serta untuk mengurangi lonjakan simpatik akibat terapi ICD berulang.
Golongan benzodiazepin seperti midazolam dapat diberikan intravena dengan dosis 2,5‒10 mg, sebagai tambahan analgesik kerja singkat. Midazolam merupakan pilihan pertama untuk menekan hiperaktivitas simpatik dan memberikan efek analgesik tanpa efek inotropik negatif. Sementara, propofol harus diberikan secara hati-hati karena memiliki efek inotropik negatif dan syok kardiogenik.[12]
Ablasi Kateter (Catheter Ablation)
Beberapa dekade terakhir, ablasi kateter telah berkembang cepat sebagai tata laksana VT. Radiofrekuensi catheter ablation (CA) memberikan aliran listrik 300‒750 kHz pada jaringan yang kontak dengan kateter. Terapi ini memiliki keberhasilan hingga 80‒90% dalam tata laksana VT akut, serta efektif pada perbaikan jangka panjang dan angka harapan hidup pasien VT.[1,2]
Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD)
Pemasangan ICD direkomendasikan sebagai pencegahan primer pada kematian jantung mendadak, dengan kelas NYHA II–III, LVEF ≤ 35%, angka ekspektasi hidup >1 tahun. Pemasangan ICD termasuk pada pasien 40 hari pasca infark miokard atau 3 bulan pasca revaskularisasi.
Kekurangan ICD adalah biaya yang mahal, komplikasi terkait pemasangan, dan tingginya number-to-treat yang diperlukan untuk mencegah kematian jantung mendadak. Oleh karena itu, penggunaan ICD dapat dipertimbangkan sebagai pencegahan VT sekunder akibat penyebab yang reversibel.[4,8]
Penulisan pertama oleh: dr. Gold Tampubolon