Edukasi dan Promosi Kesehatan Tetanus Neonatorum
Edukasi dan promosi kesehatan tentang tetanus neonatorum atau TN diarahkan pada tindakan preventif berupa imunisasi tetanus toksoid dan pentingnya rujukan ke rumah sakit untuk tiap kasus yang dicurigai sebagai TN.
Edukasi Pasien
Edukasi diberikan kepada orang tua pasien mengenai penyebab penyakit dan terapi yang tersedia. Dokter juga perlu menjelaskan prognosis pasien. Bila tidak mendapatkan penanganan medis yang adekuat, 50–95% kasus TN dapat mengalami kematian. Namun, angka ini dapat ditekan hingga 15–40% apabila pasien mendapat penanganan yang tepat.[22,32,39,40]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Vaksin toksoid tetanus (TT) dibuat dengan cara membiakkan galur C. tetani toksigenik pada medium cair yang memungkinkan untuk produksi toksin, panen toksin dengan filtrasi, inaktivasi toksin oleh formaldehida, dan tahap purifikasi serta sterilisasi.[28]
Kemudian, imunogenisitas TT ditingkatkan dengan cara melekatkannya pada suatu adjuvan. Potensi TT dilaporkan dalam satuan unit internasional (IU) dengan cara menilai kesintasan hewan coba yang telah diimunisasi dengan toksin tetanus. Standar WHO menyebutkan bahwa potensi vaksin tetanus yang disuntikkan pada anak-anak tidak boleh kurang dari 40 IU per dosis pemberian.[28]
Vaksin TT tersedia dalam bentuk antigen tunggal maupun kombinasi bersama vaksin jenis lainnya seperti vaksin difteri, pertusis, poliomyelitis, hepatitis B, dan H. influenzae tipe B.[41-43]
Walaupun sediaan pentavalent (DTP-HiB-HepB) merupakan jenis yang paling banyak digunakan, sediaan heksavalen (DTaP-IPV/HiB-HepB) juga dapat menjadi alternatif vaksin TT bagi bayi. Penggunaan vaksin kombinasi lebih disarankan dibandingkan vaksin TT tunggal sebab vaksin kombinasi meningkatkan angka cakupan imunisasi tetanus dan difteri yang tinggi sepanjang hayat.[28]
Efikasi Toksoid Tetanus
Sejauh ini belum ada batasan parameter imunologi definitif yang berkaitan langsung dengan tingkat proteksi untuk tetanus. Berdasarkan pemeriksaan netralisasi in vivo atau modifikasi ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay), kadar antibodi melebih 0,01 IU/mL biasanya dianggap protektif.[28]
Sementara itu, menurut ELISA standar, konsentrasi antibodi yang dianggap protektif adalah minimal 0,1-0,2 IU/mL. Sayangnya, terdapat beberapa laporan kasus tetanus yang masih terjadi pada individu dengan konsentrasi antibodi melebihi ambang batas tersebut.[28]
Antibodi tetanus pasca dosis TT pertama terbentuk secara lambat dan hanya terdiri dari IgM non netralisasi dan sedikit IgG saja. Selain itu, imunitas juga menurun seiring berjalannya waktu. Pada populasi anak, pemberian 3 dosis TT primer menginduksi pembentukan titer antibodi melebihi ambang batas protektif dengan rerata antibodi di atas 0,2 IU/mL. Atas alasan tersebut, jumlah dosis yang disarankan untuk vaksin TT primer pada bayi adalah 3 kali dengan interval antar pemberian minimal 4 minggu.[1]
Imunisasi Maternal
Terkait pencegahan kejadian TN, imunisasi maternal terhadap tetanus untuk memicu pembentukan IgG spesifik dan transfer transplasental antibodi kepada janin merupakan kunci untuk menekan risiko TN. Secara teori, IgG spesifik tetanus memberikan proteksi sementara yang cukup dan efisien untuk mencegah TN sebab kadar antibodi pada bayi saat lahir biasanya sama atau lebih tinggi dari kadar antibodi ibu.[44]
Transfer antibodi tetanus meningkat seiring penambahan usia kehamilan dan mencapai efisiensi maksimal pada trimester ketiga. Dosis TT yang dianggap cukup untuk memicu proteksi terhadap tetanus pada wanita hamil yang belum pernah mendapat vaksin TT dan bayi yang dikandungnya adalah dua dosis dengan interval minimal 6 minggu atau lebih.[1]
Keamanan Vaksin
Ditinjau dari segi keamanan vaksin, toksoid tetanus (TT) merupakan jenis vaksin yang sangat aman. Reaksi lokal seperti nyeri atau kemerahan dapat ditemukan pada 50-80% resipien vaksin. Selain itu, reaksi sistemik ringan seperti demam, nyeri otot, dan malaise dapat terjadi pada 0,5–10% resipien pasca vaksinasi booster.[28]
Sementara itu, pada resipien vaksin DTaP primer, tingkat kejadian reaksi lokal tersebut meningkat seiring dengan jumlah vaksinasi yang telah diberikan sebelumnya. Risiko pemberian TT yang berlebihan juga dapat terjadi apabila kadar antibodi tetanus sebelumnya sudah cukup tinggi yang dapat memicu reaksi lokal dengan derajat yang lebih berat. Oleh sebab itu, penelusuran riwayat vaksinasi tetanus sebelumnya menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan.[28]
Reaksi yang berat seperti reaksi anafilaksis amat langka terjadi dan diperkirakan hanya terjadi 1–2 kejadian per 1 juta dosis Td yang disuntikkan. Namun, riwayat reaksi anafilaktik berat terhadap satu atau lebih komponen vaksin tunggal maupun kombinasi menjadi kontraindikasi segala bentuk pemberian vaksin TT berikutnya. Selain itu, apabila anak menderita kondisi sakit akut yang berat, pemberian vaksin TT sebaiknya ditunda.[28]
Dosis dan Cara Pemberian Toksoid Tetanus
Vaksin TT dalam bentuk DTP (difteri-tetanus-pertusis) dan DT (difteri-tetanus) dapat diberikan pada bayi sejak usia di atas 6 minggu dengan dosis 3 kali intramuskular dengan interval antar pemberian minimal 4 minggu. Atas ketentuan tersebut, jadwal pemberian yang disarankan di Indonesia adalah pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Dosis standar yang diberikan adalah 0,5 mL, disuntikkan secara intramuskular pada bagian paha anterolateral bayi.[28]
Sementara itu, sebagai upaya pencegahan tetanus neonatorum dan maternal, WHO merekomendasikan pemberian vaksin TT pada wanita usia reproduktif dan wanita hamil yang belum pernah mendapat vaksin TT, Td, maupun DTP seperti pada tabel 3.[45]
Tabel 3. Jadwal Imunisasi Toksoid Tetanus pada Wanita Usia Reproduktif atau Wanita Hamil yang Belum Pernah Mendapat Vaksin TT, Td, atau DTP
Dosis TT atau Td menurut catatan resmi vaksinasi sebelumnya | Kapan diberikan | Durasi proteksi yang diharapkan |
1 | Saat kontak pertama dengan tenaga kesehatan atau sedini mungkin pada awal kehamilan | - |
2 | Minimal 4 minggu setelah TT1 | 1–3 tahun |
3 | Minimal 6 bulan setelah TT2 atau pada kehamilan berikutnya | Minimal 5 tahun |
4 | Minimal 1 tahun setelah TT3 atau pada kehamilan berikutnya | Minimal 10 tahun |
5 | Minimal 1 tahun setelah TT4 atau pada kehamilan berikutnya | Sepanjang usia reproduktif atau lebih lama lagi |
Sumber: dr. Sunita, 2020.
Namun, bila seorang wanita usia reproduktif atau sedang hamil mampu menunjukkan catatan vaksinasi tetanus (DTP, DT, Td, atau TT) yang resmi saat bayi, anak-anak, dan remaja, maka rekomendasi jadwal vaksinasi tetanus berikutnya mengikuti rekomendasi tabel di bawah.[45]
Tabel 4. Pedoman Jadwal Imunisasi Toksoid Tetanus pada Wanita yang Pernah Imunisasi Tetanus saat Bayi, Anak-Anak, dan Remaja
Usia saat vaksinasi terakhir | Riwayat imunisasi sebelumnya (menurut catatan resmi | Rekomendasi Imunisasi | |
Pada kontak saat ini/sedang hamil | Saat kemudian hari (interval minimal 1 tahun dari vaksin sebelumnya) | ||
Bayi | 3 DTP | 2 dosis TT/Td (interval antar dosis minimal 4 minggu) | 1 dosis TT/Td |
Anak-anak | 4 DTP | 1 dosis TT/Td | 1 dosis TT/Td |
Usia sekolah | 3 DTP + 1 DT/Td | 1 dosis TT/Td | 1 dosis TT/Td |
Usia sekolah | 4 DTP + 1 DT/Td | 1 dosis TT/Td | Tidak perlu vaksin |
Remaja | 4 DTP + 1 DT saat usia 4-6 tahun + 1 TT/Td saat usia 14-16 tahun | Tidak perlu vaksin | Tidak perlu vaksin |
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur